Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dianggap Berbohong soal Efektivitas Vaksin Covid-19, Jaksa Agung Texas Gugat Pfizer

Baca di App
Lihat Foto
AP/MIKE MORONES via ABC INDONESIA
Pfizer mengatakan bahwa 99 persen protein dalam varian baru virus masih sama. (AP: Mike Morones)
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Jaksa Agung Texas, Amerika Serikat, Ken Paxton menggugat perusahaan farmasi Pfizer atas vaksin Covid-19 yang dibuatnya.

Ken menilai, Pfizer melebih-lebihkan efektivitas vaksin Covid-19 dan menganggap perusahaan menipu masyarakat.

Dikutip dari The Guardian, gugatan ini dilayangkan Ken pada akhir bulan lalu ke pengadilan distrik negara bagian Lubbock, Texas.

"Pfizer terlibat dalam tindakan dan praktik yang salah, menipu, dan menyesatkan dengan membuat klaim yang tidak didukung mengenai vaksin Covid-19," ujar Ken Paxton dalam keterangannya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ia juga menilai, perusahaan telah melanggar Undang-Undang Praktik Perdagangan yang menipu warga Texas.

Baca juga: Pemprov DKI Sediakan 26.000 Dosis Vaksin Covid-19 buat Warga Jakarta

Gagal akhiri pandemi

Ken menuturkan, klaim Pfizer mengenai efektivitas menyiratkan bahwa vaksin akan secara efektif mengakiri pandemi Covid-19.

Kenyataannya, Pfizer gagal melakukan hal tersebut dalam waktu satu tahun setelah vaksin diperkenalkan.

Pada November 2020, Pfizer merilis hasil efektivitas vaksin Covid-19 sebesar 95 persen dalam 28 hari pertama usai seseorang menerima vaksin. 

Gugatan ini menyebutkan, efektivitas vaksin yang mencapai 95 persen merupakan klaim yang tidak akurat. Ia bahkan menilai tingkat kematian Covid-19 masih memburuk, meskipun vaksin telah tersedia.

Dalam gugatannya, Ken menyoroti mandat penggunaan vaksin yang menurutnya kejam dan menyebut produk itu dijual dengan kebohongan.

“Faktanya jelas, Pfizer tidak mengatakan yang sebenarnya tentang vaksin Covid-19 mereka,” ujarnya dikutip dari The Hill.

Baca juga: Mulai 2024 Vaksin Covid-19 Gratis Hanya untuk Kelompok Berisiko

Gugatan ini memiliki setiadaknya lima tuduhan pelanggaran yang dilakukan Pfizer terhadap Undang-Undang Praktik Perdagangan.

Ken juga menuduh Pfizer memakai media sosial untuk mengintimidasi dan membungkam para penentang vaksin Pfizer, seperti yang dilakukan mantan Komisaris Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) Scott Gottlieb. 

Menurunya, Gottlieb menandai postingan atau akun yang mempertanyakan maupun menyangkal kemanjuran vaksin.

Gugatan ini sekaligus meminta Pfizer agar dilarang membuat pernyataan mengenai kemanjuran vaksin buatannya, sekaligus melarang perusahaan melakukan koordinasi dengan platform media sosial terhadap orang-orang yang membicarakan kemanjuran vaksin.

Ken juga meminta denda perdata sebesar 10.000 dolar AS atau sekitar Rp 153 juta untuk setiap dugaan pelanggaran.

Baca juga: Berapa Lama Vaksin Booster Pfizer dan Moderna Memberikan Perlindungan?

Tanggapan Pfizer

Merespons gugatan ini, Pfizer menegaskan bahwa pihaknya sangat berkomitmen terhadap kesejahteraan para pengguna vaksin.

"Pfizer sangat berkomitmen terhadap kesejahteraan pasien yang dilayaninya dan tidak ada yang lebih diprioritaskan daripada keamanan dan efektivitas terapi dan vaksinnya," ujar Pfizer.

Pfizer mengatakan, sejak otorisasi awal oleh FDA pada Desember 2020, vaksin Covid-19 Pfizer-BioNTech telah diberikan kepada lebih dari 1,5 miliar orang.

Dari jumlah tersebut, terlihat adanya profil keamanan yang baik pada semua kelompok usia.

Selain itu, Pfizer menilai vaksin membantu melindungi masyarakat dari keparahan Covid-19, termasuk rawat inap dan kematian.

"Pernyataan yang dibuat oleh perusahaan tentang vaksin Covid-19 telah akurat dan berbasis sains," papar Pfizer.

Pfizer menilai, tuntutan Texas tidak beralasan dan akan menanggapi gugatan ini di pengadilan pada waktunya.

Baca juga: BPOM Izinkan Vaksin Covid-19 Pfizer untuk Anak 6 Bulan

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi