Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Wayang Golek Mahakarya Kebudayaan Sunda

Baca di App
Lihat Foto
wikimedia.org
Ilustras wayang golek.
Editor: Sandro Gatra

SECARA pribadi maka subyektif, saya tidak setuju alih-bahasa “wayang” menjadi “puppet”. Dalam bahasa Inggris, puppet berarti boneka.

Jelas kurang tepat menyebut wayang orang dan wayang wong sebagai puppet sebab baik orang maupun wong adalah manusia, bukan boneka.

Demikian pula wayang kulit Jawa Tengah dan Bali kurang pas disebut “puppet” maupun “marionet”.

Yang justru lebih tepat disebut “puppet” atau “marionet” sebenarnya adalah wayang golek yang memang tampil tiga dimensional sebagai boneka terbuat dari kayu.

Seperti Pinokio atau teater boneka yang ditampilkan pada film “The Sound of Music”, sementara The Muppet Show mahakarya Jim Henson merupakan wayang golek kebanggaan Inggris yang popularitasnya mengglobal.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meski secara estetika bentuk wayang kulit setara indah dengan wayang golek, namun secara teknis pembuatan wayang golek yang tiga dimensional memang relatif lebih rumit ketimbang wayang kulit yang dua dimensional.

Selain mengukir bentuk wajah dan tubuh setiap tokoh wayang golek, para pengrajin wayang golek juga harus mampu membuat perangkat pakaian tokoh wayang dengan manik-manik dan mahkota tokoh wayang dengan beragam warna-warni yang semarak.

Hanya pengrajin dengan kehalusan jiwa dan tingkat seni tinggi yang bisa memadukan karakter tokoh dengan desain busana secara asri.

Lazimnya wayang golek terbuat dari kayu Albasia atau kayu lame. Cara pembuatannya adalah dengan meraut dan mengukirnya, sehingga menyerupai bentuk yang diinginkan.

Untuk mewarnai dan menggambar mata, alis, bibir dan motif di kepala wayang, digunakan cat duko. Pewarnaan wayang merupakan bagian penting demi mengekspresikan berbagai karakter tokoh.

Adapun empat warna dasar yang biasa digunakan wayang golek adalah merah, putih, prada, dan hitam.

Sejarah wayang golek tak lepas dari peran Wiranata Koesoemah III (Bupati Bandung ke-6). Beliau sangat menggemari wayang kulit, tetapi menginginkan wayang memiliki nilai-nilai khas Sunda.

Akhirnya ia meminta seorang pengrajin wayang kulit bernama Ki Darman asal Tegal yang berkarya di daerah Cibiru, Ujungberung, Bandung untuk membuat bentuk wayang golek yang lebih menarik dengan bentuk kepala/wajah yang benar-benar menyerupai manusia.

Maka lahirlah bentuk Wayang Golek Sunda seperti yang kita lihat sekarang.

Wayang golek semakin populer, tidak lagi sebatas konsumsi kaum bangsawan, tapi masyarakat umum juga mulai menggemari wayang golek sehingga menyebar ke segenap penjuru Jawa barat.

Di tanah Parahyangan muncul wayang-wayang golek seperti wayang golek Papak, wayang golek Purwa, dan wayang golek Pakuan.

Wayang Golek Papak masih dipertontonkan di daerah Cirebon, dengan kisah babad yang menggunakan bahasa Cirebon.

Wayang golek Purwa, mempergelar kisah Mahabharata dan Ramayana dengan menggunakan bahasa Sunda. Sementara wayang golek Pakuan, menampilkan kisah-kisah legenda Priangan seperti Sangkuriang, Mundinglaya Dikusumah, Lutung Kasarung dan lain-lainnya.

Sudah barang tentu, perkembangan wayang golek tidak lepas dari para dalang antara lain almarhum Ki Asep Sunandar Sunarya yang menggubah inovasi dan kreatifitas wayang golek agar bisa mengikuti perkembangan zaman.

Tahun 1993, Ki Asep diundang menjadi dosen kehormatan di Institut International de La Marionnette di Charleville, Perancis dan diberi gelar profesor oleh masyarakat akademis Perancis.

Setahun kemudian, Ki Asep kembali membawa wayang golek keliling Eropa antara lain di Inggris, Belanda, Swiss, Perancis, dan Belgia.

Atas jasa-jasa mempekenalkan wayang golek ke mancanegara, Ki Asep Sunandar Sunarya memperoleh anugerah penghargaan bintang Satya Lencana Kebudayaan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi