Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bergabung sejak: 20 Mar 2020

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Kreativitas Verbal Tetap Dibutuhkan di Era ChatGPT

Baca di App
Lihat Foto
Forbes
Ilustrasi ChatGPT
Editor: Sandro Gatra

Oleh: Sania, Renata V. Gunjaya, Cecilia Ang, dan P. Tommy Y. S. Suyasa*

SIAPA yang tidak tahu ChatGPT? Chat Generative Pre-trained Transformer (ChatGPT) menjadi aplikasi artificial intelligence (AI) yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia, khususnya pada 2023 (Annur, 2023).

Sebenarnya banyak aplikasi AI selain ChatGPT, misalnya: Perplexity, Bing, Copy.ai, dan lain-lain.

ChatGPT bukan AI pertama yang dikembangkan. Namun ChatGPT menjadi nomor satu dalam pemilihan aplikasi oleh masyarakat Indonesia. Mungkin karena ChatGPT paling banyak dibicarakan dalam media sosial.

ChatGPT merupakan AI yang dikembangkan sekitar 2018, oleh perusahaan OpenAI dengan nama ChatGPT-1.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ChatGPT-1 dikembangkan dengan kemampuan dalam tugas pemahaman bahasa. Prinsipnya, ChatGPT-1 didasarkan pada penginputan berbagai buku pada suatu data base yang dijadikan sebagai sumber data AI.

Melalui buku-buku tersebut, ChatGPT-1 dapat memprediksi kata berikutnya dalam kalimat.

ChatGPT-1 terus mengalami perkembangan hingga diluncurkan ChatGPT-2 pada 2019. ChatGPT-2 mampu membuatan teks dan menghasilkan teks multi-paragraf yang saling berhubungan satu dengan yang lain.

Setelah mengalami proses pengembangan lebih lanjut, OpenAI menghadirkan ChatGPT-3 yang semakin canggih.

Versi ini mampu menyusun email, menulis artikel, hingga menghasilkan kode pemrograman. Model ChatGPT inilah yang kemudian diperkenalkan kepada khalayak ramai pada 30 November 2022.

Semenjak diperkenalkannya aplikasi tersebut, ChatGPT menjadi semakin populer di kalangan masyarakat pengguna internet karena kemampuannya dalam menjawab pertanyaan, menerjemahkan bahasa, membuat resep masakan, memberikan rekomendasi lagu, buku, hingga rekomendasi jadwal perjalanan akhir pekan.

Saat ini, ChatGPT sudah menghadirkan ChatGPT-4, yang merupakan ChatGPT versi terbaru.

Dalam kehidupan sehari-hari, ChatGPT telah menunjukkan kontribusinya sebagai teknologi yang dapat membantu memenuhi kebutuhan manusia.

Dengan perkembangan terbaru, ChatGPT mampu memahami dan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dengan cukup baik, sehingga pengguna seolah-olah berinteraksi dengan sesama manusia.

Selain itu, aplikasi ini juga mampu menggali informasi secara luas dari berbagai sumber di internet sehingga dapat memberikan informasi dari berbagai bidang.

Namun demikian, kehadiran ChatGPT tidak terlepas dari kontroversi. Walaupun membawa manfaat, namun banyak kalangan tidak terkecuali dari dunia pendidikan, mengkhawatirkan kehadiran ChatGPT.

Dengan perkembangan ChatGPT yang semakin canggih, timbul kekhawatiran tumbuhnya ketergantungan yang dirasakan oleh siswa terhadap AI. Ketergantungan ini juga dikhawatirkan dapat melemahkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

Kreativitas verbal

Secara umum, kreativitas didefinisikan sebagai kemampuan untuk menghasilkan atau mengembangkan produk/karya, teori, teknik, atau pemikiran orisinal (American Psychology Association, 2023).

Setidaknya kreativitas terbagi menjadi empat jenis, yaitu: kreativitas verbal, figural, musik, dan kinestetik.

Di antara keempat jenis tersebut, kreativitas verbal adalah jenis yang paling sering digunakan dalam dunia pendidikan, khususnya untuk menghasilkan karya tulis.

Kreativitas verbal didefinisikan sebagai kemampuan berpikir luwes (lancar dan variatif), inovatif (unik/baru) dalam bentuk kata-kata yang terelaborasi dalam bentuk kalimat; kreativitas berhubungan dengan kemampuan berpikir divergen (Fink et al., 2020).

Namun demikian, dengan kehadiran ChatGPT, maka kreativitas verbal manusia tampak menjadi bersaing dengan AI.

Untuk menghasilkan kata-kata atau kalimat dengan jumlah tertentu secara cepat, aplikasi ChatGPT dapat dengan mudah melakukannya.

Demikian pula jika diminta lebih lanjut untuk menghasilkan konsep, maka ChatGPT dapat memberikan kata-kata atau kalimat variatif, unik, dan terelaborasi dengan baik.

Dengan demikian, terkesan tidak ada lagi keistimewaan kreativitas verbal manusia dibandingkan dengan aplikasi AI.

Lalu, masihkah kreativitas verbal manusia ada peluang untuk dianggap istimewa dan tetap dibutuhkan di era AI?

Secara umum, kreativitas manusia masih tetap dianggap istimewa. Bahkan saat kita bertanya kepada ChatGPT (OpenAI, 2023); dari tujuh jawaban yang diberikan oleh ChatGPT atas pertanyaan “Apa keistimewaan manusia dibandingkan AI?”, ChatGPT masih menyatakan bahwa kreativitas yang dimiliki oleh manusia berada pada urutan pertama yang menjadi kelebihan manusia dibandingkan ChatGPT.

