Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bergabung sejak: 1 Jan 1970

Bagaimana Kondisi Pendidikan Indonesia Saat Ini?

Baca di App
Lihat Foto
Freepik/jcomp
Salah satu indikator untuk mengukur kemajuan suatu negara dapat dilihat melalui kualitas pendidikan formalnya.

Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Ristiana D. Putri

KOMPAS.com - Salah satu indikator untuk mengukur kemajuan suatu negara dapat dilihat melalui kualitas pendidikan formalnya. Hal ini karena pendidikan dapat mencerminkan tingkah laku, sikap, dan sifat masyarakatnya melalui penerapan ilmu pada kehidupan sehari-hari.

Hal inilah yang diamini oleh Dian Sastrowardoyo dan Marchella FP. Dalam siniar Beginu episode “Upaya Perubahan Melalui Pendidikan” dengan tautan s.id/BeginuPendidikan, keduanya menganggap pendidikan adalah upaya perubahan, bagi suatu individu yang kemudian berdampak pada negara.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semua orang memiliki pendapatnya masing-masing terhadap pendidikan. Begitu pula aktris dan penyanyi lulusan Universitas Oxford, Maudy Ayunda, yang perkataannya beberapa waktu lalu sempat ramai karena ia ingin mengubah format soal pilihan ganda menjadi opsi terbuka.

Namun, melihat situasi pendidikan Indonesia yang rasanya masih jauh dari Finlandia, bahkan Singapura, apakah sikap optimisme ini dapat terlaksana?

Apa yang dikatakan Maudy tidaklah salah karena pada dasarnya jawaban terbuka dapat melatih pemikiran kritis para siswa.

Sayangnya, masalah pendidikan di Indonesia yang harus dihadapi sekarang bukan hanya soal pilihan ganda yang diubah jadi jawaban terbuka, melainkan masalah sistemik yang masih sulit dipecahkan.

Baca juga: Mengapa Anak Muda Harus Memiliki Kesadaran Politik?

Melansir Kompas.id, meskipun saat ini pendidikan Indonesia mengalami banyak kemajuan, namun upayanya masih belum maksimal.

Hal ini terkendala masalah-masalah, seperti kurangnya kesejahteraan tenaga pengajar, minimnya akses terhadap pendidikan, hingga rendahnya tingkat pengetahuan dan ekonomi masyarakat.

Mirisnya Nasib Guru di Indonesia

Dalam laporan BPS mengenai situasi pendidikan di Indonesia pada 2022, jumlah guru pun menurun jika dibandingkan tahun sebelumnya.

Statistik penurunan paling banyak terjadi pada jenjang sekolah dasar karena terdapat 78 ribu guru yang sudah tak terdaftar di Kemendikbudristek.

Padahal, keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari keberadaan seorang guru dalam melakukan pengajaran.

Bahkan, isu tentang pentingnya keberadaan seorang guru dalam mendukung proses pembelajaran tercantum dalam salah satu target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG), yaitu ingin meningkatkan pasokan guru yang berkualitas.

Akan tetapi, kenyataannya, banyak guru yang masih belum mendapat apresiasi layak. Salah satu cerita, Desi (48) yang telah mengabdi menjadi guru honorer di salah satu SDN wilayah Bandung selama 14 tahun, namun upah tertingginya hanya mencapai angka satu jutaan.

Selama mengajar itulah, Desi telah memberikan dan memotivasi murid-muridnya untuk mau berkembang agar mampu bersaing menjadi orang yang lebih baik. Mirisnya, ucapan Desi pun tak berbalik kepada dirinya.

Sementara itu, pemerintah yang bungkam bak membuat para guru seperti Desi untuk terus bekerja dengan upah ketulusan serta pengabdian, padahal dua hal ini sebenarnya adalah bayaran yang tak ternilai harganya.

Tingginya Angka Putus Sekolah

Semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin sulit pula seorang siswa untuk meneruskan mimpinya. Data dalam laporan BPS pun menunjukkan meningkatnya angka putus sekolah di samping tingginya jenjang pendidikan.

Pada tingkatan sekolah dasar, terdapat 1 dari 1.000 orang yang putus sekolah. Angka ini lebih rendah dibandingkan jenjang sekolah menengah atas yang mencapai 13 dari 1.000 orang yang putus sekolah.

Jika dilihat berdasarkan tipe daerah, terdapat kesenjangan antara perkotaan dan perdesaan. Angka putus sekolah pada semua jenjang pendidikan di pedesaan lebih tinggi dibandingkan di perkotaan.

Hal ini disebabkan karena anak-anak yang tinggal di perkotaan lebih mudah mengakses sekolah dibandingkan anak-anak di pedesaan.

Anak-anak di daerah yang terpencil banyak yang mimpinya terhalang keadaan ekonomi. Meskipun terdapat beasiswa, namun semakin bertambahnya usia, prioritas mereka untuk membantu ekonomi keluarga jauh lebih tinggi dibandingkan melanjutkan pendidikan.

Itulah mengapa tingkat putus sekolah pada laki-laki lebih tinggi jika dibandingkan perempuan.

Baca juga: Gap Generasi, Benarkah Generasi Milenial Lebih Boros?

Masalah sistemik inilah yang membuat pendidikan di Indonesia memang harus memberi solusi dari akarnya terlebih dahulu. Pemerintah harus mampu fokus membenahi kualitas pada daerah-daerah terpencil agar para siswa memiliki akses dan kesempatan yang merata.

Lalu, bagaimana kisah Marcella dan Dian Sastro terhadap pendidikan? Temukan jawabannya melalui perbincangan lengkapnya bersama Wisnu Nugroho dalam siniar Beginu episode “Upaya Perubahan Melalui Pendidikan” dengan tautan s.id/BeginuPendidikan di Spotify.

Di sana, ada banyak kisah dari para tokoh inspiratif yang mampu memberikan perspektif baru untuk hidupmu. Tunggu apalagi? Yuk, ikuti siniar Beginu dan akses playlist-nya di YouTube Medio by KG Media agar kalian tak tertinggal tiap ada episode terbarunya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Editor: Yohanes Enggar Harususilo
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi