Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Tempat Pembuangan 7 Pahlawan Revolusi, Ini Asal-usul Nama Lubang Buaya

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/Ni Nyoman Wira
Monumen Pancasila Sakti di daerah Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, pada Kamis (31/8/2023). Ada tujuh perwira yang menjadi korban peristiwa G30S/PKI. Ketujuh korban diberi kenaikan pangkat dan dianugerahi gelar pahlawan revolusi.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Lubang buaya merupakan area yang menjadi tempat pembuangan tujuh jasad Pahlawan Revolusi saat peristiwa G30S/PKI tahun 1965.

Lubang Buaya terletak di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.

Pada peristiwa G30S/PKI, ketujuh Pahlawan Revolusi diculik, dibunuh, dan dibuang di Lubang Buaya karena menjadi korban isu adanya Dewan Jenderal yang disebut ingin mengkudeta Presiden Sukarno.

Baca juga: Di Mana Sukarno dan Soeharto Saat Peristiwa G30S/PKI?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asal-usul penamaan Lubang Buaya

Dikutip dari Kompas.com (30/9/2021), ada dua versi yang beredar di masyarakat terkait penamaan wilayah Lubang Buaya tersebut.

Berikut dua versi asal-usul nama Lubang Buaya:

Versi pertama

Kasubsi Bimbingan dan Informasi Monumen Pancasila Sakti Mayor Caj Edy Bawono mengatakan, tak jauh dari sumur pembuangan jasad 7 Pahlawan Revolusi, terdapat sebuah sungai yang bernama Sunter.

Dahulunya, Sungai Sunter dikenal berbahaya karena banyak buaya yang berkeliaran di sana.

Buaya tersebut sering membuat lubang untuk bersembunyi. Sehingga, wilayah tersebut dinamai Lubang Buaya.

Baca juga: Mengenal Dewan Jenderal, Hoaks yang Memicu Peristiwa G30S PKI

Versi kedua

Penamaan Lubang Buaya dicetuskan oleh seorang sakti bernama Mbah Datuk Banjir Pangeran Syarif Hidayatullah yang hingga saat ini menjadi legenda.

Keturunan kesembilan dari Datuk Banjir, Yanto Wijoyo mengatakan, leluhurnya itu melakukan perjalanan ke Jakarta pada abad ke-7.

Saat itu, Datuk Banjir melakukan perjalanan melalui Sungai Sunter dengan mengendarai kendaraan dari bambu yang disebut getek.

Getek Datuk Banjir itu tersedot ke dalam lubang hingga menyentuh bagian dasar Sungai Sunter di tengah perjalanan.

Namun, Datuk Banjir sendiri selamat karena tak ikut terseret ke lubang itu.

Menurut Yanto, ini merupakan ulah ular dari penguasa gaib yang ada di sungai tersebut, yakni seekor buaya putih.

Konon, buaya putih tersebut bernama Pangeran Gagak Jakalumayung.

Sang siluman memiliki anak bernama Mpok Nok. Ia berwujud buaya tanpa ekor, atau disebut buaya buntung.

Datuk Banjir pun kemudian bertarung dengan kedua buaya sebelum bisa masuk ke kampung di wilayah itu.

Datuk Banjir kemudian berhasil menaklukkan kedua buaya itu, kemudian ia mencetuskan nama Lubang Buaya yang mengacu pada kampung tersebut.

Baca juga: Sejarah Peristiwa G30S yang Melibatkan PKI dan Pasukan Cakrabirawa

7 Pahlawan Revolusi yang dibuang di Lubang Buaya

Dikutip dari Kompas.com, Kamis (28/9/2023), sebanyak enam jenderal dan satu perwira TNI AD yang dibuang di sumur Lubang Buaya, adalah:

  • Jenderal Ahmad Yani
  • Mayjen Raden Soeprapto
  • Mayjen Mas Tirtodarmo Haryono
  • Mayjen Siswondo Parman
  • Brigjen Donald Isaac Panjaitan
  • Brigjen Sutoyo Siswomiharjo
  • Lettu Pierre Andreas Tendean.

Ketujuh jenazah jenderal tersebut baru ditemukan pada 3 Oktober di sebuah sumur tua dengan kedalaman sekitar 12 meter dengan diameter 0,75 meter.

Dengan kondisi itu, membuat tim evakuasi sempat mengalami kesulitan karena keterbatasan alat.

Saat ditemukan, posisi jasad Pahlawan Revolusi di sumur tua tersebut bertumpuk dan baru berhasil dikeluarkan semuanya pada 4 Oktober 1965 dalam kondisi sulit dikenali.

Kemudian tujuh Pahlawan Revolusi dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata pada 5 Oktober 1965.

Baca juga: Hari Kesaktian Pancasila, Tragedi G30S/PKI dan Hari Berkabung Nasional

(Sumber: Kompas.com/Diva Lufiana Putri | Editor: Ivany Atiba Arbi, Farid Firdaus)

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi