KOMPAS.com - Gunung Slamet yang berada di wilayah Kabupaten Banyumas, Purbalingga, Pemalang, Tegal, dan Brebes, Jawa Tengah kembali aktif setelah lima tahun tidak menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanik.
Status Gunung Slamet dilaporkan naik, dari level satu atau Normal menjadi level dua atau Waspada.
Peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Slamet tersebut dimulai pada Kamis (19/10/2023).
Baca juga: Pendaki Tewas di Gunung Lawu Disebut Alami Paradoxical Undressing, Ini Tips Atasi Hipotermia
Masyarakat di lima kabupaten yang berada di lereng Gunung Slamet diminta tidak panik dan selalu memantau perkembangan situasi melalui sumber-sumber yang kredibel.
Ketua Tim Kerja Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Ahmad Basuki membenarkan bahwa status Gunung Slamet saat ini berubah menjadi waspada.
“Iya, betul, naik menjadi status waspada,” ujarnya kepada Kompas.com, Jumat (20/10/2023).
Baca juga: Apa Itu Hipotermia, Penyebab Mahasiswa Unsoed Tewas di Gunung Slamet
Baca juga: Video Viral Banjir Bandang di Kaki Gunung Slamet, Ini Penjelasan BPBD
Peningkatan status Gunung Slamet
Ahmad menjelaskan, peningkatan status dari Normal menjadi Waspada tersebut dilihat dari hasil rekaman kegempaan dan proyeksi peralatan pengukur perubahan bentuk dan wujud (deformasi), mulai 19 Oktober 2023 pukul 08.00 WIB.
Dengan peningkatan aktivitas vulkanik tersebut, apabila erupsi diperkirakan akan terjadi lontaran material pijar dengan jarak lontaran maksimal dua kilometer.
“Bisa juga terjadi erupsi abu, di mana material abu dapat menyebabkan hujan abu di lokasi tertentu yang ditentukan arah dan kecepatan angin,” kata dia.
Prediksi soal gunung api
Saat disinggung terkait dengan potensi erupsi Gunung Slamet, pihaknya tidak bisa memastikan. Pasalnya, bisa saja aktivitasnya menurun.
“Hal ini sulit diprediksi. Bahkan peningkatan aktivitas kegempaan dan deformasi ini juga belum tentu menghasilkan erupsi,” kata Ahmad.
Mengacu catatan sejarah, letusan Gunung Slamet berupa letusan eksplosif. Sejauh ini, tidak terjadi pertumbuhan kubah lava di Slamet. Oleh karena itu, diperkirakan erupsi yang dihasilkan pun tidak akan separah gunung api lainnya seperti Merapi.
Letusan eksplosif sendiri adalah letusan gunung berapi berupa ledakan yang memuntahkan bahan-bahan piroklastik di samping lelehan lava.
Ahmad menambahkan, sejauh ini kawah Gunung Slamet masih aktif.
"Kita terus lakukan pemantauan secara intensif guna mengevaluasi kejadian di Gunung Slamet," paparnya.
Baca juga: Beredar Video Gunung Bromo Kembali Hijau Usai Kebakaran akibat Prewedding, Ini Kata TNBTS
Karakteristik Gunung Slamet
Sementara itu, dikutip dari Kompas.com (19/10/2022), Gunung Slamet merupakan gunung api bertipe stratovolcano yang terbentuk akibat dari pertemuan antara Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng Eurasia di bagian selatan Pulau Jawa.
Dilansir dari laman Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), sejarah letusan Gunung Slamet terekam mulai 1772.
Tipe letusan dari Gunung Slamet berupa letusan abu disertai lontaran sekoria dan batu pijar, kadang-kadang bahkan mengeluarkan lava pijar.
Pada Oktober 2022 Gunung Slamet belum menunjukkan kenaikan intensitas, sehingga statusnya masih berada pada Level I (Normal).
Baca juga: Viral, Video Sebut Gunung Api Aktif Muncul di Surabaya, Benarkah?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.