Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral, Video Kamar Penuh Sampah Disebut Gangguan Mental Hoarding Disorder, Benarkah?

Baca di App
Lihat Foto
X
Tangkapan layar soal kamar yang berantakan dikaitkan dengan gangguan mental.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Unggahan foto yang memperlihatkan kondisi sebuah kamar yang sangat berantakan dan dikaitkan dengan gangguan mental, ramai di media sosial.

Unggahan tersebut diunggah oleh akun X (Twitter) @tanyakanrl pada Kamis (5/10/2023).

"Sumpah ih kok bisaaa mbaknya ga bersihin kost sampe kayak begitu bentukannya terus kok bisa bertahan hidup dgn kondisi kost jorok begini, po ga jadi ladang nyamuk," tulis pengunggah.

Di sisi lain, beberapa warganet turut melontarkan komentar mereka dan menyebut bahwa kondisi kamar berantakan tersebut disebabkan karena pemiliknya memiliki gangguan mental hoarding disorder.

"Maaf ya nder, kayak gitu emang pasti bikin jijik bgt ya, tapi yang ky gitu (sepahamku) salah satu efek gangguan mental. jadi mbaknya perlu ditolong. jangan lsg judge gitu tolong," kata pemilik akun @hazelnoode.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Mba nya pasti ada sakit mental, apa itu namanya yg suka nimbun sampah.." kata pemilik akun @ananatre.

Hingga Jumat (6/10/2023) siang, unggahan tersebut sudah dilihat sebanyak 2 juta kali dan mendapatkan lebih dari 1.600 komentar dari warganet.

Lantas, benarkah kondisi tersebut adalah salah satu gangguan mental?


Baca juga: Ramai Soal Menimbun Barang yang Sudah Tidak Dipakai, Benarkah Gejala Hoarding Disorder?

Penjelasan psikolog

Psikolog Klinis Personal Growth Shierlen Octavia mengatakan, jika seseorang secara sengaja membuat tempat tinggalnya kotor, hal ini sangat mungkin berkaitan dengan masalah gangguan kesehatan mental.

"Misalnya, jika ada seseorang yang biasanya rapi dan bersih lalu mendadak tidak peduli terhadap kebersihan, bisa jadi ini adalah pertanda bahwa ada suatu masalah yang lebih dalam yang terjadi," terang dia.

Menurut Shierlen, kondisi tersebut bisa pertanda adanya gangguan depresi, karena orang-orang yang mengalami depresi sering kali merasa kelelahan atau tidak bersemangat dalam melakukan rutinitas, termasuk bersih-bersih. 

Di samping itu, ada pula orang-orang yang sebenarnya bukan merasa nyaman dengan kondisi kotor di rumahnya dengan membiarkan barang menumpuk karena merasa tidak bisa melepaskan atau membuang barang tersebut.

"Hal ini bisa terjadi entah karena barang tersebut memiliki kenangan yang berharga atau karena mereka meyakini bahwa barang tersebut mungkin akan dibutuhkan suatu hari nanti," ucap Shierlen.

Gangguan hoarding disorder

Ia mengatakan, apabila yang terjadi adalah demikian, ini mungkin adalah pertanda bahwa orang tersebut mengalami gangguan hoarding disorder.

Gangguan hoarding adalah gangguan yang dicirikan oleh adanya perilaku menimbun barang dalam jumlah banyak yang tidak dapat dikelola, dan disimpan secara berantakan hingga menyebabkan kekacauan.

Dalam jangka panjang, kata Shierlen, selain membuat orang lain yang tinggal bersamanya merasa tidak nyaman, hoarding bisa menjadi masalah yang signifikan.

Hal ini lantaran ia tinggal di tempat yang kotor berpotensi membawa banyak penyakit dan meningkatkan risiko kebakaran.

"Jika terjadi masalah seperti ini, mencari bantuan profesional seperti psikolog klinis adalah hal yang harus dilakukan," lanjutnya.

Penyebab hoarding disorder

Sebagai salah satu gangguan mental, hoarding disorder tentu tidak terjadi begitu saja. Gejala juga sering muncul secara bertahap dan kerap tak disadari.

Melansir Mayo Clinic, ada beberapa penyebab hoarding disoder, seperti:

Memahami apa itu hoarding disorder dan penyebabnya sangatlah penting karena kondisi ini dapat menyerang siapa saja.

Seperti gangguan kesehatan mental lainnya, hoarding disorder tidak dapat disembuhkan secara total. Namun, pengobatan dan perawatan secara medis dapat mengurangi gejala yang dialami.

Baca juga: Dilanda Kecemasan Jelang Hari Senin, Mengapa Bisa Terjadi?

Pengobatan yang bisa diterapkan

Shierlen menyampaikan, dalam kasus-kasus seperti ini, ada berbagai pendekatan terapi yang dapat diberikan, tergantung pada masalah apa yang mendasari kotornya tempat tinggal individu tersebut.

"Namun, salah satu terapi yang efektif dalam membantu menangani kasus-kasus seperti ini adalah melalui cognitive behavioral therapy (CBT)," jelasnya.

Secara umum, CBT bertujuan untuk membantu seseorang menangani masalah psikologis dengan mengubah cara berpikir dan berperilaku seseorang.

Dalam terapi ini, seseorang tidak hanya akan dibantu untuk memahami akar masalah, tetapi juga membantu mereka mengubah cara pandang serta mempelajari langkah-langkah praktis untuk mulai hidup bersih dan sehat.

Rasa malas

Di sisi lain, psikolog dan dosen Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta Ratna Yunita Setiyani Subardjo mengatakan, ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang menimbun barang dan membuat kamar berantakan.

Menurutnya, bisa jadi orang menumpuk barang tersebut karena memang malas.

Selain itu, aktivitas seseorang yang menimbun barang di kamar menurutnya juga bisa bentuk kecemasan. Hal ini karena, ada beberapa orang tertentu yang mereka memang memiliki hobi menimbun barang atau obsesi.

Kondisi munculnya obsesi yang datang berulang-ulang bisa mengganggu pikiran dan tidak bisa dikontrol. Dalam hal ini menurut Ratna berhubungan dengan konsep diri seseorang.

Apabila seseorang tidak bisa mengontrol dirinya dan justru terus mengikuti kecemasannya, maka itu dapat mengganggu pikiran serta perilakunya. Pada akhirnya itu menyebabkan perilaku yang berulang-ulang.

"Dia melakukan berulang-ulang dan menimbun barang itu yang disebut dengan obsesif kompulsif. Dia tidak bisa lepas dari itu dan barang apapun itu selalu ditimbun," kata Ratna.

Selain karena obsesif kompulsif, faktor lain adalah karena rasa trauma di masa lalu. Beberapa barang dinilai memiliki kenangan tersendiri yang bila dibuang pemilik akan merasa kehilangan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi