KOMPAS.com - Sosok Goenawan Mohamad menyita perhatian publik usai mengungkapkan rasa kekecewaannya terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelang akhir masa jabatannya.
Budayawan sekaligus pendiri majalah Tempo itu mengaku kecewa dengan sikap Jokowi yang dinilai ingin memperpanjang masa jabatannya dengan merestui pencalonan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto pada Pemilu 2024.
"Ya sangat berat. Berat sekali. Bukan karena saya memuja Jokowi. Karena mengharapkan sebenarnya, Indonesia punya pemimpin yang bisa diandalkan kata-katanya," ujarnya, dilansir dari Kompas.com, Jumat (3/11/2023).
Mata Goenawan bahkan sempat berkaca-kaca saat hendak melanjutkan kalimatnya sebelum air matanya akhirnya tumpah.
Pria 82 tahun itu mengatakan, pemasangan Gibran dengan Prabowo hanya akan menjadi perpanjangan tangan Jokowi pada masa mendatang jika memenangi pemilu.
"(Nantinya) yang jadi Presiden Prabowo Subianto dan di situ ada (Wapres) Gibran yang dia (Jokowi) kendalikan. Nah, kemudian problemnya adalah pertanggungjawaban konstitusinya bagaimana?" tanyanya.
Dia juga mengatakan bahwa Jokowi telah berdusta terkait sikapnya terhadap pencalonan Gibran setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan syarat usia capres-cawapres yang memuluskan langkah Gibran.
"Siapa yang bisa kita percaya. KPK tidak bisa dipercaya lagi. MK tidak bisa dipercaya lagi. Presiden yang kita sayangi tidak bisa dipercaya lagi. Lalu siapa? Itu krisis yang serius," kata Goenawan lagi.
Lantas, siapa Goenawan Mohamad?
Profil Goenawan Mohamad
Goenawan Mohamad memiliki nama lengkap Goenawan Susatyo Mohamad lahir Batang, Jawa Tengah pada 29 Juli 1941.
Goenawan merupakan anak bungsu dari delapan bersaudara. Ayahnya adalah tokoh pergerakan di kotanya. Semasa kecil, Goenawan tumbuh dalam keluarga penganut Islam terbuka.
Sejak masih kanak-kanak, dia sudah berkenalan dengan berbagai macam buku yang dibawa oleh ayahnya.
Dikutip dari laman Kemendikbud, Goenawan merupakan alumni Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia.
Pada 1965/1966, Goenawan mempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan di College d'Europe, Brugge, Belgia. Setelah itu, dia berkuliah di Universitas Oslo, Norwegia, pada 1966.
Goenawan juga pernah mengenyam pendidikan di Universitas Harvard dalam bidang pengetahuan pada 1989/1990.
Namun, karena perhatiannya lebih tertarik pada masalah masyarakat, kebudayaan, dan sastra, ia tidak pernah memperoleh gelar dari pendidikan tingginya itu.
Dia kemudian menikah dengan Widarti Djajadisastra dan memperoleh dua orang anak, yaitu Hidayat Jati dan Paramitha.
Baca juga: Siapa Panda Nababan yang Minta Gibran Duduk di Sebelahnya Usai Sebut Anak Ingusan?
Goenawan Mohamad dan karyanya
Goenawan dikenal sebagai penyair terkemuka di Indonesia. Dia memiliki karya puisi yang berlimpah sehingga namanya cukup diperhitungkan dalam kancah sastra Indonesia.
Selain penyair, Goenawan juga dikenal sebagai pemikir. Dia merupakan kritikus sastra dan penulis esai.
Debut karyanya lahir saat Goenawan masih bersekolah di tingkat SMA. Dia menerjemahkan sajak Emily Dickinson yang dimuat di Harian Abadi pada 1960-an.
Karyanya berhasil mengisi rubrik kebudayaan Harian Abadi bersama dengan penyair lainnya, seperti Taufiq Ismail, M. Syaribi Afn, Armaya, dan Djamil Suherman.
Sejumlah buku puisi yang sudah diterbitkannya, di antaranya Parikesit (1971), Interlude (1973), Asmaradana (1992), dan Misalkan Kita di Sarajevo (1998).
Baca juga: Mengenal Salvator Mundi, Lukisan Paling Kontroversial Karya Leonardo da Vinci
Selain menulis puisi, Goenawan Mohamad juga seorang esias. Selama tiga puluh tahun, dia mengisi kolom Catatan Pinggir di majalah Tempo yang makin mengukuhkan dirinya sebagai penulis esai terpandang.
Kumpulan esai pertamanya berjudul Potret Penyair Muda sebagai si Malin Kundang yang diterbitkan pada 1972 oleh Pustaka Jaya.
Pada 1980, penerbit Sinar Harapan menerbitkan kumpulan esai yang kedua dengan judul Seks, Sastra, dan Kita. Kumpulan esai ketiga berjudul Kesusastraan dan Kekuasaan diterbitkan oleh Pustaka Firdaus pada 1993.
Pada 2002, terbit esai-esai lainnya karya Goenawan. Pada 2005 Alvabet menerbitkan kumpulan esainya yang berjudul Setelah Revolusi Tak Ada Lagi.
Kumpulan sajaknya terbarunya adalah Tuhan dan Hal-Hal yang Tak Selesai terbit pada 2007.
Baca juga: Belajar Arti Kehidupan dari Karya Sastra
Karier Goenawan Mohamad
Selain menulis puisi dan esai, Goenawan juga merintisi karier di dunia jurnalistik dengan menjadi wartawan Harian Kami pada 1966.
Dia kemudian ikut mendirikan dan memimpin redaksi majalah Ekspres pada 1970—1971.
Gonawan juga tercatat pernah menjadi pemimpin redaksi Tempo sejak 1971—1998 dan majalah Zaman pada 1979—1985.
Baca juga: Perjalanan Karier Lala Bohang, dari Arsitek hingga Jadi Penulis
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.