Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PLTN Akan Dibangun di Indonesia pada 2030, Perlukah?

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
|
Editor: Farid Firdaus

KOMPAS.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan Indonesia akan membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) pada 2030.

"Ini masih dalam pembicaraan oleh berbagai pihak, yakni Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas),” ujar Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir BRIN Rohadi Awaludin, dikutip dari Kompas.com, Minggu (15/10/2023).

Rohadi mengatakan, pemerintah saat ini sedang mengolah data, namun belum diketahui apakah pembangunan akan dilaksanakan pada 2030 awal atau akhir.

Pembangunan PLTN nantinya akan menggunakan dua tipe kapasitas, yakni kecil dan besar.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sementara itu, sebelumnya Pengembang Teknologi Nuklir Ahli Utama BRIN Suparman menyebutkan bahwa ada 28 wilayah potensial yang bisa menjadi lokasi pembangunan PLTN.

Adapun proyeksi total kapasitas terpasang PLTN bisa mencapai 70 gigawatt (GW) pada 2060 dengan potensi wilayah terbanyak ada di Kalimantan Barat.

“PLTN pertama diusulkan untuk dibangun di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, dengan teknologi small modular reactor (reaktor modular kecil),” ucap Suparman.

Lantas, sudah perlukah Indonesia memiliki PLTN?

Penjelasan pakar

Pakar nuklir dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yudi Utomo Imardjoko menilai PLTN di Kalimantan merupakan keniscayaan.

Menurut dia, saat ini penambangan batu bara di Kalimantan sudah sangat merusak lingkungan. Apalagi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara juga mengeluarkan gas CO2.

"Jadi, dengan dibangunnya PLTN di pulau Kalimantan akan mengurangi efek rumah kaca," ujarnya.

Ia mengatakan, kebutuhan pembangunan PLTN itu juga sesuai dengan adanya keberadaan Ibu Kota Nusantara (IKN)

"Maka, sudah sewajarnya IKN didukung dengan pasokan energi yang handal seperti PLTN," jelasnya.

Menurutnya, secara geografis Kalimantan adalah pulau yang bukan daerah gempa.

Oleh sebab itu, kekhawatiran jika PLTN akan jadi musibah kalau terjadi gempa bisa dihilangkan.

Baca juga: Warga Korea Selatan Panic Buying Garam, Dipicu Rencana Jepang Buang Limbah Nuklir

Potensi limbah

Saat ditanya apakah PLTN berpotensi menimbulkan limbah yang membahayakan, Yudi mengatakan hal itu tergantung dari jenis PLTN-nya.

"Jika menggunakan bahan bakar Thorium, maka pengaruh limbah menjadi tidak signifikan," terangnya.

Dia menyarankan agar ke depan teknologi PLTN yang dipakai adalah PLTN generasi IV.

"Saran saya, gunakan teknologi PLTN generasi IV yang aman dan passive system," ujarnya.

Baca juga: Indonesia Bakal Manfaatkan Energi Nuklir

Dampak

Yudi menambahkan, ada dampak positif dan negatif dari adanya PLTN di Indonesia.

Dampak positifnya, yakni harga listrik bisa menjadi lebih murah tanpa subsidi.

Selain itu, kehandalan pasokan listrik dengan adanya PLTN juga menjadi lebih terjamin.

"Penguasaan teknologi tinggi beserta aturan keselamatan bisa menjadi cikal-bakal munculnya budaya selamat (safety culture) bagi bangsa Indonesia secara umum," paparnya.

Adapun dampak negatifnya, terkait dengan kekhawatiran adanya ketergantungan teknologi asing.

Ketergantungan itu menurut Yudi lambat laun bisa diperkecil sehinga bisa menumbuhkan industri-industri baru yang berteknologi tinggi.

Baca juga: Respons Malaysia, Singapura, dan Filipina soal Jepang Buang Limbah Nuklir ke Laut

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi