Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Sulitnya Memberantas Nepotisme

Baca di App
Lihat Foto
canva.com
Ilustrasi pengertian nepotisme, jenis, ciri, dan dampaknya dalam dunia kerja
Editor: Sandro Gatra

SEJAK awal masa Orde Reformasi, saya sudah menegaskan bahwa praktik nepotisme sulit diberantas akibat sudah terlanjur menjadi bagian DNA melekat pada peradaban Nusantara.

Suka tak suka apa boleh buat sejarah membuktikan para kerajaan di persada Nusantara secara sadar atau tidak sadar memang mempraktikkan nepotisme.

Bagi yang tidak setuju nepotisme, maka ingin merebut tahta kerajaan hanya bisa mewujudkan ambisinya dengan nelakukan kudeta kekerasan militer atau intrik muslihat politik konspirasi.

Berarti mereka yang menginginkan nepotisme lenyap dari panggung politik Indonesia pada hakikatnya sedang menggantang asap belaka.

Pada kenyataan, Orde Reformasi alih-alih berhasil membasmi malah menyuburkan cocok-tanam nepotisme di panggung politik kekuasaan Indonesia.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yang menyatakan tidak ada nepotisme di Indonesia lazimnya justru sedang asyik menikmati nikmatnya nepotisme.

Selama gerakan antinepotisme masih terbatas etika atau tata krama bahkan aturan sopan santun, maka alih-alih melenyap malah makin merajalela.

Selama antinepotisme masih terbatas pada kearifan ngono yo ngono ning ojo ngono, maka pasti ngono tetap dilakukan berdasar keyakinan bahwa jika dia dan kamu boleh, lalu kenapa aku tidak boleh.

Sebenarnya Indonesia sudah punya undang-undang antinepotisme. Dalam ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme menyebutkan bahwa setiap Penyelenggara Negara yang melakukan nepotisme bisa dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah).

Seharusnya pengesahan Undang-Undang No 28 tahun 2009 tersebut sudah merupakan dasar hukum sah untuk melarang praktik nepotisme bersama dengan korupsi dan kolusi.

Namun pada kenyataannya kasus nepotisme di Indonesia tidak pernah disidangkan meskipun sudah banyak aduan maupun bukti-bukti. Malah akhir-akhir ini nepotisme berganti eufemisme istilah menjadi politik dinasti.

De facto dan de jure memang sudah ada lembaga antirasuah, yaitu KPK sebagai akronim Komite Pemberantasan Korupsi. Namun memang belum ada KPN sebagai akronim Komite Pemberantasan Nepotisme.

Sepertinya memang bangsa Indonesia terkesan masih belum sepenuh hati dalam mengejawantahkan gerakan memberantas nepotisme.

Selanjutnya terserah kepada negara, bangsa, dan rakyat Indonesia mengenai mau atau tidak mau memberantas nepotisme atau politik dinasti atau apapun istilahnya. Jika mau, maka sebenarnya pasti mampu. Jika tidak mampu, maka berarti sekadar tidak mau.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi