KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) membentuk Tsunami Ready Community untuk mengantisipasi ancaman bencana tsunami di Samudra Hindia.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, hal itu penting guna meminimalkan risiko bencana gempa bumi di laut yang sewaktu-waktu bisa terjadi, seperti tsunami di Aceh 19 tahun silam.
"Tsunami Aceh 2004 silam menjadi pelajaran bagi negara-negara di kawasan Samudra Hindia bahwa tsunami yang terjadi tiba-tiba berdampak fatal bagi negara-negara di kawasan tersebut dan menyebabkan banyak korban jiwa," kata Dwikorita, dikutip dari laman BMKG.
Ia juga mengajak negara-negara di kawasan Samudra Hindia untuk berkolaborasi mempercepat terbentuknya Tsunami Ready Community.
Potensi tsunami di Samudera Hindia
Selain tsunami Aceh 2004, bencana tsunami Samoa 2009, tsunami Chili 2010, dan tsunami Tohoku Jepang 2011 juga menjadi bukti bahwa ancaman tsunami di Samudra Hindia nyata adanya.
Menurut Dwikorita, Samudra Hindia merupakan salah satu wilayah di dunia yang sangat rawan terkena tsunami.
Samudra Hindia terdiri dari dua zona subduksi yang dapat menyebabkan tsunami di seluruh samudra.
"Maka dari itu, ancaman tersebut harus diantisipasi dengan membangun kapasitas seluruh negara agar dapat merespons potensi tsunami secara tepat waktu. Utamanya dalam peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat, serta peningkatan keterjangkauan informasi kepada masyarakat," terang Dwi.
Lantas, apa itu Tsunami Ready Community?
Baca juga: 7 Tsunami Mematikan di Indonesia pada Rentang 1990-2000, Ada di Mana Saja?
Mengenal Tsunami Ready Community
Tsunami Ready Community adalah program peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi ancaman tsunami.
Tsunami Ready Community diartikan sebagai komunitas siap tsunami, yaitu sebuah upaya dari pejabat dan penduduk setempat dari seluruh dunia untuk menyelamatkan nyawa masyarakat yang rawan terhadap risiko tsunami.
Dikutip dari laman BMKG, Tsunami Ready Community bertujuan untuk membangun masyarakat yang memiliki kesadaran dan kesiapsiagaan untuk melindungi kehidupan, mata pencaharian, dan harta benda dari tsunami di berbagai wilayah, sehingga dapat meminimalkan korban jiwa.
Program ini berbasis pada 12 indikator aspek penilaian potensi bahaya (assessment), kesiapsiagaan (preparedness), dan respons yang telah ditetapkan UNESCO-IOC, di antaranya:
- Wilayah ditetapkan sebagai wilayah bahaya tsunami
- Jumlah orang berisiko di dalam zona bahaya tsunami dapat terestimasi
- Sumber-sumber ekonomi, infrastruktur, dan politik teridentifikasi
- Peta evakuasi tsunami yang mudah dipahami.
- Memiliki papan informasi tsunami termasuk rambu-rambu ditampilkan di publik
- Masyarakat memiliki materi edukasi publik dan kesiapsiagaan berupa keselamatan dan informasi dalam merespons peringatan ancaman tsunami
- Desa atau kelurahan edukasi publik 3 kali dalam satu tahun di tingkat masyarakat
- Sudah melakukan latihan evakuasi menghadapi gempa bumi dan tsunami
- Masyarakat sudah memiliki rencana operasi darurat tsunami berupa dokumen rencana kedaruratan yang berisi identifikasi potensi bahaya gempa bumi dan tsunami
- Masyarakat memiliki kapasitas untuk memahami dan mengelola operasi tanggap darurat selama darurat tsunami
- Tersusunnya rencana kontijensi atau respons dalam keadaan darurat oleh komunitas di daerah rawan tsunami
- Tersedia sarana yang memadai dan andal untuk menerima peringatan dini tsunami dari otoritas yang berwenang (dari BPBD) selama 24 jam secara tepat waktu.
Nantinya, program Tsunami Ready Community akan diimplementasikan di sektor pariwisata dan sektor infrastruktur, seperti bandara dan pelabuhan.
Baca juga: Kata Media Asing soal Letusan Gunung Marapi: Waspada Tsunami di Jepang dan Bahaya Pendakian
Wilayah implementasi Tsunami Ready Community
Salah satu komunitas desa yang telah mengimplementasikan Tsunami Ready Community adalah Komunitas Desa Tanjung Benoa, Bali.
Diberitakan Antara, Komunitas Desa Tanjung Benoa bahkan sudah mendapat pengakuan UNESCO Tsunami Ready Community.
Selain Komunitas Desa Tanjung Benoa, berikut 9 desa atau kelurahan di Indonesia yang telah dikukuhkan sebagai komunitas siaga tsunami oleh UNESCO:
- Kelurahan Tanjung Benoa, Badung
- Kelurahan Glagah, Kulonprogo
- Desa Kemadang, Gunung Kidul
- Desa Pangandaran, Pangandaran
- Desa Panggarangan, Lebak
- Desa Tambakrejo, Malang
- Kelurahan Kuta Mandalika, Lombok Tengah
- Kelurahan Purus, Padang Barat
- Kelurahan Lolong Belanti, Padang Utara.
Sembilan komunitas siaga tsunami yang telah dikukuhkan tersebut memiliki tanggung jawab menjaga tingkat kesiapsiagaan tsunami dan menjaga keberlanjutan sistem serta prosedur yang telah ditetapkan.
Mereka juga bertanggung jawab memelihara dan mengelola setiap indikator Tsunami Ready serta menyusun rencana tahunan dan melaporkan kegiatan tahunan.
Baca juga: Gempa Magnitudo 6,6 Guncang Kupang NTT, Tak Berpotensi Tsunami
Pengusulan Tsunami Ready Community
Bagi desa atau kelurahan atau komunitas yang telah memenuhi 12 indikator Tsunami Ready Community, dapat mengusulkan pengakuan Tsunami Ready Community kepada UNESCO. Berikut caranya:
- Desa atau kelurahan atau komunitas mengajukan permohonan ke National Tsunami Ready Board (NTRB) Indonesia
- NTRB melakukan pendampingan dan verifikasi lapangan untuk mengecek kelengkapan 12 indikator
- Jika terpenuhi, komunitas akan mendapat sertifikat pengakuan nasional dari NTRB
- Lalu NTRB akan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap dokumen 12 indikator
- NTRB mengajukan kepada UNESCO melalui IOTIC untuk mendapatkan pengakuan sebagai Tsunamy Ready Community
- UNESCO akan meminta IOTIC untuk melakukan verifikasi lapangan
- Apabila 12 indikator tersebut terpenuhi, maka UNESCO akan mengeluarkan sertifikat pengakuan
- Terakhir, UNESCO akan meminta NTRB untuk melakukan monitoring evaluasi terhadap 12 indikator Tsunami Ready.