Ketika ditanyakan kepada ChatGPT, “Apakah kreativitas verbal manusia masih lebih istimewa dibandingkan AI?”

Jawaban dari ChatGPT adalah “Kreativitas verbal manusia masih dianggap lebih istimewa dibandingkan dengan kreativitas yang dapat dihasilkan oleh kecerdasan buatan (AI) saat ini” (OpenAI, 2023).

ChatGPT memberikan argumentasi bahwa kreativitas verbal manusia bersifat kontekstual. Manusia memiliki kemampuan untuk memahami dan merespons konteks dengan sangat baik.

Manusia juga dapat menggunakan pengetahuan tentang budaya/sejarah dan pengalaman pribadi untuk merespons secara lebih relevan. Kreativitas manusia berakar pada pengalaman hidup dan pemahaman mendalam tentang suatu makna (OpenAI, 2023).

Saat membaca jawaban ChatGPT, mungkin kita sebagai manusia merasa bangga, senang, antusias, dll.

Namun, jawaban yang disampaikan oleh ChatGPT bahwa manusia bersifat kontekstual, menggunakan pengetahuan, budaya/sejarah, pengalaman pribadi secara mendalam, dan relevan, sebenarnya juga ada pada jawaban-jawaban ChatGPT.

Lalu, apakah kita percaya bahwa kreativitas verbal manusia lebih istimewa dibandingkan AI?

Secara logika, kita tidak bisa mencegah jika ada yang meragukan jawaban bahwa kreativitas verbal manusia masih dianggap lebih istimewa dibandingkan dengan kreativitas yang dapat dihasilkan oleh kecerdasan buatan.

Namun demikian, sebagai manusia kita tidak boleh menyerahkan sepenuhnya tugas dan tanggung jawab kepada AI.

Dalam situasi tertentu, khususnya situasi yang membutuhkan tanggung jawab publik dan bersifat spontan, kita tidak dapat menjadikan ChatGPT sebagai andalan.

Sebagai contoh, saat kita harus berbicara, presentasi, ataupun tanya jawab di hadapan publik secara spontan, maka ChatGPT tidak dapat menjadi andalan.

Kita akan dinilai oleh publik berdasarkan kemampuan, kelancaran, keragaman, keunikan, dan kedalaman (kejelasan) kita dalam menyampaikan ide, konsep, atau jawaban.

Demikian pula saat kita bercerita yang membutuhkan kedalaman emosi; misalnya saat seorang Ibu sedang menceritakan dongeng kepada anak.

Saat menceritakan dongeng, cerita yang disampaikan oleh seorang Ibu perlu bernada dinamis, sehingga imajinasi dan emosi anak terbawa.

Kreativitas verbal tetap dibutuhkan sebagai dasar dari performa akademik. Berdasarkan hasil penelitian Kartana et al. (2018), kreativitas verbal memprediksi prestasi akademik mahasiswa.

Semakin tinggi kreativitas verbal mahasiswa, semakin tinggi prestasi akademik yang dimilikinya.

Dengan demikian, saat institusi pendidikan akan menyaring mahasiswa yang berpotensi memiliki performa akademik yang baik, dibutuhkan identifikasi kreativitas verbal.

Proses identifikasi kemampuan kreativitas verbal, dapat dilakukan dengan menggunakan alat ukur kreativitas verbal.

Saat ini, tim riset Universitas Tarumanagara sedang mengembangkan alat ukur Kreativitas Verbal dengan nama Contextual Verbal Creativity Test (CVCT). Alat ukur CVCT ini sudah melalui pengujian psikometris.

Berdasarkan hasil pengujian, alat ukur ini cukup layak untuk menguji kreativitas verbal individu.

Berharap alat ukur CVCT dapat menjadi instrumen untuk membantu mengidentifikasi kreativitas verbal penggunanya.

Lebih lanjut setelah diidentifikasi, kreativitas verbal yang ada dapat dikembangkan melalui intervensi metode pembelajaran kondusif (Wang & Li, 2022), pola asuh orangtua (Pérez-Fuentes et al., 2019), penggunaan teknologi (Chung et al., 2015), ataupun apresiasi karya sastra/puisi (Osowiecka & Kolanczyk, 2018).

Berdasarkan tulisan ini, kreativitas verbal manusia dalam situasi tertentu tampak masih memiliki keistimewaan yang saling melengkapi dengan teknologi AI.

Saat membutuhkan ide, manusia dapat meminta bantuan AI untuk menghasilkan ide. Ide yang dihasilkan/diinspirasikan oleh AI, dapat diparafrasa sehingga sesuai atau relevan dengan konteks yang dibutuhkan oleh manusia.

Melalui sentuhan manusia, ide yang dihasilkan oleh AI dapat dimodifikasi, diberikan muatan emosi, sehingga dapat tersampaikan dengan lebih baik dan lebih hidup.

Dengan adanya AI, manusia seharusnya lebih bersemangat atau termotivasi untuk menghasilkan ide agar tujuan baiknya dapat lebih mudah tercapai.

*Sania, Renata V Gunjaya, dan Cecilia Ang, Mahasiswa S1 Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara
P. Tommy Y. S. Suyasa, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi