Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ketua Badan Anggaran DPR-RI
Bergabung sejak: 4 Okt 2021

Ketua Badan Anggaran DPR-RI. Politisi Partai Demoraksi Indonesia Perjuangan.

Pilpres dan Perlunya Jaga Persatuan serta Keutuhan Bangsa

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS
Ilustrasi
Editor: Egidius Patnistik

MENJELANG pendaftaran calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), masyarakat Indonesia, terutama kalangan elite politik perlu terus menebar suasana sejuk dan kondusif. Berbagai komentar yang dapat memicu ketegangan, kecurigaan, konfrontasi sosial semaksimal mungkin dihindari.

Menjelang pasangan capres dan cawapres didaftarkan, peluang pilihan rakyat akan lebih mengerucut dan melahirkan tindakan-tindakan politik baru. Individu yang tadinya belum menentukan pilihan atau yang sudah menentukan pilihan bisa jadi berubah pilihan politiknya.

Keadaan ini tentu akan meningkatkan tensi politik nasional. Meningkatnya tensi politik nasional menjelang pemilu adalah keadaan yang wajar dalam demokrasi. Namun keluar dari kewajaran jika mengarah pada aksi kekerasan dan persinggungan suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA).

Baca juga: Hasto Sebut Bakal Cawapres Ganjar Tak Jauh dari Nama yang Beredar, tapi Ingatkan soal Pilpres 2019

Untuk itu, elite politik harus bisa menahan diri, para kaum cerdik pandai perlu terus mendorong ruang publik dalam arena pertarungan ide dan gagasan. Dengan demikian, pengaruhnya ke masyarakat yang berbeda dukungan tidak akan menimbulkan polarisasi sosial sangat tajam. Perbedaan dukungan pada pasangan capres dan cawapres diharapkan sebatas hanya perbedaan pilihan di tempat pemungutan suara (TPS). Pilpres harus kita letakkan sebagai momentum memilih putra terbaik untuk memimpin negeri.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesepakatan kita menempuh jalan demokrasi sebagai alat menentukan pemimpin dan wakil di parlemen bukanlah tanpa dasar. Demokrasi menjadi jalan paling partisipatif dalam pelibatan rakyat menentukan pemimpin, dan wakilnya. Demokrasi menggantikan kekerasan jalanan menjadi kontestasi akal sehat, dan adu ketajaman visi masa depan. Itulah sebabnya, dengan berdemokrasi yang baik kita bisa menunjukkan diri sebagai bangsa yang berkelas, bangsa yang berperadaban tinggi.

Sebaliknya, kegagalan kita berdemokrasi atau menggunakan demokrasi dengan penuh muslihat justru merendahkan diri kita, kita bisa gagal menuju bangsa bermartabat. Bila demokrasi kita gagal, ada harga yang harus kita bayar, antara lain gagal memilih calon pemimpin yang berkualitas, munculnya segregasi sosial yang tajam, bahkan aksi-aksi kekerasan yang memakan korban.

Mencermati peta dan rute yang diajukan para calon pemimpin

Tujuan kita memilih pemimpin bukan tujuan final. Tujuan kita memilih pemimpin agar mengantarkan kita dalam menahkodai kapal kebangsaan ini menempuh tujuan kita dalam bernegara, yakni mendapatkan keadilan dan kemakmuran, menjadi bangsa yang berperadaban tinggi, dan berperan penting bagi tata dunia yang lebih baik.

Karena itu, para capres dan cawapres dituntut untuk menggelar peta, menunjukkan rute dan kompas pembangunannya selama lima tahun ke depan. Tugas kita sebagai rakyat mencermati dengan seksama peta dan rute yang ditunjukkan para calon pemimpin tersebut.

Baca juga: Relawan Setia Prabowo Ucapkan Ikrar Siap Menangkan Pilpres 2024

Rakyat perlu menyibukkan dirinya dalam mencermati peta dan rute yang ditunjukkan para calon pemimpin. Rakyat harus melatih penalaran, siapa diantara mereka yang peta dan rutenya akurat, realistis, dan dapat dipercaya. Bila perlu rakyat harus istikharah, membuka pintu langit, agar mata batin dan penalarannya dibeningkan, dengan tujuan bisa memilih pemimpin yang tepat. Sebab dengan memilih pemimpin yang tepat, ibaratnya sudah setengah jalan menuju cita-cita bersama.

Dengan menempatkan diri pada perannya masing masing, sesungguhnya baik bagi calon pemimpin maupun rakyat. Kita optimis demokrasi Indonesia akan semakin berkualitas, sehingga yang terpilih adalah cerminan makna dari vox populi vox dei.

Selebihnya, di luar urusan kepemiluan, baik saat pemilu maupun tidak sedang ada pemilu, para pemimpin bangsa secara otentik perlu menunjukkan dekatnya jarak silaturahmi. Mungkin ada yang bertanya apa kepentingan Ketua DPR Puan Maharani, yang merupakan kader PDI- P bersilaturahmi misalnya dengan Jusuf Kalla.

Demikian pula pertemuan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Presiden Joko Widodo, pertemuan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Semuanya, tidak lain kita maknai positif demi merawat jembatan silaturahmi tetap kokoh sebagai modal sosial bangsa. Pilihan politik boleh berbeda namun kebersamaan sebagai keluar besar bangsa Indonesia harus tetap terjaga.

Keutuhan negara dan bangsa di atas segalanya, yang harus dijaga melalui kebersamaan, kedamaian dan semangat kegotongroyongan seluruh rakyat. Kebinekaan dan ke-ika-an bukan penggalan makna yang terpisah. Kebinekaan wujud jati diri kita yang memang beragam identitas, namun ke-ika-an adalah semangat kita. Dengan persatuan nasional inilah kita yakin seyakinnya bisa mengatasi segala tantangan kebangsaan apapun bentuknya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi