Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Wanita di Inggris Alami Stroke pada Usia Muda, Berawal dari Sakit Kepala

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock/Lemau Studio
Ilustrasi stroke. Alex Bowles menderita stroke sejak usianya masih 23 tahun.
|
Editor: Farid Firdaus

KOMPAS.com - Stroke merupakan penyakit karena adanya penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah. Penyakit ini dapat menyerang siapapun, termasuk orang usianya masih terbilang muda.

Salah satunya dialami oleh seorang perempuan dari Brentwood, Essex, Inggris bernama Alex Bowles (32). 

Ia mengaku menderita stroke sejak usianya masih 23 tahun atau tepatnya pada 2014 yang membuatnya tidak dapat membaca, menulis, memahami, dan berbicara dengan benar.

Mengeluh sakit kepala hebat

Pada Sabtu pagi saat usianya masih 23 tahun, Alex terbangun dengan sakit kepala hebat.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebelumnya, Alex mabuk setelah menikmati makan malam dan minum bersama teman-temannya.

“Saya menghabiskan Jumat malam dengan makan malam dan minum bersama teman-teman saya dan keesokan harinya saya merasa tidak enak,” ungkap Alex, dikutip dari DailyMail.

Alex merasa kepalanya sangat sakit dan menggambarkannya seperti “setengah kepalanya hilang”. Rasa sakit itu membuatnya menghabiskan akhir pekan dan Senin di rumah.

“Saya tidak pergi bekerja pada hari Senin dan ketika saya berbicara dengan seorang teman malam itu, saya mengatakan kepadanya bahwa rasanya separuh kepala saya hilang,” tuturnya.

“Itulah satu-satunya cara saya bisa menggambarkannya. Saya kemudian sakit malam itu dan keesokan harinya,” lanjutnya.

Baca juga: Wanita di AS Alami Stroke Usai Naik Wahana Permainan di Pekan Raya

Kondisi tersebut membuat Alex ketakutan dan merasa ada yang tidak beres lebih dari hanya sekadar mabuk.

Setelah empat hari merasa tidak enak badan, petugas kebersihannya datang ke rumah dan langsung tahu bahwa Alex membutuhkan bantuan.

“Saya mulai berbicara dengan petugas kebersihan saya dan saya berasumsi bahwa saya sepenuhnya masuk akal, tetapi sebenarnya saya tidak jelas dan berbicara omong kosong,” ujarnya.

“Semakin banyak saya berbicara, semakin khawatir petugas kebersihan saya,” sambungnya.

Petugas kebersihan itu kemudian menelpon ibu Alex yang bergegas datang ke rumah. Sang ibu lalu memanggil ambulans yang lantas membawa Alex ke Rumah Sakit Queen di Romford.

“Awalnya ada beberapa penundaan ketika saya tiba. Dan seiring berjalannya waktu, kondisi saya semakin buruk. Berbaring di lantai rumah sakit dengan piyama, aku benar-benar berantakan,” ungkap Alex.

“Saya terus disuruh duduk, tapi secara fisik saya tidak bisa. Saya akhirnya diberi tempat tidur,” imbuhnya.

Baca juga: Gejala Stroke di Pagi Hari, Muncul Saat Bangun Tidur

Didiagnosis stroke berat

Alex mengatakan, awalnya para dokter yang bertugas saat itu mengira dirinya mengalami “sakit kepala yang berlebihan”.

Namun, ada seorang dokter yang berpikir akan lebih baik jika Alex menjalani CT scan sebelum pulang.

“Setelah menunggu lebih lama, akhirnya saya menjalani pemindaian yang menunjukkan bahwa saya mengalami stroke berat,” katanya.

Rupanya, ia mengalami jenis stroke yang dikenal sebagai trombosis sinus sigmoid dengan pendarahan subarachnoid yang luas.

Alex diberi tahu oleh dokter kemungkinan besar stroke tersebut disebabkan oleh sejumlah hal, seperti penerbangan jarak jauh yang ia lakukan sebulan sebelumnya, steroid yang dikonsumsi untuk kolitis ulserativa, dan pil kontrasepsi.

Baca juga: Bisakah Penderita Tekanan Darah Rendah Terkena Stroke?

Merasa sangat frustasi

Alex kemudian dirawat di rumah sakit selama dua minggu dengan didampingi ibunya yang bernama Karen. Saat tahu menderita stroke berat, Alex merasa sangat frustasi.

“Ketika saya diberitahu bahwa saya menderita stroke, saya tidak menerimanya karena saya merasa sangat tidak sehat. Saya sangat frustrasi. Saya tidak mengerti mengapa saya kesulitan berbicara dengan benar,” ucapnya.

Saat mencoba berbicara, ia mengaku hanya mengeluarkan kata-kata yang acak.

“Saya bisa mendengarkan ibu dan tahu persis apa yang dia katakan, tapi saya tidak bisa berbicara penuh dengannya tidak peduli seberapa keras saya mencoba. Saya terus melontarkan kata-kata acak,” tuturnya.

Baca juga: Apakah Tekanan Darah Rendah Dapat Meningkatkan Risiko Stroke?

Setelah keluar dari rumah sakit, Alex harus bergantung pada keluarga dan teman-temannya. Ibunya setia merawatnya dan menemaninya setiap ada janji dengan dokter.

“Saya menjadi kurang percaya diri, kurang bersosialisasi, dan semakin emosional dan marah. Selama enam bulan, saya hanya dapat berbicara dengan satu orang dalam satu waktu,” ungkap Alex.

“Jika ada lebih dari itu, saya menjadi kesal karena kebisingannya. Saya juga sangat lelah sepanjang waktu,” imbuhnya.

Ia mengaku bahwa harus menjalani terapi dan latihan otak yang menurutnya sangat sulit.

“Saya diajari tugas-tugas sederhana dan saya merasa ingin berteriak, saya bukan anak kecil. Tapi saya perlu belajar kembali banyak hal,” kata dia.

Alex juga masih belum bisa menerima kenyataan tersebut, membuatnya merasa sangat marah dan sedih.

Baca juga: Mengenal Silent Stroke dan Bahayanya, Kondisi di Mana Stroke Terjadi Tanpa Gejala

Ibunya juga kena stroke

Empat tahun setelahnya atau tepatnya pada 2018, ibunya, Karen juga menderita stroke.

Saat mengetahui sang ibu juga menderita stroke, Alex sedang berada di rumahnya dan ditelepon oleh saudaranya.

Saat itu, ibunya sudah berada di rumah sakit setelah pada malam sebelumnya melayani sebuah acara.

“Ketika saya melihatnya, saya menyadari dia mempunyai masalah serupa dengan yang saya hadapi. Dia berjuang untuk mengeluarkan kata-kata yang tepat dan merasa kesal dan kalah. Saya pasti bisa memahami apa yang dia rasakan,” ungkapnya.

Karen mengaku stroke tersebut membuat kaki dan lengan kanannya terkulai lemas.

Selain itu, ia juga tidak dapat mengingat dirinya mempunyai keluarga dan teman.
Saat kelelahan, ia akan tersandung karena kaki kanannya lemah.

Baca juga: Waspada Tanda-tanda Awal Stroke, Salah Satunya Lengan Terasa Lemah

Berbagi pengalaman agar orang lain waspada

Meski hidup dengan efek stroke, Alex dan ibunya menjalankan bisnis bersama yang sukses, Merrymeade Tea Rooms di Brentwood.

“Waktu telah berlalu, dan mereka bilang waktu adalah penyembuh. Saya telah mencapai kemajuan sejauh ini dalam sembilan tahun, bekerja keras dalam rehabilitasi saya, dan merasa seperti saya sekarang berada di tempat di mana saya ingin membantu para penyintas stroke muda lainnya,” tutur Alex.

Pada Rabu (17/11/2023), Alex mengadakan pertemuan kelompok pendukung di Merrymeade Tea Rooms.

“Saya memulai sebuah kelompok untuk para penyintas stroke atau siapa saja yang hidupnya terkena dampaknya. Entah itu baru-baru ini atau bertahun-tahun yang lalu, kita semua berada dalam situasi yang sama," ujarnya.

Baca juga: Kesetiaan Wakiman, Tak Tinggalkan Istri yang Stroke Saat Gempa Bantul, Pasrah Mati Bersama

Alex kini sudah tersadar untuk lebih memahami dan menerima yang terjadi pada dirinya.

Ia juga mendukung kampanye badan amal Asosiasi Stroke untuk meningkatkan kesadaran akan dampak stroke pada usia muda.

“Saya rasa ada stigma bahwa stroke hanya terjadi pada orangtua. Saya harap pengalaman saya menyoroti tanda-tanda stroke membantu orang mengetahui apa yang harus diwaspadai," ucapnya.

"Mendapatkan dukungan yang tepat sangatlah penting, saya tidak ingin ada orang yang merasa sendirian seperti saya,” lanjutnya.

Baca juga: 8 Cara Mencegah Stroke, Rutin Cek Kadar Kolesterol dan Tensi Darah

Banyak yang menganggap stroke hanya dialami lansia

Direktur Eksekutif Asosiasi Stroke Alexis Kolodziej mengatakan, studi yang ia lakukan menemukan banyak yang menganggap stroke hanya menyerang orang lanjut usia atau lansia.

“Penelitian kami menyoroti bahwa masyarakat masih menganggap stroke adalah suatu kondisi yang hanya menyerang orang lanjut usia,” kata dia, dilansir dari WalesOnline.

“Sangat penting bagi kami untuk menantang kesalahpahaman ini dan menyadarkan masyarakat bahwa stroke juga menyerang orang dewasa muda,” imbuhnya.

Ia menilai, banyak orang tidak mempersiapkan diri atau mengantisipasi jika terkena stroke.

“Setelah stroke, hidup berubah dalam sekejap. Dua pertiga orang yang selamat dari stroke mendapati dirinya hidup dengan disabilitas,” ungkapnya.

Sehingga, banyak penyintas stroke usia muda kehilangan tujuan dan rencana masa depan mereka.

Sementara mereka juga harus belajar beradaptasi dengan kehidupan baru yang terkena dampak stroke tersebut.

Baca juga: Bisa Menyerang Usia di Bawah 45 Tahun, Kenali Penyebab dan Gejala Stroke di Usia Muda!

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi