Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan MK Tolak Gugatan UU Cipta Kerja

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com / VITORIO MANTALEAN
Sidang pembacaan putusan terkait penetapan Perppu Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi, Senin (2/10/2023).
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak gugatan terhadap Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) sebagai UU.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan perkara nomor 54/PUU-XXI/2023.

Keputusan ini dibacakan dalam sidang pembacaan putusan yang melibatkan sembilan hakim konsitusi pada Senin (2/10/2023).

Penolakan tersebut menjadikan UU Cipta Kerja berkekuatan hukum tetap dan dapat mulai dilaksanakan oleh pemerintah.

Berikut catatan perjalanan UU Cipta Kerja dan alasan gugatannya ditolak oleh MK.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Apa Isi UU Cipta Kerja yang Didemo Jefri Nichol dan Mahasiswa?


Pembuatan UU Cipta Kerja

Presiden Joko Widodo pertama kali mengungkapkan ide pembuatan Undang-undang Cipta Kerja pada 20 Oktober 2019. UU ini bersifat omnibus law atau mencangkup berbagai topik.

Diberitakan Kompas.com (21/3/2023), draf rancangan undang-undang (RUU) Cipta Kerja dinyatakan selesai pada 12 Februari 2020. Kemudian, RUU Cipta Kerja mulai dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 2 April 2020.

Rancangan aturan ini mendapatkan penolakan dari berbagai kalangan, terutama kaum buruh yang khawatir aturan ini merugikan hak-hak kaum pekerja dan hanya menguntungkan pengusaha.

Pada 24 April 2020, Jokowi mengumumkan penundaan pembahasan RUU Cipta Kerja khusus klaster ketenagakerjaan. Namun, DPR dan pemerintah kembali membahas RUU tersebut pada 25 September 2020. Selama tujuh bulan kemudian, rapat pembahasan aturan ini terjadi sebanyak 64 kali.

UU Cipta Kerja disahkan

RUU Cipta Kerja selesai dibuat dan disahkan sebagai UU pada 5 Oktober 2020.

Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak RUU Cipta Kerja.

Namun, Fraksi PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menyetujuinya.

Pada 2 November 2020, Presiden Jokowi menandatangani RUU tersebut sebagai UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Aturan itu resmi berlaku sejak 2 November 2020.

UU Cipta Kerja digugat

Namun, UU Cipta Kerja kemudian digugat oleh sejumlah pihak seperti kalangan pekerja, akademisi, dan mahasiswa ke MK. Pada 25 November 2021. MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

MK menilai, UU tersebut cacat formil karena proses pembahasannya tidak sesuai dengan aturan dan tidak memenuhi unsur keterbukaan. MK memberi waktu perbaikan UU Cipta Kerja selama dua tahun setelah putusan dibacakan.

Jika tidak dilakukan perbaikan, UU Cipta Kerja otomatis dinyatakan inkonstitusional bersyarat secara permanen. Ini berarti, aturan yang berubah berkat UU tersebut akan dinyatakan berlaku kembali.

Baca juga: 15 Poin Penting Perppu Cipta Kerja Menurut Kemnaker

Pemerintah terbitkan Perppu Cipta Kerja

Setahun setelah UU Cipta Kerja digugat dan dinyatakan cacat formil, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK. Aturan ini diteken Presiden Jokowi pada Jumat (30/12/2022).

"Dengan keluarnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ini diharapkan kepastian hukum bisa terisi dan ini menjadi implementasi dari putusan MK," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

"Pertimbangannya adalah kebutuhan mendesak, pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global baik yang terkait ekonomi," lanjut dia.

Perppu digugat ke MK

Meski begitu, dikutip dari Kompas.com (6/1/2023), Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ini juga digugat ke MK pada Kamis (5/1/2023) oleh sejumlah akademisi, kelompok pekerja, serta mahasiswa.

Penggugat menilai tindakan pemerintah menerbitkan Perppu Cipta Kerja sebagai bentuk pelecehan terhadap MK. Ini karena MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan harus ada perbaikan.

Namun, MK menyatakan tidak menerima permohonan pengujian formil terhadap Perppu Nomor 2 Tahun 2023 pada Jumat (14/4/2023).

Dilansir dari Kompas.id (16/4/2023), MK beralasan Perppu tersebut telah disetujui oleh DPR menjadi UU sehingga tidak dapat lagi dipersoalkan. Perppu Nomor 2 Tahun 2023 ditetapkan sebagai UU melalui UU Nomor 6 Tahun 2023.

Tak berakhir di situ, organisasi buruh dari berbagai sektor industri beserta pekerja perorangan kembali menggugat UU Nomor 6 Tahun 2023.

Penggugat memohon diadakan pengujian materiil dan formil dengan tuntutan pembatalan undang-undang secara keseluruhan karena proses pembentukannya melanggar peraturan perundangan yang berlaku.

Uji materiil dituntutkan karena isi ketentuan tersebut dinilai bertentangan dengan konstitusi. Sementara uji formil diajukan karena penuntut tidak menemukan alasan genting yang memaksa aturan itu diterbitkan, tidak ada partisipasi masyarakat sesuai putusan perbaikan UU oleh MK, serta disetujui di luar masa sidang DPR yakni pada 21 Maret 2023.

Baca juga: Apa Itu Omnibus Law Cipta Kerja, Isi, dan Dampaknya bagi Buruh?

Alasan gugatan UU Cipta Kerja ditolak MK

Berdasarkan putusan perkara nomor 54/PUU-XXI/2023, MK menolak gugatan yang dilayangkan terhadap UU Nomor 6 Tahun 2023 yang menetapkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU.

Dikutip dari Kompas.com, Senin (2/10/2023), majelis hakim menilai alasan para pengugat tidak beralasan menurut hukum.

Pertama, penggugat menilai penetapan Perppu Ciptaker menjadi UU oleh DPR melanggar konstitusi karena dilakukan pada masa sidang keempat. Padahal, aturan itu diteken Presiden Joko Widodo di masa sidang kedua.

MK menolak dengan alasan DPR perlu waktu lama untuk menetapkan Perppu menjadi UU. Ini karena Perppu Cipta Kerja bersifat omnibus mencakup 78 undang-undang lintas sektor. DPR juga dinilai tidak buang-buang waktu membahas Perppu itu.

Kedua, penggugat menilai Perppu Cipta Kerja tidak memenuhi unsur kegentingan yang memaksa untuk segera dibuat.

MK sebaliknya menyetujui argumen pemerintah yang mengatakan Perppu Ciptaker itu genting dibuat.

Alasannya, terdapat "krisis global yang berpotensi berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia akibat situasi geopolitik yang tidak menentu dikarenakan (salah satunya faktor pemicu) adanya Perang Rusia-Ukraina serta ditambah situasi (pasca) krisis ekonomi yang terjadi karena adanya pandemi Covid-19".

Ketiga, penggugat menyoroti tidak ada partisipasi bermakna dari publik dalam pembentukan Perppu Cipta Kerja.

Namun, MK menilainya partisipasi publik yang bermakna tidak diperlukan pada UU Nomor 6 Tahun 2023 yang bersifat menetapkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022. Ini karena Perppu butuh waktu cepat untuk diundangkan karena kegentingan yang memaksa.

"Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, Mahkamah berpendapat, telah ternyata proses pembentukan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 secara formil tidak bertentangan dengan UUD 1945," ujar hakim konstitusi Guntur Hamzah membacakan pertimbangan putusan.

"Oleh karena itu, Undang-undang Nomor 6 Tahun 22023 tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan demikian, dalil-dalil permohonan para pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," lanjutnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi