Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Kharel yang Fobia Nasi Putih, Dipicu Mimpi yang Terjadi di Rumah Sakit

Baca di App
Lihat Foto
Twitter/FOODFESS2
Tangkap layar unggahan foto nasi berwarna merah muda yang dimakan Kharel karena fobia nasi putih.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Nasi adalah makanan pokok masyarakat Indonesia. Hampir sebagian besar masyarakat terutama yang tinggal di Pulau Jawa, makan nasi setiap harinya dengan olahan sayur dan lauk pauk yang bervariasi.

Meski begitu, ternyata ada beberapa orang yang justru memiliki fobia terhadap nasi putih, sehingga enggan bahkan tidak sanggup memakannya.

Kharel (22), warga asal Banjarnegara adalah salah satunya. 

Ia mengunggah foto nasi putih yang diwarnai dengan pewarna makanan merah lewat akun X (dulu Twitter) @FOODFESS2.

Dia mengaku terkena fobia nasi putih. Sehingga ia memiliki kebiasaan makan nasi merah.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika tak ada beras merah, maka sang ibunda akan mewarnai beras biasa dengan pewarna makanan hingga menjadi nasi merah muda.

Lantas, bagaimana awal mula Kharel fobia nasi putih?

Baca juga: Cerita Titaniaheap, Alami Kanker Rahim Stadium 4 di Usia 24 Tahun dengan Gejala Awal Nyeri Haid


Berawal dari mimpi makan belatung

Kharel tidak mengalami fobia nasi putih sejak lahir. Dia bercerita pernah mengalami sakit hingga harus opname di rumah sakit pada 2019.

"Ketika aku lagi tidur, aku mimpi. Di mimpi itu, aku sedang memakan nasi tapi ketika nasi itu masuk ke mulut di dalam berubah menjadi belatung," ceritanya kepada Kompas.com, Minggu (12/11/2023).

Kharel yang saat itu masih berusia 18 tahun lalu bangun dari tidurnya. Beberapa saat kemudian, tiba waktunya dia makan makanan dari rumah sakit.

Pihak rumah sakit menyuguhi bubur nasi yang teksturnya kasar. Bubur yang tidak halus itu membuat butiran nasinya masih terlihat.

Kharel langsung teringat kejadian di mimpi yang ia alami. Dia melihat bulir nasi mirip dengan belatung yang ada di dalam mimpi.

"Lalu aku bilang ke mama, 'Mah, aku gamau makan ini. Aku takut dan geli mau muntah,'" lanjutnya.

Ibu Kharel awalnya mengira dia merasa geli dan mau muntah karena masih sakit, sehingga kondisi itu membuatnya kehilangan nafsu makan.

Tapi selama rumah sakit itu Kharel tetap tidak mau makan. Nafsu makannya pun menurun. Akhirnya, dia hanya bisa makan roti selama tiga hari di rumah sakit.

Karena selalu menolak makan nasi, sang ibu lalu bertanya alasannya. Kharel menjawab kalau dia selalu terbayang belatung sehingga takut makan nasi.

"Jadi, mulai dari situ, mama tahu aku sudah fobia dengan nasi," imbuh dia.

Baca juga: Kisah Bila, Alami Batu Ginjal padahal Rutin Minum Air Putih, Ternyata Ini Kebiasaanya

Berusaha mencari pengganti nasi putih

Ketakutan terhadap nasi membuat Kharel mencari alternatif karbohidrat lainnya. Selama tujuh bulan, dia makan oatmeal atau kentang sebagai pengganti nasi.

Dia juga mencoba makan nasi jagung atau nasi tiwul yang dibuat dari singkong. Kedua olahan ini dia konsumsi sampai satu setengah tahun lamanya.

"Lalu, aku di-support cowok aku supaya belajar makan lontong atau ketupat. Itu juga bertahan sampai satu tahun lebih," ceritanya.

Sang ibu lalu menyarankan agar Kharel mencoba makan nasi goreng. Dia berusaha melakukannya meski merasa ragu.

Saat awal makan nasi goreng, dia merasa sulit bernapas dan tidak mau melihat nasi gorengnya. Kharel perlahan berani makan nasi goreng meski hanya sedikit. Itu pun sulit karena tubuhnya terasa dingin dan merinding.

Tak hanya takut makan nasi, dia juga takut mencuci beras. Kharel merinding saat melihat beras yang dianggapnya mirip belatung.

Untungnya, berkat dukungan ibu dan pacarnya, Kharel mulai berani makan nasi. Namun, nasi yang bisa dimakan harus berwarna.

Misalnya, nasi merah, nasi goreng dengan kecap banyak, atau variasi nasi lain yang diwarnai sehingga tidak berwarna putih.

"Aku fobia dengan nasi putih itu sudah hampir 5 tahun dihitung dari 2019 bulan Maret," ungkapnya.

Meski memiliki ketakutan dengan nasi putih hingga saat ini, Kharel mengaku belum merasa perlu melakukan terapi atau pengobatan.

Dia bercerita, psikiaternya pernah menyarankan agar dia harus terapi. Namun, saran itu belum dilakukan karena dia sudah bisa makan nasi merah.

"Cuma aku masih suka kesulitan kalau makan di luar (rumah) karena nasi merah jarang sekali disediakan di rumah makan," tambahnya.

Karena itu, Kharel lebih memilih memesan menu selain nasi putih saat makan di luar rumah.

Baca juga: 5 Fobia Paling Aneh di Dunia, Ada Rasa Takut terhadap Toilet

Penyebab fobia

Dokter Spesialis Kedokteran Fisik & Rehabilitasi Universitas Indonesia (UI) Leonardo Daniel Mustopo menjelaskan, fobia yang dialami Kharel terjadi karena otaknya mengasosiasikan nasi mirip belatung.

"Proses asosiasi itu dibarengi emosi. Belatung yang bergerak membuat timbul perasaan tidak nyaman dan geli," ujar dia.

Saat melihat belatung tersebut, otak akan mengirim tanda bahaya. Ini membuatnya bersikap melawan, berlari, atau justru terpaku diam.

Pada penderita fobia, tanda bahaya muncul meskipun tidak di depan hal yang membahayakan. Ini terjadi karena otak mengaitkan suatu hal yang biasa saja dengan sumber ketakutannya.

"(Akibatnya) timbul deg-degan, takut, berkeringat, tekanan darah tinggi, atau sakit fisik," tambahnya.

Leonardo mengatakan, penderita fobia yang tidak terlalu terancam kesehariannya bisa saja tidak menjalani perawatan. Namun, orang yang terganggu perlu diatasi kondisinya.

Baca juga: Awas, Fobia Bisa Menurun pada Anak, Kenali Cara Pencegahannya

Terapi mengatasi fobia

Terpisah, psikolog dari Unika Soegijapranata Semarang Christin Wibhowo mengungkapkan, seseorang dapat mengalami fobia karena berbagai alasan.

"Fobia terjadi ketika ketakutan itu tidak proporsional dengan bahayanya. Stimulus dan responsnya tidak tepat," jelasnya.

Menurut Christin, penderita fobia bisa mengatasi kondisinya dengan mengulangi hal yang membuat fobia. Contohnya, mencoba makan nasi putih meskipun sambil takut. Lama-lama, dia akan tidak lagi trauma.

Selain itu, ada metode yang aman untuk menghilangkan fobia bernama desensitisasi sistematis. Penderita dibuat tidak lagi sensitif dengan hal yang membuatnya takut.

Caranya, penderita fobia belajar melihat hal yang ditakuti dengan jarak tertentu. Kalau takut, dia diminta rileks dan ambil napas.

Ketika mulai tidak takut, hal yang ditakuti tadi diletakkan dengan jarak semakin dekat dengan penderita. Langkah ini terus dilakukan sampai jarak keduanya berdekatan.

Sebaliknya, ada juga metode lebih ekstrem dan membutuhkan bantuan psikolog bernama flooding atau pembanjiran.

Penderita fobia akan disiram atau ditempeli hal yang ditakuti dalam jumlah banyak seperti satu piring atau ember. Tindakan ini tentu membuatnya sangat ketakutan.

"Teori mengatakan, orang yang sudah sangat takut, ketakutan itu akan setop dan menurun," imbuh Christin.

Baca juga: Berhenti Makan Nasi Putih Selama Sebulan, Apa yang Akan Terjadi pada Tubuh?

Tidak makan nasi tidak masalah

Di sisi lain, dokter sekaligus ahli gizi komunitas Tan Shot Yen mengatakan orang yang tidak makan nasi dan mengganti dengan sumber karbohidrat lain itu tidak apa-apa.

"Prinsipnya kan manusia butuh karbohidrat. Sesuai dengan di mana manusia itu tinggal, variasi karbohidratnya berbeda-beda," ucapnya.

Tan menyebut, orang yang makan sumber karbohidrat selain dari nasi perlu menyesuaikan porsi dan kalori yang terkandung di makanan pengganti berdasarkan kebutuhannya.

Berikut sumber karbohidrat selain nasi dan porsi yang harus dikonsumsi agar memenuhi kebutuhan zat yang diperlukan.

  • Nasi 100 gr: kalori 129 kkal, karbohidrat 27,9 gr, protein 2,66 gr, lemak 0,28 gr
  • Jagung 100 gr: kalori 355 kkal, karbohidrat 73,7 gr, protein 9,2 gr, lemak 3,9 gr
  • Singkong 100 gr: kalori 160 kkal, karbohidrat 38,06 gr, protein 1,36 gr, lemak 0,28 gr
  • Sagu 100 gr: kalori 355 kkal, karbohidrat 94 gr, protein 0,2 gr, lemak 0,05 gr
  • Ubi jalar: kalori 86 kkal, karbohidrat 20,12 gr, protein 1,57 gr, lemak 0,05 gr
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi