Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini dalam Sejarah: Peristiwa 17 Oktober 1952, Tank dan Meriam Mengarah ke Istana

Baca di App
Lihat Foto
Dok. Kompas
Peristiwa 17 Oktober
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Hari ini, 71 tahun yang lalu atau tepatnya pada 17 Oktober 1952, terjadi peristiwa ketika sejumlah perwira TNI AD yang dipimpin Kolonel Abdul Haris (AH) Nasution sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) bersama rakyat berdemo di depan Istana Merdeka, Jakarta.

Bahkan pada saat itu tank, meriam, dan persenjataan artileri dihadapkan ke arah Istana Merdeka.

Namun, bukan sebagai bentuk perlawanan, melainkan hanya meminta tuntutannya bisa dikabulkan oleh Presiden Soekarno.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: 7 Pahlawan Revolusi Korban G30S/PKI Ditemukan di Lubang Buaya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Urutan Pangkat TNI AD, AU, dan AL dari Tertinggi sampai Terendah

Awal mula kejadian

Dikutip dari Kompas.com (17/10/2018), latar belakang terjadinya peristiwa 17 Oktober 1952 tersebut yakni tertundanya pemilihan umum (pemilu) yang dianggap sebagai strategi Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) untuk mempertahankan kedudukan mereka di tengah kondisi politik yang tidak stabil pada saat itu.

Kondisi ini semakin diperparah dengan adanya sejumlah pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi dan lainnya yang merugikan negara.

Sementara itu, banyak juga anggota militer yang menjadi pimpinan politik yang membuat KSAD Kolonel AH Nasution dan Kepala Staf Angkatan Perang Mayjen TB Simatupang ingin mengembalikan tentara sesuai fungsinya.

Situasi tersebut mendapat respons tak baik oleh Kolonel Bambang Supeno. Supeno saat itu tak sependapat dengan AH Nasution dan bahkan menganggap kinerjanya tak baik.

Baca juga: Sejarah Lahirnya Kostrad TNI AD, Berawal dari Gagasan AH Nasution

Akhirnya, Supeno mengirimkan surat ke parlemen karena merasa tak puas dengan kepemimpinan AH Nasution.

Sehingga, internal militer pun terpecah menjadi dua pandangan dan DPRS ikut andil dalam masalah ini.

DPRS kemudian membuat sejumlah mosi untuk menyikapi masalah internal yang terjadi. Mosi itu menjadi sebuah persoalan baru karena dianggap terlalu mengintervensi terhadap masalah internal TNI.

Keadaan politik yang tidak stabil itu juga membuat rakyat geram dan menginginkan agar pemilu dipercepat sehingga anggota parlemen dapat segera diganti.

Baca juga: Kisah Serma Riadi, Babinsa TNI yang Ditangisi Anak-anak Saat Pindah Tugas: Om Tentara Cepat Pulang!

Melakukan unjuk rasa di Istana Merdeka

DPRS yang terlalu mengintervensi TNI AD itu membuat AH Nasution dan perwira militer lain meluapkan ketidakpuasannya dengan melakukan unjuk rasa.

Pada 17 Oktober 1952, para perwira militer bersama 30.000 demonstran melakukan unjuk rasa di Istana Merdeka, tempat tinggal Presiden Soekarno.

Tank, meriam, dan persenjataan artileri bahkan dihadapkan menuju ke Istana Merdeka.

Namun, hal tersebut bukan untuk melakukan perlawanan, mereka hanya meminta parlemen dibubarkan dan konflik dalam tubuh militer segera diakhiri.

Soekarno temui demonstran

Akhirnya, Presiden Soekarno menemui para demonstran dan mengatakan bahwa parlemen tidak begitu saja bisa dibubarkan.

Sebab, menurutnya ia bukanlah diktator yang bisa dengan bebas melakukan atau memutuskan apa pun begitu saja.

Soekarno membutuhkan pertimbangan dari berbagai pihak untuk menanggapi usulan yang disampaikan para demonstran.

Lantas demonstran sekejap menerima apa yang dikatakan Soekarno dan segera membubarkan diri.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Kesultanan Yogyakarta Bergabung dengan NKRI

AH Nasution mengundurkan diri

Dilansir dari Harian Kompas (12/2/1994), Kolonel AH Nasution kemudian mengundurkan diri dari jabatannya sebagai KSAD setelah permasalahan di internal militer makin parah.

Hal itu tanpa alasan, ia merasa bersalah dari apa yang saat itu sedang terjadi serta demi kebaikan perkembangan negara dan TNI selanjutnya. Sehingga, ia mengalah dengan melepaskan jabatannya itu.

Setelah itu, sempat ada tiga kolonel Bambang yang memimpin TNI AD pengganti AH Nasution, yakni Bambang Supeno, Bambang Sugeng, dan Bambang Utoyo.

Namun, kepemimpinan tiga Bambang itu tidak memuaskan Presiden Soekarno.

Baca juga: Mengenang Lahirnya Kapten Pierre Tendean, Ajudan Jenderal AH Nasution yang Gugur dalam G-30-S

Nasution kembali jadi KSAD

Masalah makin meruncing dan menjalar ke dalam internal militer secara menyeluruh yang membuat adanya "Piagam Keutuhan AD".

Perselisihan di kalangan militer terutama TNI AD dianggap selesai setelah adanya Piagam Keutuhan AD sebagai hasil pertemuan di Yogyakarta pada 25 Februari 1955.

Setelah adanya Piagam Keutuhan AD, AH Nasution kembali memimpin TNI AD dan mengembangkan profesionalisme militer sesuai fungsinya.

Baca juga: Ramai soal Warganet Penasaran Hukuman Disiplin di TNI, Apa Saja Jenisnya?

(Sumber: Kompas.com/Aswab Nanda Pratama | Editor: Bayu Galih)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi