KOMPAS.com - Gunung Marapi yang terletak di perbatasan Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, meletus sejak Minggu (3/12/2023).
Sebanyak 75 orang pendaki dilaporkan berada di atas gunung Marapi saat meletus.
Berdasarkan data Badan SAR Nasional (Basarnas) Padang, 49 pendaki berhasil dievakuasi dengan selamat pada Minggu malam. Namun, 11 pendaki lain dilaporkan meninggal dunia.
Berbagai pihak pun menyoroti adanya aktivita pendakian di gunung Marapi saat terjadi letusan.
Lantas, apakah memang tidak ada larangan pendakian ke gunung Marapi?
Baca juga: Penyebab Gunung Marapi Meletus Tiba-tiba Tanpa Didahului Aktivitas Vulkanik, Ini Penjelasan PVMBG
Penjelasan PVMBG
Koordinator Pengamatan dan Penyelidikan Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Ahmad Basuki mengatakan, gunung Marapi hingga kini berada dalam status Waspada (Level II).
Dengan status itu, warga sebenarnya tidak diperbolehkan melakukan kegiatan atau mendekati gunung Marapi pada radius 3 kilometer dari kawah atau puncak, sesuai rekomendasi PVMBG.
Akan tetapi, PVMBG tidak mempunyai hak untuk melarang adanya aktivitas pendakian.
"PVMBG tidak punya hak untuk melarang, karena setiap gunung api di Indonesia yang punya wewenang (melarang pendakian) adalah taman nasional, perhutani, atau BKSDA," kata Basuki dihubungi Kompas.com, Senin (4/12/2023).
Menurutnya, PVMBG sebenarnya setiap bulan mengirimkan dua kali laporan per dua mingguan berisi data terkini dan rekomendasi ke berbagai pihak, seperti BNPB, Gubernur Sumatera Barat, dan Wali Kota Bukittinggi.
Baca juga: Warganet Sebut Gunung Marapi Tiba-tiba Meletus Minggu Sore, Ini Penjelasan PVMBG
Tak ada tanda-tanda letusan
Basuki menyebutkan, setiap erupsi gunung berapi memiliki karakter masing-masing.
Bahkan, perbedaan itu bisa terjadi dalam satu gunung api, tergantung dari sifat magma, hidrothermal, kedalaman kantung magma, serta terkadang bisa dipicu oleh musim atau gempa tektonik.
"Dalam kasus erupsi Marapi tanggal 3 Desember ini, tidak terekam adanya gempa vulkanik dalam (gempa yang menunjukkan adanya pergerakan magma dari dalam)," jelas dia.
Tidak adanya gempa vulkanik ini menunjukkan bahwa akumulasi tekanan berada di kedalaman dangkal.
"Alat kita tidak merekam adanya gempa vulkanik dangkal. Hal ini menunjukkan bahwa proses tekanan yang terjadi tidak menimbulkan banyaknya retakan-retakan pada batuan yang bisa menimbulkan gempa," ujarnya.
Karena proses peningkatan tekanan tidak menimbulkan gempa, suatu letusan akan sulit untuk diprediksi.
Baca juga: Saat Ilmuwan Temukan Gunung Laut Setinggi Dua Kali Burj Khalifa...
Pendakian ditutup usai terjadi letusan
Sementara itu, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat telah menutup sementara jalur pendakian ke Gunung Marapi setelah terjadi letusan.
"Saat ini booking online ditutup dan semua petugas di pintu masuk sedang berusaha untuk menghubungi semua pendaki," ujar Pelaksana Harian Kepala BKSDA Sumbar Eka Dhamayanti di Padang, Minggu, seperti dikutip dari Antara.
Terkait status gunung Marapi, PVMBG akan terus melakukan pemantauan.
Jika ada potensi erupsi yang lebih besar, status gunung Marapi berpeluang akan segera dinaikkan.
Berdasarkan pengamatan PVMBG pada Senin (4/12/2023) pukul 00.00 WIB-11.45 WIB, gunung Marapi terekam mengalami 10 letusan dan 49 hembusan.
Baca juga: Momen Evakuasi Pendaki yang Terjebak di Gunung Marapi, Korban Alami Luka Bakar
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.