Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi yang Dianggap Tak seperti Dulu Lagi...

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/ AJI YK PUTRA
Presiden Joko Widodo saat meninjau tol Indralaya-Prabumulih di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Kamis (26/10/2023).
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Kekecewaan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai diekspresikan oleh sejumlah pendukungnya.

Hal ini terjadi bersamaan dengan menguatnya isu politik dinasti, usai Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan kepala daerah bisa mendaftar calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Pemilu 2024, meski belum berusia 40 tahun.

Putusan MK ini dianggap memberi "karpet merah" terhadap putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres.

Tak lama setelah putusan itu, Gibran pun benar-benar dideklarasikan oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai pendamping Prabowo Subianto.

Baca juga: Sosok Goenawan Mohamad yang Menangis Saat Ungkapkan Kekecewaan terhadap Jokowi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekecewaan itu salah satunya diungkapkan oleh budayawan sekaligus pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad yang dulu kerap menyuarakan dukungannya pada Jokowi.

“Ya sangat berat. Berat sekali. Bukan karena saya memuja Jokowi. Karena mengharapkan sebenarnya, Indonesia punya pemimpin yang bisa diandalkan kata-katanya," kata Goenawan dalam acara Rosi bertajuk bertajuk “Rakyat Percaya Siapa: Jokowi, Ketua MK atau Gibran” KompasTV, Jumat (3/11/2023).

Tak seperti dulu lagi

Pengamat Politik Universitas Indonesia (UI) Cecep Hidayat mengakui, sikap Jokowi belakangan ini memang membuat para pendukungnya kecewa.

Pasalnya, Jokowi dulu dianggap sebagai sosok yang mampu membawa Indonesia menjadi lebih demokratis.

Namun, realitas saat ini justru tak seperti yang dicita-citakan oleh para pendukungnya.

“Banyak para pendukung Jokowi yang dulu mendukung mulai 2014 dan 2019, mereka ini percaya dan yakin Jokowi merupakan sosok yang mampu membawa indonesia sesuai dengan yang mereka cita-citakan, Indonesia makin demokratis, Indonesia makin baik,” kata Cecep kapada Kompas.com, Sabtu (4/11/2023).

“Tapi kemudian beberapa bulan yang lalu, utamanya sejak Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah regulasi bursa capres-cawapres, Jokowi yang mereka kenal sudah berubah” imbuhnya.

Baca juga: Saat Satu Per Satu Kader PDI-P Berbalik Serang Jokowi dan Gibran...

Ambisi kekuasaan Jokowi

Menurutnya, dugaan pelanggaran pada putusan MK soal batas usia capres-capawapres terlihat sangat vulgar. 

Sayangnya, Jokowi hanya diam dan tidak merespons pelemik tersebut secara tegas.

Cecep menjelaskan, isu Jokowi menginginkan jabatan presiden menjadi tiga periode juga semakin memukul perasaan para pendukungnya.

“Apa yang dilakukan Jokowi, kemudian ada kesan tidak dapat dipercaya lagi, terutama dalam penegakan politik dan hukum,” jelas dia.

Dengan kondisi ini, Jokowi seakan-akan ingin melaksanakan ambisi kekuasaannya, meski dalam jangka waktu pendek.

Padahal, dalam perhitungan ilmu politik, Cecep menyebut Indonesia seharusnya bisa menuju ke tahapan konsolidasi atau pematangan demokrasi dengan melewati 7-9 kali pemilu demokratis.

“Kita sudah enam kali pada 2024 besok. Tinggal sedikit lagi. Tapi menjelang pemilu keenam ini, terlihat Jokowi membawa Indonesia mengalami kemunduran atau surutnya demokrasi,” ungkapnya.

Baca juga: Menyoroti Pencopotan Baliho Ganjar-Mahfud Saat Kunjungan Jokowi di Bali...

Menunggu pembuktian Jokowi

Untuk itu, Cecep menilai bahwa Jokowi sebaiknya harus membuktikkan bahwa dia tetap menjadi sosok yang dikenal pendukungnya, seperti 2014 dan 2019 lalu.

Sosok yang dimaksudkan adalah menjadi pemimpin yang tidak haus akan kekuasaan.

“Menjadi sosok yang memang tidak tertarik atau haus kekuasaan. Jokowi harus juga menjadi aktor yang mengedepankan politik dan hukum terhadap proses yang terjadi,” tuturnya.

“Ketika selesai dua periode, harus diikuti oleh dirinya. Tidak memaksakan anaknya untuk maju, dengan mengubah regulasi yang sudah ada,” jelasnya.

Baca juga: Beda Nasib Gibran dan Budiman Sudjatmiko Saat Dukung Prabowo

Surat untuk Jokowi

Sebelumnya, seniman Butet Kartaredjasa mengirimkan surat pribadi kepada Jokowi berisi ungkapan kesedihannya atas situasi politik saat ini.

Surat itu disampaikan tak lama setelah putusan MK terkait batas usai capres-cawapres dan sebelum Gibran jadi bakal cawapres Prabowo.

"Rakyat Indonesia bukan orang bodoh yang tak bisa membaca peristiwa. Rakyat punya kecerdasan 'membaca' yang tersembunyi di balik semua itu," kata Butet dalam suratnya, dikutip dari Kompas.com, Sabtu (21/10/2023).

Dia mengaku tak ingin melihat warisan yang ditinggalkan Jokowi rontok akibat fenomena politik belakangan.

Padahal, Butet menyebut Jokowi sebagai sosok yang hampir memenuhi kriteria pemimpin ideal.

"Saya sungguh tidak ingin legacy njenengan sebagai 'role model' pemimpin yang baik akan rontok. Sejak 1998, kami berjuang untuk lahirnya seorang presiden yang pantas dihadikan contoh, barometer, tauladan, yang bisa dimiliki bangsa Indonesia sepanjang sejarahnya," ungkapnya.

"Sekarang kami sudah memiliki, yaitu njenengan (Pak Jokowi). Tinggal setahun lagi njenengan bekerja seperti kemarin-kemarin, kebanggaan itu akan abadi," lanjutnya.

Baca juga: Jawaban Jokowi, Kaesang, dan Prabowo soal Isu Dinasti Politik

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi