KOMPAS.com - Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Dunia (UNESCO) menjadikan tanggal lahir dua pahlawan Indonesia sebagai hari perayaan tingkat internasional.
Hal tersebut ditetapkan dalam penutupan Sidang Umum ke-42 UNESCO di Paris, Perancis, Rabu (22/11/2023).
Dua pahlawan Indonesia yang tanggal lahirnya dijadikan hari perayaan tingkat internasional yakni sastrawan AA Navis dan pejuang wanita asal Aceh Keumalahayati.
Dilansir dari laman Kemendikbud Ristek, penetapan tersebut sekaligus menjadi pengukuhan atas prestasi Indonesia dalam UNESCO selama sidang umum ke-42.
Sebelumnya, Indonesia telah ditetapkan sebagai anggota Dewan International Programme for the Development of Communication (IPDC).
Di sisi lain, diresmikan pula Indonesian Corner di markas besar UNESCO dan bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi sidang umum UNESCO.
Baca juga: Pedang Pangeran Diponegoro Ditemukan di Gudang Museum Belanda
Profil AA Navis dan Keumalahayati
Baik Navis dan Keumalahayati yang tanggal lahirnya dijadikan perayaan tingkat internasional oleh UNESCO punya kontribusi masing-masing bagi Indonesia.
Berikut profil Navis dan Keumalahayati selengkapnya.
1. Profil AA NavisDilansir dari laman Kemendikbud, Ali Akbar Navis atau AA Navis adalah seorang penulis dan budayawan terkemuka Indonesia.
Ia lahir di Padangpanjang, Sumatera Barat pada 17 November 1924. Navis adalah anak pertama dari lima bersaudara.
Perjalanan Navis sebagai penulis dimulai ketika ia memutuskan untuk tidak merantau dan tetap tinggal di kampung halamannya.
Navis mulai menggemari dunia karang-mengarang ketika orangtuanya berlangganan majalah Panji Islam dan Pedoman Masyarakat.
Kedua majalah tersebut berisi cerita pendek dan cerita bersambung di setiap edisinya Kegemaran Navis akan membaca kemudian diketahui oleh ayahnya, St. Marajo Sawiyah.
Marajo mendukung kegemaran Navis tersebut lalu memberikan uang kepada buah hatinya supaya bisa membeli buku bacaan yang digemari.
Baca juga: Bahasa Indonesia Jadi Bahasa Resmi di UNESCO, Dipakai 27 Penutur dan Warga di 52 Negara
Perjalanan karier AA NAvisNavis sempat menempuh pendidikan di Indonesisch Nederiandsch School (INS).
Setelah tamat dari jenjang tersebut, ia belajar sendiri secara otodidak dan mulai mengembangkan intelektualnya melalui kegemarannya dalam membaca.
Dari situlah, Navis mulai menulis kritik dan esai di mana ia menyoroti kelemahan cerpen Indonesia dan menelusuri kekuatan cerpen asing.
Kelemahan pada cerpen Indonesia kemudian diperbaiki oleh Navis dengan memadukannya dengan cerpen asing.
Namun, perjalanan karier Navis sebagai penulis baru diakui pada 1955 saat cerpennya terbit di beberapa majalah, seperti Roman, Kisah, Budaya, dan Mimbar Indonesia.
Navis juga pernah menulis novel sandiwara untuk beberapa stasiun RRI, seperti Stasiun RRI Bukittinggi, Padang, Palembang, dan Makassar.
Sebelum tutup usia pada November 2004 di Rumah Sakit Pelni, Jakarta, Navis telah menciptakan berbagai karya sejak tahun 1980-an.
Berikut beberapa karya Navis:
- Robohnya Surau Kami (kumpulan cerpen), Jakarta: Gramedia, 1986
- Hujan Panas dan Kabut Musim (kumpulan cerpen), Jakarta: Jambatan, 1990
- Dermaga dengan Empat Sekoci (kumpulan 34 puisi), Bukittinggi: Nusantara
- Saraswati si Gadis dalam Sunyi, Jakarta: Pradnya Paramita, 1970
- "Memadukan Kawasan dengan Karya Sastra", Suara Karya, 1978.
Baca juga: Mengenal Sumbu Filosofi Yogyakarta yang Jadi Warisan Dunia UNESCO
Keumalahayati yang tanggal lahirnya juga dijadikan hari peringatan tingkat internasional oleh UNESCO adalah pejuang wanita yang berasal dari Kesultanan Aceh.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan nama Keumalahayati sebagai pahlawan nasional pada 2017.
Dilansir dari laman Perpusnas, Keumalahayati lahir pada 1599 dan tutup usia pada 1615.
Ia memiliki ayah bernama Laksamana Mahmud Syah. Kakek dari ayahnya adalah Laksamana Muhammad Said Syah yang merupakan putra dari Sultan Salahuddin Syah.
Baca juga: Apa Itu Sumbu Filosofi Yogyakarta yang Diusulkan Jadi Warisan Budaya Tak Benda UNESCO?
Peran KeumalahayatiSebagai pahlawan nasional, Keumalahayati memiliki pemikiran yang berbeda dengan wanita pada zamannya.
Ia punya keberanian menjadi panglima dan diplomat ketika mempertahankan wilayah Aceh dari penjajah.
Keumalahayati bahkan berani memimpin 2.000 orang yang tergabung dalam pasukan Inong Balee atau janda-janda pahlawan yang sudah mati syahid.
Mereka mengobarkan perang melawan kapal-kapal dan benteng-benteng Belanda pada 11 September 1599.
Pada peristiwa tersebut, kapten Belanda bernama Cornelis de Houtman dibunuh oleh Keumalahayati saat pertempuran satu lawan satu di geladak kapal.
Selanjutnya, Keumalahayati mendapat gelar Laksamana atas keberhasilannya tersebut yang membuat namanya dikenal sebagai gelar Laksamana Malahayati.
Baca juga: 4 Geopark Indonesia yang Kembali Diakui UNESCO, Mana Saja?
Keumalahayati pimpin perundingan dengan BelandaKiprah Keumalahayati lainnya adalah ketika ia memimpin perundingan damai mewakili Sultan Aceh dengan pihak Belanda.
Perundingan tersebut dilakukan Belanda sebagai upaya untuk melepaskan Frederick de Houtman yang ditangkap oleh Keumalahayati.
Perundingan keduanya akhirnya terwujud yang kemudian membebaskan Frederick de Houtman dari cengkeraman Keumalahayati.
Belanda diharuskan membayar ganti rugi kepada Kesultanan Aceh supaya Frederick de Houtman dibebaskan.
Di sisi lain, Keumalahayati juga pernah menerima duta utusan Ratu Elizabeth I dari Inggris, yaitu James Lancaster.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.