Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini MK Gelar Sidang soal Usia Capres-Cawapres Lagi, Kapan Diberlakukan jika Ada Perubahan?

Baca di App
Lihat Foto
Kompas.com/Fitria Chusna Farisa
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat. Hari Ini, MK kembali gelar uji materiel terkait batas usia capres-cawapres.
|
Editor: Farid Firdaus

KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang uji materiel Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) hari ini, Rabu (8/11/2023) pukul 13.30 WIB.

Materi gugatan adalah Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang sebelumnya telah diubah melalui Putusan MK 90/PUU-XXI/2023 menjadi:

"Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah."

"Rabu, 8 November 2023, pukul 13.30. Agenda, pemeriksaan pendahuluan," tulis situs resmi MK, dikutip dari Kompas.com, Selasa (7/11/2023).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gugatan uji materiel ini dilayangkan oleh Brahma Aryana (23), mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) dengan nomor perkara 141/PUU-XXI/2023.


Alasan gugatan syarat usia capres-cawapres

Brahma menyoroti putusan MK yang menambah frasa bahwa seseorang yang sudah pernah menduduki jabatan melalui pemilu, termasuk pemilihan kepala daerah, dapat mendaftar sebagai calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres).

Kuasa hukum Brahma, Viktor Santoso Tandiasa dan Harseto Setyadi Rajah dalam berkas permohonan uji materiel menjelaskan, kliennya berharap hanya gubernur di bawah usia 40 tahun yang dapat mendaftar capres-cawapres.

Brahma meminta agar aturan itu tidak berlaku bagi kepala daerah di bawah level provinsi, seperti kepala daerah kabupaten/kota.

Baca juga: Putusan MKMK: Langgar Etik Berat Anwar Usman Dipecat dari Ketua MK

Diberitakan KompasTV, Selasa, salah satu alasan Brahma melayangkan gugatan adalah tidak adanya kepastian hukum pada tingkat jabatan yang dimaksud dari diksi "pemilihan umum" dan "pemilihan kepala daerah".

Selain itu, komposisi hakim yang mengabulkan putusan sebelumnya juga menjadi perhatian Brahma dalam permohonan uji materiel kali ini.

"Yang setuju pada tingkat di bawah gubernur hanya 3 hakim konstitusi, sementara yang setuju pada tingkat gubernur 5 hakim konstitusi," kata Brahma.

Dengan demikian, Brahma melalui Viktor dan Harseto meminta hakim konstitusi untuk melengkapi frasa pada Pasal 169 huruf q UU Pemilu agar menjadi:

"Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat Provinsi."

Baca juga: Putusan MKMK: 9 Hakim MK Terbukti Langgar Etik, Hanya Disanksi Lisan

Jika ada perubahan, baru berlaku pada 2029

Kendati kembali digugat ke MK, jika terdapat perubahan ketentuan batas usia minimum capres dan cawapres, seharusnya berlaku untuk pemilu 2029.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie usai membacakan putusan pelanggaran etik eks Ketua MK Anwar Usman dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Tentu saja permainan sudah jalan. Aturan main kalau diubah melalui putusan MK berlaku untuk pertandingan berikutnya, 2029, kalau sekarang sudah jalan pertandingannya," kata Jimly, dilansir dari Kompas.com, Selasa.

"Ini perlu saya sampaikan agar memberi kepastian. Pakar analisanya macam-macam kan, cuma (berlaku 2029) untuk menimbulkan kepastian," sambungnya.

Putusan yang terbit pada 16 Oktober 2023 itu meloloskan keponakan Anwar Usman sekaligus putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, ke pemilihan presiden 2024.

Baru berusia 36 tahun, Gibran berhasil melaju sebagai cawapres dengan bekal status Wali Kota Solo yang baru disandang hampir tiga tahun.

Baca juga: Profil Ketua MK Anwar Usman, Adik Ipar Jokowi yang Pimpin Sidang Putusan Batas Usia Capres-Cawapres

Anwar Usman tak boleh terlibat lagi

Sebagai informasi, MKMK memutuskan untuk memberhentikan Anwar Usman dari jabatan sebagai Ketua MK imbas pelanggaran etik terkait perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

Selain diberhentikan sebagai Ketua MK, Anwar juga tidak boleh mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi habis.

Anwar juga tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan terkait perkara perselisihan hasil pemilihan presiden, anggota DPR, DPRD, dan DPD, serta pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.

Baca juga: Tanggapan MKMK soal Apakah Putusan Sidang Etik Akan Pengaruhi Aturan Batas Usia Capres-Cawapres

Keputusan tersebut sesuai dengan permintaan pemohon uji materiel agar sosok Anwar Usman tidak turut mengadili perkara itu.

"Permintaan pelapor BEM UNUSIA agar tidak mengikutsertakan hakim terlapor dalam pemeriksaan perkara Nomor 141/PUU-XXX/2023 dapat dibenarkan," kata Jimly dalam kesimpulan putusannya.

Mengapresiasi inisiatif mahasiswa, Jimly mengatakan, para pemohon boleh menggunakan ketentuan Pasal 17 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu hak ingkar.

"Hak ingkar terkait putusan MKMK ini, di mana hakim terlapor yang sudah diberi sanksi tidak boleh mengikuti penanganan perkara itu," ujar Jimly.

"Maka ada peluang terjadinya perubahan tapi bukan oleh MKMK, tapi oleh MK sendiri. Biarlah putusan MK diubah oleh MK sendiri melalui mekanisme yang tersedia," lanjutnya.

Baca juga: Mengenal Apa Itu MKMK, Tugas, dan Wewenangnya

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi