Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Penyintas Stroke, Bangkit dari Kelumpuhan untuk Taklukkan Lari 10K

Baca di App
Lihat Foto
Dok. Alfa
Alfa (45), seorang penyintas stroke lumpuh, mengikuti ajang lari Borobudur Marathon 2023 dengan selalu memantau detak jantung.
|
Editor: Farid Firdaus

KOMPAS.com - Tak pernah terbayang dalam benak Alfa (45), seseorang yang gemar berolahraga, tiba-tiba mengalami serangan stroke hingga membuatnya duduk tak berdaya di kursi roda.

Apalagi, kala itu, sekitar tiga tahun lalu, dia terkena serangan saat sedang olahraga latihan interval intensitas tinggi, senam tabata.

"2020, April itu saya kena serangan stroke. Itu dialami usai lari cuma 1 kilometer," kata Alfa saat berbincang dengan Kompas.com, Rabu (22/11/2023).

Melanjutkan rutinitas olahraga lari dengan senam tabata di rumahnya yang terletak di Surabaya, Jawa Timur, pagi itu Alfa tiba-tiba merasa pusing.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyadari ada yang tak beres, dia mulai menggeser tubuh untuk bersandar ke tembok dan minum sedikit air.

Namun, betapa kagetnya saat hendak pindah ke kamar, separuh badan sebelah kirinya tidak bisa digerakkan.

Kondisi rumah yang sepi membuat Alfa hanya bisa pasrah sembari berbaring di lantai lantaran tak bisa menghubungi siapa pun atau berteriak.

"Sendirian di rumah, saya tersadar saya tidak boleh tidur. Kalau tidur, bisa lewat. Saya hanya bisa doa. Itu kejadian jam 9 pagi, istri tidak di rumah," ungkapnya.

Alfa harus mempertahankan posisinya selama lebih kurang 12 jam, mengingat sang istri hari itu baru tiba di rumah pada pukul 9 malam.

Tanpa makan dan minum, bahkan tak lagi bisa berbicara, dia hanya bisa berdoa agar tetap tersadar di tengah rasa kantuk selama 12 jam.

"Pas istri datang sudah curiga, lampu mati, saya langsung getok-getok sofa (untuk membuat suara)," terang Alfa.

Begitu melihatnya, apalagi kondisi bibir yang miring, sang istri tersadar bahwa Alfa mengalami serangan stroke.

Istrinya kemudian berinisiatif mengambil jarum untuk menusuk salah satu jari di tangan kirinya. Tak seperti kondisi orang normal, darah langsung mengalir dari jarinya sesaat setelah ditusuk.

Baca juga: Cerita Wanita di Inggris Alami Stroke pada Usia Muda, Berawal dari Sakit Kepala

Setelah itu, istri Alfa dibantu tetangga membawa sang suami ke rumah sakit.

"Dibawa ke RS Mitra Waru, dibantu dan diangkat masukin ke mobil, masuk IGD. Kata dokter spesialis harus MRI dan toraks," ucapnya.

Masih di tengah pandemi sekitar pukul 12 malam, dokter mengabari adanya pendarahan otak sebanyak 60 mililiter di otak belakang telinga kanan.

Sempat akan dioperasi, istri Alfa meminta perawatan dan penyembuhan lain selain pembedahan.

Dokter akhirnya memutuskan untuk tidak mengoperasi, tetapi memasukkan Alfa ke unit perawatan intensif (ICU) selama kurang lebih tiga minggu.

"Kata dokter, 'Dengan obat-obatan dan kondisi yang bapak (Alfa) stabil, (darah) akan meresap ke dalam otak'," terang Alfa menirukan ucapan dokter.

Baca juga: Waspada Tanda-tanda Awal Stroke, Salah Satunya Lengan Terasa Lemah

Olahragawan, tetapi terkena stroke

Alfa mengungkapkan, banyak yang tak percaya kondisi yang dialaminya lantaran dia adalah seorang olahragawan.

"Olahragawan, lari, sepeda, tapi kena stroke. Itu karena pikiran, kedua punya riwayat hipertensi," tuturnya.

Alfa terkena serangan stroke saat berusia 42 tahun. Sebelumnya, saat medical checkup di usia 35 tahun, dokter sudah mewanti-wanti tekanan darahnya yang tak normal.

"Waktu itu disuruh minum obat tapi tidak mau, karena saya olahragawan. Kesalahan saya adalah tidak teratur minum obat, suka makanan asin," ujarnya.

Baca juga: Jenis Ikan yang Aman Dikonsumsi Penderita Stroke, Apa Saja?

Ketidakpercayaan akan kondisi saat itu sempat membuat Alfa tak terima dan melayangkan "protes" ke Tuhan.

Apalagi, sebelum serangan stroke, dia intens mengikuti ajang lari sejak 2013, mulai dari 5 kilometer hingga 21 kilometer.

Bahkan, pria asal Yogyakarta ini pernah mengikuti lomba lari separuh maraton di Selandia Baru dan Singapura.

"Ada satu titik pas masih di Surabaya, saya bilang ke istri, 'Kok Tuhan ngasih kayak gini ya?' Denial-lah orang dulu pelari, terus jadi tak berdaya," ucapnya.

Baca juga: Bisa Menyerang Usia di Bawah 45 Tahun, Kenali Penyebab dan Gejala Stroke di Usia Muda!

Suatu pagi, suster membawakan Alfa kursi roda. Hal itu kian membawanya ke titik terendah.

"Naik kursi roda? Memang saya nggak bisa jalan ya?" tanyanya tak percaya.

Beruntung, Alfa memiliki istri yang terus mendampingi dan mendukung. Sang istri memintanya berserah diri dan percaya bahwa semua kehendak Tuhan pasti akan ada jalan keluarnya.

Istrinya juga selalu memberikan afirmasi positif yang membuatnya bangkit dan mau untuk kembali belajar berjalan seperti anak kecil.

Alfa pun mulai menerima kondisinya yang tidak lagi fit, terkena stroke, dan tak bisa berjalan atau menggerakkan tubuh bagian kiri.

"Saya tidak tahu kenapa jalannya (menuju kesembuhan) lancar," ujarnya.

Baca juga: Kondisi Lidah Bisa Jadi Tanda Stroke, seperti Apa?

Pindah ke Yogyakarta untuk menjemput kesembuhan

Beberapa bulan menjalani perawatan di Surabaya, teman-teman Alfa yang merupakan alumnus SMA Kolese De Britto Yogyakarta menyarankan agar dia pindah ke kota kelahiran, Yogyakarta.

Pasalnya, saat sang istri pergi bekerja, Alfa hanya seorang diri di rumah. Berbeda dengan Yogyakarta, ada orangtua yang menemani, serta kawan-kawan yang akan mendukung kesembuhannya.

Dalam perjalanan menuju Kota Pelajar menggunakan mobil ambulans, sekitar tiga minggu sebelum sang istri berulang tahun, Alfa mengaku belum menyiapkan kado apa pun.

"Saya belum siapin kado apa-apa. Tapi, dia cuma mau pas ulang tahun saya sudah bisa jalan. Padahal, tinggal tiga minggu doang, gimana caranya," cerita Alfa.

Tidak menyerah, keinginan memberikan kado untuk sang istri menjadi pemantik Alfa agar bisa kembali berjalan. Dia juga bertekad untuk tidak terus merepotkan orang-orang sekitar.

Baca juga: Bisakah Penderita Tekanan Darah Rendah Terkena Stroke?

Lantaran kondisi yang masih pandemi, Alfa menjalani prosedur fisioterapi untuk memulihkan kelumpuhan akibat stroke di rumah.

Semula, menu fisioterapi dari dokter hanya terjadwal selama seminggu tiga kali. Namun, Istri Alfa meminta frekuensi pengobatan ditambah untuk menghindari kelumpuhan total.

"Istriku minta dua hari sekali karena hanya punya waktu delapan bulan dari serangan stroke, setelah itu tidak bisa gerak. Saat itu bulan kedua, masih punya waktu enam bulan. Semangatku jadi tambah lagi," terang Alfa.

Di awal terapi, fisioterapis sempat berkata Alfa akan lebih cepat jalan daripada menggerakkan tangan.

Terbukti, kurang lebih seminggu sebelum istri berulang tahun, Alfa sudah mampu melangkahkan kaki tanpa bantuan walker.

"Kayak anak kecil bisa jalan. Saking senangnya saya bilang ke bapak, 'ambilin sepatu lariku!' Pakai sepatu, divideo, dan kirim ke istriku dengan pesan 'early gift, happy birthday.' Itu kado teromantis dan termahal ya," kenangnya sembari tersenyum.

Baca juga: Mengenal Silent Stroke dan Bahayanya, Kondisi di Mana Stroke Terjadi Tanpa Gejala

Ajakan kembali berlari mengobarkan semangat

Mendengar kabar kakinya sudah  bisa melangkah, teman-teman Alfa dari komunitas lari alumnus de Britto, JB Playon, mulai mengajaknya kembali berlari.

Saat itu, sekitar pertengahan 2020, Alfa mulai mengikuti acara lari virtual dengan sistem multiple atau bisa dicicil.

"Ikut yang 5 kilometer itu bisa dicicil selama seminggu. Jadi, sehari bisa setengah kilometeran. Ternyata bisa, akhirnya cari event lagi, itu masih 2020," ujarnya.

Alfa juga mulai aktif melakukan latihan dengan berlari kecil di sekitar kompleks perumahan orangtuanya.

Hingga pada 2021, saat pandemi mulai surut, tersiar kabar akan ada gelaran maraton di beberapa tempat.

Alfa memberanikan diri mengikuti Mangkunegaran Run In Solo 2023 pada Maret lalu. Semula, dia ingin mengikuti kategori 3 kilometer, tetapi tak tersedia.

Alfa akhirnya memutuskan untuk berpartisipasi dalam kategori 5 kilometer untuk maraton offline pertamanya sejak serangan stroke.

Baca juga: Wanita di AS Alami Stroke Usai Naik Wahana Permainan di Pekan Raya

Meski sempat ada ketakutan, dia berusaha mematahkan mental block yang mengganggu langkah pulihnya tersebut. 

Selain itu, Alfa juga tetap berkonsultasi kepada dokter terlebih dahulu.

"Saya konsultasi ke dokter, katanya tidak apa-apa, bisa, asal heart rate (detak jantung) dijaga," ucapnya mengingat pesan dokter.

Sebab, menurut Alfa, detak jantung berkaitan erat dengan hipertensi. Bahkan, pada kasusnya, saat detak jantung mulai naik, tekanan darah juga ikut melonjak.

"Heart rate naik, tensi juga naik. Benar kan, kejadian saat serangan. Setelah senam tabata, heart rate tinggi banget," tuturnya.

Berlari sembari mengontrol detak jantung, Alfa menyadari olahraga ini bukan sekadar hobi yang menjaga eksistensinya.

"Saya akan terus berlari bukan untuk eksistensi. Saya akan berlari untuk memberikan optimisme pada pasien stroke lumpuh bahwa penyakit ini bisa pulih kok," katanya.

Menurut Alfa, tak sekadar fisik, pasien stroke lumpuh juga perlu didampingi dan diberikan semangat agar psikis dan pikiran tetap positif, sehingga memacu kesembuhan.

Baca juga: Waspada Tanda-tanda Awal Stroke, Salah Satunya Lengan Terasa Lemah

Sabet medali di Borobudur Marathon Run 2023

Keberhasilan di Mangkunegaran Run mengobarkan semangat Alfa untuk terus berlari. Dia mulai mengikuti kompetisi serupa mulai dari yang digelar di Yogyakarta hingga Jakarta.

Satu prestasi pun kembali berhasil dicapai Alfa dalam ajang Borobudur Marathon 2023 yang diselenggarakan pada 19 November.

Dia berhasil mengantongi medali 10 kilometer (10K) pertama sejak serangan stroke pada 2020.

"Dan ini memang sudah ada di-planning, saya harus finish 10 kilometer pertama di Bormar (Borobudur Marathon) karena ini event lari tertua," ungkapnya.

Dalam lomba lari yang digelar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah itu, Alfa beberapa kali memperlambat laju karena detak jantung yang sempat mencapai 160 kali per menit hingga sempat membuatnya berpikir tak bisa dapat medali.

Beruntung, ada dua orang teman yang selalu mendampingi Alfa berlari dan memberinya semangat hingga akhirnya ia berhasil mencapai garis akhir dengan catatan waktu 1 jam 55 menit.

"Cut of time-nya 2 jam. Hampir tidak dapat medali," aku Alfa.

Baca juga: Studi: Anak Muda Pengidap Gangguan Mental Berpotensi Tinggi Kena Serangan Jantung atau Stroke

Alfa pun bersyukur dan merasa bangga bisa terus mengayunkan kakinya yang sempat lumpuh karena stroke hingga garis akhir.

"Kunci penyembuhan itu ada pemantiknya, dari diri sendiri dan lingkungan sekitar. Ini yang membuat bagaimana seorang penyintas bisa bangkit lagi," kata dia.

Meski rasa khawatir melingkupi benak keluarga terutama istri, mereka tetap mendukung keinginan Alfa untuk terus berlari dan menjalani aktivitas kesukaannya.

"Ini loh (pikiran) ngaruh banget. Jangan sampai stres. Kita sakit apa pun, apalagi stroke, kuncinya adalah mental dan psikis," tandasnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi