Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Marak Kasus Bullying pada Anak di Bawah Umur, KPAI Buka Suara

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock/Rawpixel.com
Ilustrasi bullying, penyebab bullying, penyebab terjadinya bullying bisa berasal dari dorongan sekitar sampai kondisi sosial ekonomi tertentu.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Kasus bullying atau perundungan yang dilakukan oleh anak-anak di bawah umur diduga marak terjadi beberapa waktu terakhir ini.

Sejumlah video mengenai bullying atau perundungan, viral di media sosial. Seperti yang ramai jadi pembahasan adalah kasus penganiayaan di Cilacap, Jawa Tengah. 

Kompas.com, Jumat (29/9/2023) merangkum sejumlah kasus perundungan yang jadi sorotan publik, salah satunya adalah kasus perundungan siswa SMP 2 Cimanggu, Cilacap, Jawa Tengah pada Selasa (26/9/2023).

Kasus bullying anak

Perundungan tersebut terjadi antar sesama siswa SMP, di mana dalam video yang beredar di media sosial, korban tampak dipukul dan ditendang .

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selanjutnya, terdapat kasus lain yang melibatkan siswa kelas 7 dan kelas 8 di SMP 1 Babelan, Kabupaten Bekasi pada Rabu (20/9/2023). Dalam hal ini, korban disabet menggunakan sandal oleh kakak kelasnya.

Selain kedua kasus di atas, masih ada beberapa kasus perundungan anak di bawah umur yang terjadi di Indonesia, seperti kasus siswa kelas 2 SD di Gresik, Jawa Timur yang matanya dengan tusuk sate oleh kakak kelasnya pada Agustus 2023.

Adanya banyak kasus perundungan yang melibatkan anak di bawah umur, bagaimana Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menanggapi peristiwa ini?

Baca juga: Ciri Anak Jadi Korban Bully dan Cara Mencegahnya, Orangtua Wajib Tahu!

KPAI: awalnya dianggap bukan kekerasan

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah menyatakan keprihatinannya bahwa dunia pendidikan Indonesia saat ini tercoreng aksi kekerasan, seperti tindak perundungan yang akhir-akhir terjadi.

"Dalam hal ini, kekerasan itu bukan hanya soal fisik, namun juga psikis dan seksual. Tetapi, situasi perundungan ini mungkin pada awalnya kerap dianggap bukan menjadi sebuah kekerasan," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Minggu (1/10/2023).

Menurut Ai, pada awalnya perundungan tersebut mungkin dipicu dari bercandaan atau hanya saling mengejek.

Namun dalam hal ini, perundungan justru menunjukkan eskalasi (tingkat keparahan masalah) yang luar biasa.

Bahkan tingkat kekerasannya berlipat, misalnya ada unsur-unsur bully yang tidak ditemukan dalam unsur kekerasan lain, seperti relasi kuasa.

"Banyak kasus perundungan yang melibatkan beberapa aspek, seperti yang lebih banyak kepada yang lebih sedikit, yang lebih kuat kepada yang lemah. Kemudian kakak kelas kepada adik kelas. Lalu ada unsur agresi dengan melukai korban dengan terus-menerus," terang Ai.

Ai menyampaikan, pelaku akan menyakiti dan membuat seseorang (korban) tidak berdaya. Kemudian perilaku bully ini akan terus berulang yang akhirnya menimbulkan aksi-aksi yang mengundang teror pada seseorang.

Pengawasan sistem pendidikan

Kondisi tersebut menjadi keprihatinan luar biasa, sehingga KPAI terus melakukan monitoring dan pengawasan pada sejumlah pengaduan maupun sistem pendidikan.

"Di sisi lain, sistem pendidikan kita sudah memiliki kebijakan untuk tiga dosa besar pendidikan yang salah satunya adalah perundungan," ungkap Ai.

Meski begitu, pihaknya melihat aspek-aspek kebijakan tersebut belum cukup tanpa adanya implementasi secara masif, terstruktur, dan berdampak.

"Selain itu, implementasinya juga harus diawasi dan melekat kepada inspektorat yang memiliki kewenangan ini," lanjutnya.

Untuk itu, kata Ai, KPAI terus melakukan langkah-langkah koordinasi, kolaborasi, dan advokasi terkait dengan maraknya kasus perundungan anak di bawah umur.

"Saat ini misalnya untuk kasus di Cilacap, kami sudah bertemu dengan berbagai pihak, termasuk pihak sekolah yang menjadi atensi sekaligus juga dinas pendidikan yang menaungi," ucapnya.

Sehingga langkah-langkah yang dilakukan adalah bagaimana mengembangkan, menumbuhkan, dan melakukan langkah-langkah koordinatif serta kolaboratif.

Baca juga: Siswa SMP di Temanggung Bakar Sekolah karena Sering Di-bully, Mengapa Anak Bisa Menjadi Pelaku Bullying?

Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan

Lebih lanjut Ai mengatakan, hal tersebut bukan hanya terkait aspek dunia pendidikan atau dinas pendidikannya saja, tetapi juga bagaimana dengan aspek seperti rehabilitasi anak yang harus diperhatikan.

Menurutnya, anak harus mendapatkan bimbingan psikologis, perawatan medis secara intensif, kemudian juga situasi penegakan hukum.

Di sisi lain, ia mengimbau agar masyarakat bisa lebih bijak dalam menggunakan media sosial dalam membagikan konten-konten yang sifatnya bullying atau kekerasan.

"Tentu karena ini anak-anak yang sedang di sekolah, kita juga mengimbau untuk seluruh awak media dan seluruh pengguna media sosial, terutama kita semua netizen dalam memberikan refleksi dan respons terhadap situasi ini secara viral," ucap Ai.

"Tolong tidak mengumbar identitas baik korban maupun pelaku gitu," sambungnya.

Selain itu, ia juga mengimbau agar semua masyarakat dan pengguna media sosial menahan diri untuk tidak mengeksploitasi nama, alamat, nama sekolah, baik sebagai korban maupun sebagai pelaku serta mereka yang menyaksikan.

"Dunia pendidikan kita harus terus melakukan langkah-langkah yang lebih sistematis yang lebih terukur," ujarnya.

Baca juga: Kisah Zoe Kembali Viral, Di-bully Usai Sebut Tas Charles & Keith Merek Mewah, Kini Jadi Modelnya

Upaya untuk mencegah perundungan anak di bawah umur

Ia menyampaikan bahwa saat ini pemerintah telah meluncurkan dari Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 yang mengatur tentang pencegahan dan penanganan kekerasan dalam lingkungan satuan pendidikan di Indonesia.

Oleh sebab itu, ia mengatakan bahwa KPAI akan bergerak secara kolaboratif untuk membangun sebuah sistem bersama yang bisa menunjukkan komitmen dan menekan situasi dan kondisi dari praktek bully ini.

"Saya kira satu hal lagi, memang kepolisian juga harus kita ajak bicara dengan baik. Karena, ketika kita merespon isu publik dengan anak yang melakukan bully dari video aja dapat memuncul kemarahan dan keinginan untuk balas dendam," terangnya.

Meski begitu, ia meminta supaya masyarakat mematuhi bahwa setiap anak yang masuk dalam kategori anak berkonflik hukum tujuannya adalah untuk dilakukan pembinaan, dan bukan untuk pembalasan dendam.

"Karena anak-anak tentu akan berbeda tumbuh kembangnya dengan orang dewasa, maka proses hukum pun berjalan pada fase yang paling akhir dengan ukuran usia di atas, misalnya 14 tahun dan juga berdasarkan jenis kejahatannya yang sudah terdaftar dan terdata dalam undang-undang," ungkap dia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi