Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Masa Depan Fenomena Gerhana Matahari Total Mungkin Punah, Hanya Ada Cincin Api

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS / YUNIADHI AGUNG
Fase Gerhana Matahari Total terlihat di Kota Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (9/3/2016).
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Gerhana Matahari adalah salah satu fenomena astronomi yang paling ditunggu masyarakat.

Terdapat beberapa jenis fenomena astronomi ini, mulai dari gerhana Matahari total, gerhana Matahari cincin, hingga gerhana Matahari sebagian.

Namun, pakar astronomi dari Hayden Planetarium, New York, Amerika Serikat, Joe Rao memprediksi, gerhana Matahari mungkin tidak dapat disaksikan di masa depan.

Dilansir dari Space, Minggu (8/10/2023), kondisi tersebut dikarenakan jarak rata-rata Bulan ke Bumi bertambah sekitar 3,8 sentimeter setiap tahunnya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akibatnya, bukan gerhana Matahari total, kemungkinan gerhana hanya akan berbentuk lingkaran cincin api atau annular.

Baca juga: Bagaimana Fenomena Gerhana Dapat Terjadi? Berikut Penjelasannya


Baca juga: Sederet Fenomena Astronomi pada Oktober 2023, Apa saja?

Fenomena gerhana Matahari

Gerhana Matahari terjadi saat Bulan tepat berada di antara Bumi dan Matahari, sehingga bayangan Bulan jatuh ke sebagian permukaan Bumi.

Dilansir dari laman Observatorium Bosscha, bayangan ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu umbra, penumbra, dan antumbra.

Umbra adalah bayangan inti yang berada di bagian tengah, sehingga akan tampak sangat gelap pada saat terjadi gerhana.

Baca juga: 4 Hal yang Perlu Dihindari Saat Melihat Gerhana Matahari

Berbeda, bagian penumbra adalah bayangan kabur yang terjadi pada saat fenomena gerhana berlangsung.

Sedangkan, antumbra adalah terusan dari umbra, tetapi dengan penampakan lebih terang.

Bayangan Bulan yang jatuh ke permukaan Bumi tersebut akan menutupi penampakan Matahari.

Baca juga: Apa yang Dimaksud dengan Angin Matahari? Simak Penjelasan Berikut

Jika bayangan Bulan menutupi Matahari dengan sempurna maka disebut sebagai gerhana Matahari total.

Namun, saat Bulan berada di titik terjauh dari Bumi, bayangannya tidak akan mampu menutupi seluruh permukaan Matahari.

Lantaran ukuran Bulan masih terlihat lebih kecil jika dilihat dari Bumi itulah, cahaya Matahari akan terlihat menyerupai cincin api. Fenomena ini yang dikenal dengan gerhana Matahari cincin.

Baca juga: Gerhana Matahari Cincin Oktober 2023, Bisakah Dilihat di Indonesia?

Umbra harus mengenai Bumi agar terjadi gerhana total

Joe Rao menjelaskan, Bulan bergerak mengelilingi Bumi dalam orbit atau lintasan berbentuk elips.

Pada titik terdekatnya dengan Bumi atau disebut perigee, Bulan dapat mendekat dalam jarak 356.371 kilometer.

Saat berada di titik terjauh dari Bumi atau apogee, jaraknya adalah 406.720 kilometer. Sedangkan, jarak rata-rata Bumi ke Bulan sejauh 384.748 kilometer.

"Agar gerhana total dapat terjadi, bayangan umbra Bulan yang gelap harus bersentuhan dengan permukaan Bumi," kata Rao.

Wilayah permukaan Bumi yang terkena bayangan ini akan mengalami gerhana Matahari total lantaran bayangan gelap Bulan sepenuhnya menutupi Matahari.

Baca juga: Daftar Negara yang Pernah Mendarat di Bulan, Terbaru India

Namun, bayangan ini secara umum memiliki panjang rata-rata hanya sekitar 378.000 kilometer, lebih kecil dari jarak rata-rata Bulan ke Bumi.

"Itu sebabnya, ketika Bulan baru melintas langsung di antara Bumi dan Matahari, jika secara umum jaraknya lebih dari 378.000 kilometer, ujung bayangan umbra yang gelap akan gagal melakukan kontak dengan Bumi," ujar Rao.

Sebagai gantinya, menurut dia, "bayangan negatif" atau terusan dari umbra yang dikenal sebagai antumbra, akan tercipta.

Dikutip Live Science, Rabu (11/10/2023), kondisi itulah yang memunculkan fenomena gerhana Matahari cincin, seperti yang akan terjadi di sebagian besar wilayah Amerika pada 14 Oktober 2023.

Baca juga: Ada 4 Gerhana Sepanjang 2023, 3 Dapat Dilihat di Indonesia, Apa Saja?

Bulan semakin menjauhi Bumi

Di sisi lain, sejak Juli 1969 hingga Desember 1972, 12 astronaut dalam misi Apollo meninggalkan serangkaian pemantul laser di permukaan Bulan.

Sejak itu, para astronom di Bumi secara rutin memantulkan laser untuk mengukur jarak antara Bulan dan Bumi secara akurat.

Analisis pengukuran tersebut menunjukkan bahwa jarak rata-rata Bulan ke Bumi bertambah sekitar 3,8 sentimeter setiap tahunnya.

Kondisi tersebut dikarenakan pergerakan Bulan sangat terganggu oleh daya tarik Matahari, serta sedikit terganggu tarikan planet-planet dan Bumi.

Oleh karena itu, Bulan pun secara perlahan bergerak semakin jauh dari Bumi, berputar ke luar dan naik ke orbit yang lebih jauh.

Saat Bulan semakin menjauh, ukurannya akan tampak berkurang hingga akhirnya mencapai titik di mana bayangan umbra terlalu jauh untuk jatuh ke permukaan Bumi.

"Dan dengan demikian menghalangi terjadinya gerhana Matahari total," kata Rao.

Baca juga: Berapa Jumlah Manusia yang Pernah Tinggal di Bumi?

Kapan gerhana Matahari total punah?

Sementara itu, dalam bukunya yang bertajuk More Mathematical Astronomy Morsels, meteorolog dan astronom Jean Meeus mengatakan, tingkat pergeseran Bulan dari Bumi saat ini, yakni sebesar 3,8 meter per abad akan tetap konstan.

Jika benar demikian, maka dibutuhkan waktu sekitar 1,21 miliar tahun sebelum fenomena gerhana Matahari total menjadi mustahil untuk dinikmati.

Namun, jika memperhitungkan fakta bahwa bentuk orbit Bumi bervariasi lebih cepat daripada peningkatan jarak Bulan yang sangat lambat dan bertahap, mungkin tidak perlu menunggu selama itu.

"Akibatnya, dari 620 juta hingga 1.210 juta tahun ke depan, akan ada periode di mana gerhana Matahari total secara bergantian menjadi mungkin terjadi dan tidak mungkin terjadi, hingga akhirnya fenomena ini tetap mustahil terjadi selamanya," kata Meeus.

Baca juga: Proses Terjadinya Aurora, Fenomena Cahaya di Langit Kutub Bumi

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi