Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puncak Hujan Meteor Orionid 20-21 Oktober 2023, Bisa Dilihat di Indonesia?

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/Makarov Konstantin
Ilustrasi hujan meteor.
|
Editor: Farid Firdaus

KOMPAS.com - Puncak hujan meteor Orionid akan terjadi mulai Jumat (20/10/2023) sampai dengan Sabtu (21/10/2023).

Hal itu diungkapkan oleh Peneliti astronomi dan astrofisika di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Clara Yono Yatini.

“Dari 20 Oktober malam sampai 21 Oktober sebelum fajar,” kata Clara kepada Kompas.com, Jumat (13/10/2023).

Diketahui, hujan meteor Orionid terjadi mulai 26 September 2023 hingga 22 November 2023.

Lantas, bisakah dilihat di Indonesia?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Gerhana Matahari Cincin 14-15 Oktober 2023, Ini Daftar Wilayah yang Terdampak

Bisa dilihat di Indonesia

Clara mengungkapkan, hujan meteor Orionid tersebut dapat dilihat atau diamati di wilayah Indonesia.

Menurutnya, masyarakat bisa melihat hujan meteor Orionid secara langsung dengan mata telanjang.

“Asalkan cuaca cerah dan bisa melihat langit dengan jelas,” tuturnya.

Cara terbaik untuk melihatnya, yakni dengan mencari tempat pengamatan yang jauh dari polusi udara dan cahaya dan mudah dijangkau.

Baca juga: Apa Perbedaan Meteor, Asteroid, dan Komet? Berikut Penjelasannya

Jumlah meteor di waktu puncak

Dikutip dari Space, nantinya pada 20-21 Oktober 2023, diperkirakan Bumi akan dihujani oleh sekitar 20 meteor per jam.

Terlebih pada tahun ini, bulan akan lebih terang sekitar 37 persen sehingga hujan meteor Orionid akan terlihat lebih jelas.

Terkadang, hujan meteor Orionid menghasilkan tampilan spektakuler hingga 80 meteor per jam.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, hujan meteor Orionid menghasilkan tampilan yang lebih sederhana, yaitu sekitar 20 atau 30 meteor terlihat per jam.

Baca juga: Mengenal Komet: Pengertian, Asal Mula, hingga Contoh Komet

Penyebab hujan meteor Orionid

Orionid disebabkan oleh puing-puing es dan debu yang ditinggalkan komet Halley saat melewati tata surya.

Sedangkan hujan meteor Orionid terjadi saat Bumi melewati daerah penuh dengan puing-puing komet Halley tersebut.

Kemudian, puing komet Halley memanas atau terbakar saat memasuki atmosfer Bumi dan menghasilkan “bintang jatuh” yang mengesankan dan melesat melintasi langit.

Sehingga, pada saat itu tampak seperti hujan meteor jika dilihat dari Bumi.

Komet Halley membutuhkan waktu sekitar 76 tahun untuk sekali mengorbit atau memutari matahari di lintasannya.

Nama komet itu sendiri diambil dari nama astronom Inggris Edmond Halley. Ia meneliti laporan komet yang mendekati Bumi pada 1531, 1607, dan 1682.

Sementara itu, nama hujan meteor diambil dari konstelasi tempat munculnya meteor yang datang dari arah konstelasi Orion.

Baca juga: Ramai soal Halo Bulan, Apa Itu? Berikut Penjelasannya

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi