KOMPAS.com - Bakteri Mycoplasma pneumonia disebut menjadi penyebab peningkatan kasus pneumonia misterius di China belakangan ini.
Diketahui, kasus Mycoplasma pneumonia di China meningkat sejak Mei 2023 dan mayoritas menyerang anak-anak.
Selain mycoplasma, pneumonia di China juga disebabkan oleh respiratory syncytial virus (RSV), adenovirus, dan influenza. Namun, kasus yang melibatkan tiga virus itu telah menurun.
“Jadi memang mycoplasma menjadi penyebab terbanyak kasus pneumonia,” ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi melalui tayangan YouTube di kanal resmi Kementerian Kesehatan RI pada Rabu (29/11/2023).
“Adanya peningkatan kasus rawat jalan dan rawat inap pada anak yang disebabkan Mycoplasma pneumonia sejak Mei 2023 dan RSV, adenovirus, dan influenza sejak Oktober 2023 di mana saat ini sudah terjadi penurunan,” lanjutnya.
Baca juga: Selain China, Belanda Juga Melaporkan Kasus Pneumonia Misterius pada Anak
Potensi jadi pandemi baru kecil
Menurut Imran, Mycoplasma pneumonia merupakan bakteri yang periode inkubasi dan penyebarannya cukup lama.
“Jadi dengan masa inkubasi panjang biasanya virulensinya juga tidak separah virus,” kata Imran.
Dengan demikian, Mycoplasma pneumonia kemungkinan besar tidak menyebabkan munculnya pandemi baru.
“Kalau kita ketahui, memang pandemi itu lebih sering disebabkan oleh patogen yang bersifat virulensinya itu tinggi,” jelasnya.
Meski begitu, Imran tidak menutup kemungkinan jika Mycoplasma pneumonia dapat menjadi pandemi baru.
“Jadi kita tidak menutup kemungkinan apakah bisa menjadi pandemi. Tetapi kalau dibandingkan dengan yang virus, itu jauh lebih cepat,” ungkapnya.
Baca juga: Cegah Pneumonia Misterius dari China, Ini Peringatan Waspada Kemenkes
Disebut sebagai "walking pneumonia"
Imran juga menuturkan, pneumonia yang disebabkan oleh Mycoplasma pneumonia ini juga disebut sebagai walking pneumonia.
Pneumonia jenis ini umumnya bergejala ringan dan orang-orang biasanya dapat melanjutkan aktivitas sehari-hari ketika mengidapnya.
Seorang penderita bahkan merasa cukup sehat untuk berjalan-jalan atau beraktivitas sehari-hari tanpa sadar bahwa dirinya menderita walking pneumonia, dikutip dari WebMD.
Mayoritas penyebaran penyakit ini terjadi di tempat ramai seperti sekolah, asrama perguruan tinggi, fasilitas pelatihan militer, fasilitas perawatan jangka panjang, dan rumah sakit.
Selama wabah di sekolah, mereka yang tertular biasanya adalah anggota keluarga dari siswa yang sakit.
Gejala paling umum pneumonia ini pada orang dewasa adalah batuk kering yang persisten.
Baca juga: Mengenal Mycoplasma, Bakteri yang Disebut Jadi Penyebab Kasus Pneumonia Misterius di China
Muncul di Belanda
Belanda disebut juga mengalami peningkatan kasus pneumonia misterius pada anak-anak, dikutip dari The Messenger.
Hal ini menjadikannya sebagai negara kedua yang melaporkan wabah serupa setelah China.
Institut Penelitian Layanan Kesehatan Belanda (NIVEL) melaporkan, 80 dari setiap 100.000 anak berusia antara 5 hingga 14 tahun menderita pneumonia pada minggu lalu.
Ini adalah wabah pneumonia terbesar yang pernah dicatat NIVEL dalam beberapa tahun terakhir.
Pada puncak musim flu 2022, ketika kasus pneumonia paling umum terjadi, tercatat ada 60 kasus untuk setiap 100.000 anak dalam kelompok umur tersebut.
Baik NIVEL maupun Institut Nasional untuk Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan, keduanya tidak dapat memberikan penjelasan terkait peningkatan kasus pneumonia ini.
Baca juga: 5 Hal yang Perlu Diketahui soal Kasus Pneumonia Misterius di China
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.