Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Siniar KG Media
Bergabung sejak: 15 Okt 2021

Saat ini, aktivitas mendengarkan siniar (podcast) menjadi aktivitas ke-4 terfavorit dengan dominasi pendengar usia 18-35 tahun. Topik spesifik serta kontrol waktu dan tempat di tangan pendengar, memungkinkan pendengar untuk melakukan beberapa aktivitas sekaligus, menjadi nilai tambah dibanding medium lain.

Medio yang merupakan jaringan KG Media, hadir memberikan nilai tambah bagi ranah edukasi melalui konten audio yang berkualitas, yang dapat didengarkan kapan pun dan di mana pun. Kami akan membahas lebih mendalam setiap episode dari channel siniar yang belum terbahas pada episode tersebut.

Info dan kolaborasi: podcast@kgmedia.id

Sampah Lautan yang Tak Pernah Usai

Baca di App
Lihat Foto
Freepik/markir
Lautan juga memiliki sisi lainnya, yaitu sampah-sampah yang mengganggu ekosistem hingga mengancam nyawa biota dan satwa laut.
Editor: Yohanes Enggar Harususilo

Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Ristiana D. Putri

KOMPAS.com - Luas dan dalamnya lautan membuat kita terkagum-kagum. Saking besarnya, kita pun belum mampu mengeksplorasi lautan sepenuhnya yang menyimpan beragam misteri.

Seperti Tigro, seekor harimau laut gagah yang terjebak di lautan karena kebiasaan berbohongnya.

Audio drama kisah Tigro dapat didengarkan dalam siniar Dongeng Pilihan Orangtua edisi spesial bersama Majalah Bobo 50 Tahun episode “Tigro Si Harimau Laut” dengan tautan s.id/DopingTigroo.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di sana, Tigro melihat pemandangan laut yang sangat indah. Tapi ternyata, lautan juga memiliki sisi lainnya, yaitu sampah-sampah yang mengganggu ekosistem hingga mengancam nyawa biota dan satwa laut.

Dari Mana Sampah Lautan Berasal?

Melansir National Geographic, mayoritas sampah di lautan berasal dari benda-benda berbahan dasar plastik. 80 persen diantaranya bersumber dari darat dan 20 persen lainnya berasal dari perahu dan sumber-sumber laut lainnya.

Sampah-sampah ini berasal dari masyarakat yang membuang sampah sembarang di sekitaran sungai. Sampah itu kemudian terbawa arus hingga mencapai lautan dan berkumpul dalam satu wilayah bernama Pulau Sampah Pasifik Besar.

Ada beberapa alasan mengapa sampah plastik menjadi yang paling banyak ditemukan. Pertama, plastik memiliki daya tahan, biaya rendah, dan mudah dibentuk sehingga semakin banyak digunakan pada produk konsumen dan industri.

Kedua, barang-barang plastik tidak terurai secara total melainkan terurai menjadi potongan-potongan kecil dan dalam jangka waktu yang lama.

Baca juga: 5 Desa Ini Seperti Negeri Dongeng di Dunia Nyata

Di lautan, matahari memecah plastik menjadi potongan-potongan yang semakin kecil, sebuah proses yang dikenal sebagai fotodegradasi. Sebagian besar sampah ini berasal dari kantong plastik, tutup botol, botol air plastik, dan gelas styrofoam.

Tak hanya itu, penelitian Lebreton (2018) mengungkapkan bahwa jaring-jaring ikan sintetis adalah sampah paling banyak di lautan. Sebagian besar disebabkan oleh dinamika arus laut dan peningkatan aktivitas penangkapan ikan di Samudra Pasifik.

Kemunculan Pulau Sampah Pasifik Besar

Pulau Sampah Pasifik Besar atau yang kerap disebut Great Pacific Garbage Patch adalah kumpulan sampah laut yang membentang di perairan dari Pantai Barat Amerika Utara hingga Jepang.

Setiap tahunnya, jumlah sampah di wilayah ini terus membludak dan terakumulasi karena sebagian besar sampah tersebut tidak dapat terurai. Banyak plastik hanya pecah menjadi potongan-potongan yang semakin kecil yang disebut mikroplastik.

Mikroplastik memang tidak selalu terlihat dengan mata. Namun, kemunculannya berdampak pada warna air yang terlihat seperti sup yang keruh. Bahkan, dasar laut di bawah Pulau Sampah Pasifik ini juga memiliki timbunan sampah yang sangat banyak.

Dilansir National Geographic, para ahli kelautan dan ekologi baru-baru ini menemukan bahwa sekitar 70 persen sampah laut sebenarnya tenggelam ke dasar lautan.

Padahal, sampah laut bisa sangat berbahaya bagi kehidupan laut. Misalnya, penyu sering salah mengira kantong plastik sebagai ubur-ubur yang merupakan makanan favoritnya. Burung Albatros juga salah mengira plastik sebagai telur ikan.

Mamalia laut, seperti anjing laut sering kali terjerat dalam jaring ikan plastik yang ditinggalkan oleh penangkapan ikan ilegal.

Tak hanya itu, mikroplastik juga dapat menghalangi sinar matahari sehingga plankton dan ganggang di bawahnya tak mendapat asupan nutrisi. Padahal, dua organisme ini merupakan makanan bagi banyak biota laut yang kaya akan nutrisi.

Jika populasi dua organisme ini menurun, seluruh jaring makanan bisa berubah. Hewan yang memakan alga dan plankton, seperti ikan dan kura-kura, akan mendapat lebih sedikit makanan.

Baca juga: Fakta Menarik 4 Hewan yang Hidup Berkelompok

Jika populasi hewan-hewan tersebut menurun, makanan bagi predator puncak, seperti tuna, hiu, dan paus akan berkurang. Pada akhirnya, makanan laut menjadi semakin sulit didapat dan menjadi lebih mahal bagi masyarakat.

Oleh karena itu, kita harus peduli pada keseimbangan ekosistem dan alam. Ajarkan anak sejak dini untuk tidak membuang sampah sembarangan karena akan berpengaruh terhadap tumbuhan dan hewan di sekitarnya.

Dengarkan berbagai cerita dongeng seru lainnya yang bisa orangtua dengar bersama anak dalam siniar Dongeng Pilihan Orangtua di Noice dengan tautan dik.si/DopingNoice.

Jangan lupa untuk follow dan subscribe kanal Doping di Noice karena akan ada audio drama spesial dari cerpen dan dongeng Majalah Bobo Edisi 50 Tahun! Akses daftar putarnya dalam tautan berikut s.id/Bobo_DongengNostalgia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi