Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Mimpi Buruk" Lain di Gaza, Saat Warga Harus Menjalani Operasi Tanpa Anastesi

Baca di App
Lihat Foto
AFP/DAWOOD NEMER
Warga Palestina menyusuri puing-puing Gereja Ortodoks Yunani Saint Porphyrius yang hancur, gereja tertua yang masih digunakan di Gaza, yang rusak dalam serangan di Kota Gaza pada 20 Oktober 2023, di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Palestina Hamas. Ribuan orang, baik warga Israel maupun Palestina telah tewas sejak 7 Oktober 2023, setelah militan Hamas Palestina yang berbasis di Jalur Gaza, memasuki Israel selatan dalam serangan mendadak yang membuat Israel mengumumkan perang terhadap Hamas di Gaza pada 8 Oktober.
|
Editor: Farid Firdaus

KOMPAS.com- Ketika serangan Israel semakin masif dan korban luka terus membanjiri rumah sakit di Gaza di tengah keterbatasan, para dokter terpaksa melakukan operasi tanpa anestesi.

Anestesi merupakan tindakan yang diambil sebelum operasi dimulai untuk mengurangi rasa sakit yang mungkin terjadi selama proses pembedahan dilakukan.

Kondisi ini menjadi "mimpi buruk" lain bagi para pasien di tengah bayang-bayang gempuran Israel di Gaza.

Tanpa persediaan medis yang cukup, para dokter hanya bisa bertahan dengan apa pun yang mereka temukan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumah sakit di Jalur Gaza hampir runtuh di bawah blokade Israel yang memutus aliran listrik dan pengiriman makanan serta kebutuhan lainnya ke wilayah tersebut.

Baca juga: Krisis Air dan Eksodus Warga Palestina Usai Israel Akan Gempur Gaza

Tak ada pasokan medis

Mereka kekurangan air bersih, kehabisan bahan-bahan dasar untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah infeksi, serta bahan bakar untuk generator mereka semakin menipis.

"Kami kekurangan segalanya dan kami menghadapi operasi yang sangat rumit," kata salah seorang dokter di Rumah Sakit Al Quds, Nizal Abed, dikutip dari AP News.

"Orang-orang ini ketakutan, begitu juga saya. Tetapi, tidak mungkin kami akan mengungsi," sambungnya.

Pusat medis tersebut masih merawat ratusan pasien yang bertentangan dengan perintah evakuasi yang diberikan militer Israel pada Jumat.

Sekitar 10.000 warga Palestina yang terdampak pemboman juga mengungsi di kompleks rumah sakit.

Makanan, air dan obat-obatan pertama kali masuk ke Gaza dari Mesir pada Sabtu (21/10/2023) setelah terhenti di perbatasan selama berhari-hari.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, ada 20 truk yang membawa obat-obatan dan pasokan medis ke Gaza.

Pekerja bantuan dan dokter memperingatkan bahwa bantuan tersebut tidak cukup untuk mengatasi krisis kemanusiaan yang semakin meningkat di Gaza.

Baca juga: Nasib Warga Palestina di Israel: Diskors dari Pekerjaan dan Sekolah

Mencari alternatif lain

Di seluruh rumah sakit di wilayah tersebut, kecerdikan sedang diuji.

Abed mengaku telah menggunakan cuka rumah tangga dari sebuah toko sebagai desinfektan.

Namun, terlalu banyak dokter yang memiliki gagasan yang sama, sehingga stok cuka pun sudah habis.

Kini, mereka membersihkan luka korban dengan campuran garam dan air tercemar yang menetes dari keran karena Israel memutus aliran air.

Kurangnya perlengkapan bedah memaksa beberapa staf menggunakan jarum jahit untuk menjahit luka. Padahal, hal ini dapat merusak jaringan.

Kurangnya perban memaksa petugas medis untuk membungkus luka bakar yang besar dengan pakaian dan berpotensi menyebabkan infeksi.

Stok antibiotik yang sangat sedikit memaksanya hanya memberikan satu pil daripada beberapa pil kepada pasien yang menderita infeksi bakteri parah.

"Kami melakukan apa yang kami bisa untuk menstabilkan pasien, mengendalikan situasi. Orang-orang sekarat karena ini," jelas dia.

Baca juga: Langkah Pemerintah Palestina Hentikan Pertumpahan Darah dan Atasi Krisis di Gaza...

Serangan meluas

Hingga kini, sebanyak 4.385 warga Palestina menjadi korban tewas dalam konflik Hamas-Israel, sedangkan korban tewas di pihak Israel mencapai 1.400 orang, dikutip dari Aljazeera.

Pada Minggu (22/10/2023) pagi, militer Israel menyerang sebuah masjid di Tepi Barat dan menyebabkan beberapa orang tewas.

Israel mengeklaim, masjid itu digunakan oleh Hamas sebagai pusat komando.

Rekaman di media sosial menunjukkan kerusakan parah pada masjid yang terletak di kamp pengungsi Jenin, Tepi Barat.

"Saksi mata berbicara kepada kami dan mengatakan mereka melihat jet tempur F di langit," kata jurnalis Aljazeera, Sara Khairat Saud.

"Mereka mendengarnya dan kemudian tentara Israel keluar untuk memastikan bahwa itu adalah serangan udara," sambungnya.

Dalam serangan terpisah, pasukan Israel membunuh lima warga Palestina di Tepi Barat pada Sabtu (21/10/2023) malam.

Baca juga: Panduan Memahami Konflik Israel-Palestina yang Berlangsung 100 Tahun

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi