Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Dampak "Cancel Culture" terhadap Kesehatan Mental

Baca di App
Lihat Foto
iStockphoto/tumsasedgars
Ilustrasi bahaya cancel culture terhadap kesehatan mental.
|
Editor: Muhammad Zaenuddin

KOMPAS.com - Cancel culture merupakan istilah untuk tindakan (umumnya di dunia maya) membatalkan, memboikot, atau menghukum seseorang maupun kelompok akibat tindakannya yang (dianggap) salah.

Kondisi perdebatan atau saling menantang pandangan satu sama lain telah umum terjadi sepanjang sejarah manusia.

Namun internet, khususnya media sosial, telah mengubah cara, waktu, dan tempat interaksi semacam ini terjadi.

Banyak netizen yang menyalahkan orang lain atas ucapan dan perilaku, dan mengumpulkan kelompok untuk ikut serta dalam menghakimi mereka.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Benarkah Masalah Kesehatan Mental Ayah Bisa Menurun ke Anak? Ini Penjelasan Psikolog


Mengenal cancel culture

Menurut Pew Research Center, ungkapan “cancel culture” disebut berasal dari istilah slang, “cancel” (mengacu pada putusnya hubungan dengan seseorang), yang digunakan dalam lagu tahun 1980-an.

Istilah ini kemudian menjadi referensi dalam film dan televisi, yang kemudian berkembang dan mendapat daya tarik di media sosial.

Selanjutnya, cancel culture telah menjadi gagasan yang diperdebatkan mengenai apa makna dan tujuannya.

Termasuk apakah ini merupakan cara untuk meminta pertanggungjawaban orang, atau taktik untuk menghukum orang lain secara tidak adil, atau justru kombinasi keduanya.

Baca juga: Dilarang Pemerintah, Apa Itu Social Commerce dan Apa Saja Contohnya?

Sejalan dengan itu, dikutip dari laman Insider, cancel culture muncul dalam kesadaran kolektif sekitar tahun 2017.

Hal itu diakibatkan oleh kepopuleran gagasan "cancel" terhadap selebriti atas tindakan atau pernyataan bermasalah.

Gagasan cancel (pembatalan) sendiri merupakan "boikot budaya" terhadap selebriti, brand, perusahaan, atau konsep tertentu.

Istilah cancel telah digunakan dalam bahasa sehari-hari selama lebih dari satu dekade, sedangkan cancel culture adalah istilah yang jauh lebih baru.

Baca juga: Apa Arti Istilah Beige Flag dalam Sebuah Hubungan?

Dampak cancel culture bagi kesehatan mental

Maraknya tindakan cancel culture memberikan sejumlah dampak negatif, beberapa di antaranya terkait dengan masalah kesehatan mental.

Dampak budaya pembatalan terhadap kesehatan mental bergantung pada apakah Anda obyek dari cancel culture, pihak yang melakukan, atau hanya orang yang mengamati.

1. Terhadap obyek yang mengalami cancel culture

Dilansir dari laman Verywell Mind, fenomena cancel culture sering kali berubah menjadi penindasan terhadap orang yang menjadi obyek.

Mereka cenderung akan merasa dikucilkan, terisolasi secara sosial, dan kesepian. Kondisi tersebut dikaitkan dengan tingkat kecemasan, depresi, dan bunuh diri yang lebih tinggi.

Dibanding menciptakan dialog untuk membantu seseorang memahami bagaimana tindakannya menyakiti orang lain, cancel culture cenderung menutup semua komunikasi.

Dimana hal tersebut pada dasarnya justru merampas kesempatan orang yang menjadi obyek untuk belajar dan tumbuh dari kesalahan mereka.

Baca juga: Dampak Negatif Insomnia terhadap Kesehatan Mental

2. Dampak bagi pelaku cancel culture

Cancel culture terhadap orang atau brand yang dianggap melakukan pelanggaran tidak selalu menyebabkan mereka mengubah keyakinan atau membawa perubahan yang bertahan lama.

Dalam beberapa kasus, cancel culture justru mempunyai efek sebaliknya dari apa yang diinginkan.

Bahkan, cancel culture dapat membuat orang yang menjadi obyek berusaha keras untuk mempertahankan ego dan reputasi mereka.

Baca juga: 5 Manfaat Olahraga dan Latihan Fisik bagi Kesehatan Mental

3. Dampak bagi orang yang melihat

Cancel culture tidak hanya memengaruhi obyek dan pelakunya. Ia juga dapat efek bagi pada kesehatan mental orang yang melihat atau mengamatinya.

Setelah melihat begitu banyak orang yang mengalami cancel culture, beberapa orang di sekitar situasi tersebut bisa merasa ketakutan.

Mereka menjadi diliputi kecemasan bahwa orang-orang akan berpaling dari mereka jika mereka mengekspresikan diri sepenuhnya.

Hal ini dapat menyebabkan mereka memendam pikirannya alih-alih membicarakan dan memikirkan pendapat dan emosinya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi