KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta masyarakat agar mewaspadai potensi cuaca ekstrem selama periode Natal 2023 dan tahun baru 2024 (Nataru).
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, cuaca ekstrem tersebut merupakan dinamika atmosfer akibat posisi Indonesia yang diapit dua benua dan dua samudra.
"Waspadai untuk wilayah Indonesia bagian selatan, termasuk Jawa dan Sumatera bagian selatan itu, setelah Natal hingga sampai setelah tahun baru, awal bulan," ujarnya dalam rilis yang diterima Kompas.com, Rabu (20/12/2023).
Lantas, bagaimana prakiraan cuaca selama Natal 2023 dan tahun baru 2024?
Baca juga: Cuaca Kembali Panas dan Jarang Turun Hujan, Ini Penyebabnya Kata BMKG
Prakiraan cuaca selama Nataru
Dwikorita melanjutkan, potensi cuaca ekstrem yang terjadi di sejumlah wilayah Indonesia selama Nataru tersebut dapat berupa hujan lebat yang disertai angin kencang.
Selain itu, ia juga mengatakan bahwa potensi cuaca ekstrem juga perlu diperhatikan sebelum perayaan Natal, terutama di wilayah Indonesia bagian utara yang berbatasan dengan daerah khatulistiwa, seperti Sumatera Utara, Aceh, dan Kalimantan.
"Selain cuaca ekstrem, selama musim Nataru ini terdapat potensi gelombang tinggi di Samudra Hindia, Pasifik, dan Selat Sunda," kata Dwikorita.
Selain itu, pihaknya juga mengingatkan mengenai arus laut dan angin kencang yang dapat terjadi selama periode tersebut.
Untuk itu, ia meminta kepada perusahaan pelayaran, angkutan penyeberangan, nelayan, dan masyarakat umum untuk meningkatkan kewaspadaan demi mencegah terjadinya kecelakaan laut.
“Masyarakat bisa mengakses informasi cuaca 24 jam penuh melalui aplikasi @infobmkg. Silahkan akses informasi dari platform tersebut sebagai acuan dalam beraktivitas selama pekan Nataru. Di sana juga terdapat informasi gempabumi dan lain sebagainya,” terangnya.
Baca juga: Jelang Libur Nataru, Ini Titik Rawan Kecelakaan di Jateng, Pantura, dan Tol Trans-Jawa
Penyebab cuaca ekstrem selama Nataru
Sementara itu, berdasarkan analisa BMKG, potensi cuaca ekstrem yang terjadi selama pekan Nataru disebabkan oleh aktivitas pola tekanan rendah di Laut China Selatan.
"Keberadaan pola tekanan rendah di sekitar Laut China Selatan secara tidak langsung turut membentuk pola pertemuan serta belokan angin dan menyebabkan terjadinya peningkatan awan hujan di sekitar Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi," ujar Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto, terpisah.
Guswanto mengungkapkan, daerah-daerah yang berpotensi mengalami hujan dengan intensitas sedang hingga lebat berpotensi terjadi di sebagian wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi Tengah, Papua, Sulawesi, dan Maluku.
Untuk mengantisipasi cuaca ekstrem Nataru, pihaknya telah menyediakan akses informasi cuaca terintegrasi jalur transportasi.
Secara khusus, BMKG menyediakan akses informasi di jalur pelayaran melalui situs INAWIS yang digunakan untuk melihat prakiraan cuaca beberapa hari sebelum kejadian gelombang tinggi.
Selain itu, ia menambahkan bahwa BMKG juga mendirikan posko kesiapsiagaan dengan mengirim mobile radar cuaca dan alat observasi yang dipasang di pelabuhan Merak, Bakauheni dan Juanda.
"Radar cuaca akan menyajikan informasi terbaru setiap 10 menit, sehingga akan menjadi dasar peringatan dini ketika cuaca buruk terjadi," pungkasnya.
Baca juga: Kapan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Akan Kembali Diguyur Hujan?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.