Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Eceng Gondok Tutupi Sungai Bengawan Solo, Pakar ITS Duga karena Hal Ini

Baca di App
Lihat Foto
Dokumentasi warga (Rizki)
Penampakan tanaman enceng gondok menutup permukaan sungai Bengawan Solo di Bojonegoro, Jawa Timur. (Dokumentasi warga/Rizki)
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Ada pemandangan tak biasa di Sungai Bengawan Solo di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur selama dua hari terakhir.

Sebab, permukaan sungai terpanjang di Pulau Jawa tersebut tertutup oleh tanaman eceng gondok.

Panjang permukaan sungai Bengawan Solo yang tertutup eceng gondok mencapai lima kilometer.

Masyarakat dapat menyaksikan fenomena eceng gondok memenuhi sungai Bengawan Solo dari Jembatan Sukomalo.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo, Maryadi Utama, mengatakan kemunculan eceng gondok berasal dari hulu sungai yang menumpuk di Bojonegoro.

Ia menyampaikan, pembersihan eceng gondok akan segera dilakukan oleh pemerintah daerah setempat dibantu petugas dari Pengelolaan Jasa Tirta (PJT).

"Ada banyak eceng gondok yang menumpuk di sekitar bendung gerak Karangnongko, Bojonegoro," ujar Maryadi dikutip dari Kompas.com, Jumat (27/10/2023).

Baca juga: Viral, Video Pencemaran Air di Kali Bekasi, DLH: 3 Perusahaan Sudah Masuk Ranah Pidana

Penyebab eceng gondok tutupi sungai Bengawan Solo

Tumbuh suburnya eceng gondok yang membuat permukaan sungai Bengawan Solo berubah hijau disorot pakar fisiologi hewan dan ekotoksikologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Analitika Data Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Prof Dewi Hidayati.

Ia mengatakan, meledaknya populasi eceng gondok di sungai Bengawan Solo kemungkinan disebabkan oleh faktor pencemaran bahan organik.

"Kandungan bahan organik di sungai tinggi dapat menjadi penyubur pertumbuhan eceng gondok," ujar Dewi ketika dihubungi Kompas.com, Sabtu (28/10/2023).

"Kelebihan bahan organik tersebut mungkin berasal dari kegiatan di daratan, misal sisa industri olahan pangan, restoran, sisa pakan dari tambak-tambak, sampah organik rumah tangga, dan sebagainya," jelasnya.

Selain pencemaran bahan organik, faktor lain mengapa populasi eceng gondok begitu banyak dipicu oleh berkurangnya biokontrol atau pengendali alami.

Dewi menerangkan, jumlah eceng gondok dapat bertambah jika populasi hewan yang memakan tanaman ini, seperti serangga dan ikan, berkurang.

Baca juga: Studi Ini Menunjukkan Fakta Pencemaran Udara di India akibat Plastik

Manfaat eceng gondok

Kemunculan eceng gondok memang bisa menjadi tanda ketidakseimbangan pada kondisi lingkungan.

Namun, tanaman tersebut bisa bermanfaat untuk menyerap zat-zat yang mencemari air, seperti bahan organik dan logam berat.

Dewi menerangkan, batang eceng gondok yang kuat dan lentur juga bisa dimanfaatkan untuk bahan membuat tas, wadah tisu, dan alat makan organik.

"Daunnya dapat digunakan untuk pupuk kompos," imbuhnya.

Baca juga: Misteri Temuan Kerangka Manusia dalam Drum di Aceh, Berada di Sungai sejak 2011

Cara membasmi eceng gondok

Dewi menyampaikan, eceng gondok bisa dibasmi dengan beberapa cara, salah satunya dengan menyediakan air yang kualitasnya sesuai untuk hewan-hewan pengendali alami.

"Biasanya saat larva dan anakan hewan-hewan rentan terhadap pencemaran sehingga kualitas air dan kualitas biota air di-monitoring secara berkala," sarannya.

Selain itu, eceng gondok juga bisa dihilangkan dengan pembersihan secara manual dengan cara dicabut.

Eceng gondok dapat diambil menggunakan alat berat kemudian batang dan daunnya dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan dan pupuk kompos.

Baca juga: Ingin Berpesta, Pria Mississippi Diduga Rusak Tanggul Sungai untuk Cegah Istri Pulang ke Rumah

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi