KOMPAS.com - Di tengah kasus cacar monyet, salah satu dokter dari Dinas Kesehatan Jakarta, Intan Rachmita mengingatkan agar masyarakat tidak melupakan adanya penyakit sifilis.
Meskipun sifilis adalah penyakit yang sudah lama ada di Indonesia, namun menurutnya, pengendalian penyakit ini masih belum optimal.
Bahkan menurut dia, data dari Kementerian Kesehatan 4-5 tahun terakhir menyatakan kasus sifilis meningkat sebanyak 70 persen.
Hal tersebut disampaikan Intan melalui unggahan TikTok pribadinya, @dr.intanrachmita, pada Rabu (1/11/2023).
Dalam unggahan tersebut, Intan menunjukkan sebuah gambar adanya seseorang dengan tangan dipenuhi bintik-bintik kehitaman yang menurutnya bukan tanda gejala monkey pox, melainkan tanda dari sifilis.
"Ini adalah tanda atau ruam pada pasien sifilis positif," ujarnya.
Ia mengatakan, gejala bintik tersebut merupakan gejala seseorang yang mengalami sifilis pada fase sekunder.
"Semua orang pada fokus monkey pox, tapi lupa kalau ada penyakit infeksi menular seksual yang penularannya hampir sama dengan monkey pox yang mana pengendaliannya belum baik di Indonesia," ucapnya.
Kompas.com telah mendapatkan izin untuk mengutip unggahan tersebut sebagai bahan pemberitaan.
Baca juga: Benarkah Lesi dan Ruam di Telapak Tangan Menandakan Penyakit Sifilis?
Fase sifilis
Ia menjelaskan, penyakit sifilis disebabkan oleh penularan bakteri Treponema pallidum.
Terdapat empat stadium dari penyakit tersebut, yaitu:
- Primer
- Sekunder
- Laten
- Tersier
Fase primer muncul setelah 10-90 hari usai seseorang terpapar bakteri namun tak diobati.
Pada fase ini, kata dia, akan muncul luka atau ulkus bersih di daerah kemaluan atau mulut.
Luka tersebut seringkali tak terdiagnosa oleh tenaga kesehatan karena luka berada di bagian dalam dan bukan ada di luar.
Jika pasien sifilis primer tak bisa mendapatkan pengobatan antibiotik yang adekuat, atau sama sekali tak terdiagnosa, maka penyakit akan berkembang menjadi sifilis sekunder.
"Sifilis sekunder ditandai dengan munculnya ruam atau bintik merah kehitaman di seluruh tubuh," kata dia.
Selain itu, biasanya pasien juga akan mengalami gejala seperti flu yang meliputi nyeri otot, nyeri sendi, nyeri tulang, sakit kepala, juga demam.
Kalau sifilis sekunder tak diobati, maka akan berkembang menjadi sifilis laten.
Kemudian jika belum diobati juga, maka akan berkembang menjadi sifilis tersier yang ditandai dengan munculnya guma.
"Guma adalah semacam lesi atau benjolan atau luka yang destruktif yang banyak sekali, mengandung bakteri Treponema pallidum," ujarnya.
Baca juga: Kasus Sifilis di DIY Meningkat, Ketahui Penyebab dan Gejalanya!
Pengobatan sifilis
Menurut Intan, sebenarnya selama pasien tak memiliki resistensi terhadap antibiotik, pengobatan sifilis bisa dengan mudah dilakukan. Hal ini karena setiap fasilitas kesehatan memiliki antibiotik untuk pengobatan penyakit ini.
Akan tetapi, kata dia, tantangan terbesar adalah diagnosa penyakit dengan cepat dan tepat agar penyakit tak sampai berkembang.
"Karena kalau late diagnostic, tidak ketahuan dan terlambat melakukan tata laksana, akan menyebabkan kerusakan permanen untuk beberapa organ," ucapnya.
Beberapa kondisi sifilis yang tak terobati bisa menyebabkan komplikasi seperti sifilis otak, mata, hati, jantung, dan sifilis-sifilis lainnya.
"Saat tidak diobati kerusakan bisa jadi permanen tak bisa diobati lagi," ucapnya.
Ia mengatakan, penting bagi masyarakat untuk mengetahui gejala sifilis dan bersedia melakukan pengobatan untuk mendapatkan pengobatan yang adekuat.
"Yang lebih penting adalah pencegahan dan promotifnya, jangan melakukan hubungan yang berisiko tertular," ucapnya.
Baca juga: UPDATE Cacar Monyet di Indonesia, Bertambah Jadi 36 Kasus
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.