Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelaku Usaha Memberi Kembalian dengan Permen, Bagaimana Aturan Hukumnya?

Baca di App
Lihat Foto
Unsplash/Fiqri Azis Octavian
BI menganjurkan agar kembalian tetap menggunakan uang rupiah dan bukan barang.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Permen sering kali menjadi alternatif kembalian saat tidak ada uang koin bagi beberapa pelaku usaha di Indonesia.

Biasanya nominal uang kembalian yang akan diganti dengan permen berkisar antara Rp 100-Rp 1.000. 

Namun, ternyata tindak pelaku usaha yang memberikan kembalian berupa permen telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Mata Uang maupun UU Perlindungan Konsumen.

Baca juga: Apakah Anak Magang Digaji? Ini Aturan yang Harus Diketahui Internship

Lantas, bagaimana aturan hukumnya?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Baca juga: Apakah Pekerja Magang Bisa Resign Sebelum Masa Kerja Habis?

Penjelasan YLKI

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Sujatno mengatakan bahwa hukum kembalian dengan permen tidak diperbolehkan, baik dalam Undang-Undang (UU) Mata Uang maupun UU Perlindungan Konsumen.

Ia melanjutkan, dalam UU Mata Uang ditegaskan bahwa rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang, dan/atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di wilayah Indonesia.

"Sedangkan dalam UU Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa pelaku usaha wajib beriktikad baik. Dengan demikian pengembalian harus dengan nilai tukar yang disepakati dan sah," ujarnya kepada Kompas.com, Selasa (24/10/2023).

Uang kembalian ditukar permen bukan merupakan alat pembayaran yang sah, sehingga dapat diancam pidana kurungan maksimal 1 tahun dan denda maksimal Rp 200 juta.

Hal tersebut sesuai dengan Pasal 33 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Kendati demikian, apabila keduanya, pembeli dan penjual telah sepakat dengan kondisi tersebut, maka penjual tidak dikenakan sanksi pidana.

Baca juga: Kata YLKI soal Cara Karyawan KFC Minta Maaf ke Konsumen via TikTok

Pelaku usaha dapat digugat secara perdata

Sementara itu, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan bahwa pedagang seharusnya tidak boleh memberikan kembalian dengan menggunakan permen atau barang lain.

Pelaku usaha dapat dikenakan tindak perdata, karena dasar hubungan hukumnya adalah perbuatan perdata yaitu jual beli.

"Jika pembeli tidak setuju dengan cara pengembaliannya, maka bisa menggugat penjual dengan gugatan wanprestasi," ujarnya kepada Kompas.com, Selasa (24/10/2023).

Baca juga: Gaji Guru Honorer Disebutkan di Bawah Upah MInimum, Bagaimana Aturannya?

Wanprestasi adalah tindakan di mana seseorang ingkar janji terhadap janji yang sudah dibuatnya dengan pihak lain.

Tetapi faktanya, kata Fickar, transaksi tersebut dari sudut besarannya sangat tidak mungkin diajukan gugatan ke pengadilan.

"Karena biaya pengajuan gugatan perdata itu sangat mahal. Karena itu diperlukan kepedulian LSM YLKI sebagai badan yang mewakili konsumen untuk mengadvokasi persoalan ini," terangnya.

"Sehingga ada regulasi yang bisa mewajibkan penjual mekakukan kewajibannya dengan benar dan wajar," imbuhnya.

Baca juga: Ramai soal Warganet Keluhkan Air Mineral di Restoran Terkenal Terlalu Mahal, Apa Kata YLKI?

Rupiah alat pembayaran sah di Indonesia 

Selain itu, dikutip dari Kompas.com (5/6/2023). Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa Rupiah merupakan alat transaksi pembayaran yang sah di Indonesia.

Untuk itu, BI mengimbau agar masyarakat termasuk pelaku usaha menggunakan Rupiah saat bertransaksi.

Lebih lanjut, BI juga mengatakan, bila pelaku usaha mengalami kesulitan untuk mendapatkan uang koin atau uang pecahan dengan nominal kecil, maka dapat menukarkan langsung ke bank maupun BI melalui aplikasi PINTAR.

Sehingga, para pelaku usaha dapat memberikan uang kembalian dalam bentuk Rupiah dan bukan benda seperti permen.

Baca juga: Ramai soal Kembalian Diganti Barang dan Bukan Uang Rupiah, Ini Kata BI

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi