KOMPAS.com - Pemanasan global menyebabkan musim yang lebih hangat dan lebih panjang di Arktik atau Kutub Utara.
Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman lebih cepat yang dapat menyebabkan lebih banyak semak.
Dilansir dari BBC (19/12/2023), pertumbuhan tanaman yang lebih tinggi dan berkayu terjadi ketika lanskap terbuka secara bertahap berubah menjadi hutan.
Di area lain, mungkin melajunya pertumbuhan semak belukar terdengar baik, tetapi dalam kasus lanskap Arktik, hal ini dapat menghapus ekosistem kuno yang bercirikan hutan terbuka, yang dikenal sebagai hutan boreal, dan tundra Arktik yang tidak memiliki pohon.
Semak belukar juga dapat memperburuk dampak perubahan iklim, karena penelitian menunjukkan bahwa semak belukar memerangkap panas yang bisa mencairkan lapisan es dan menghangatkan tundra.
Nah, dalam penelitian terbaru, bukti-bukti memperkuat kesimpulan bahwa rusa kutub dapat memainkan peran besar dalam membantu melestarikan seluruh ekosistem Kutub Utara.
Dalam hal ini termasuk lapisan salju, hutan terbuka dengan semak-semak beri yang tumbuh rendah, lumut, dan juga iklim musim dingin.
Baca juga: Kehidupan di Area Terdingin Dunia, Minus 40 Derajat Celsius Dianggap Sore yang Hangat
Cara rusa kutub melawan pemanasan global
Penelitian menunjukkan bahwa rusa kutub yang merumput dapat membantu melawan beberapa dampak perubahan iklim di Kutub Utara yang memanas empat kali lebih cepat daripada bagian lain dari planet ini.
Di tengah perubahan iklim yang terjadi di Arktik, rusa kutub membantu memperlambat proses pemanasan global dengan cara memakan dan menginjak-injak tanaman.
Sebuah studi menemukan bahwa populasi rusa kutub yang meningkat di Semenanjung Yamal di Siberia telah membantu menjaga vegetasi di wilayah tersebut stabil, meskipun suhu musim panas meningkat.
Penulis studi tersebut mengatakan bahwa penggembalaan rusa kutub mungkin telah mengimbangi dampak perubahan iklim di wilayah tersebut.
Keberadaan rusa kutub juga membantu melestarikan habitat tundra sehingga spesies asli dapat terus berkembang.
Para ilmuwan juga mempelajari peran rusa kutub dalam siklus karbon di Arktik.
Mereka mengukur tingkat CO2 di dalam dan di luar kandang rusa kutub di hutan boreal untuk mengetahui apakah tumbuhan bawah berperan sebagai penyerap atau sumber karbon.
Menurut salah satu teori, pertumbuhan semak dapat menyebabkan emisi CO2 yang lebih besar karena menghasilkan lebih banyak biomassa atau bahan tanaman yang membusuk.
Tumbuhan bawah yang sebagian besar terdiri dari lumut, lichen, dan semak kecil, diperkirakan menghasilkan biomassa pengurai yang lebih sedikit karena ukuran tanaman lebih kecil.
Noora Kantola, peneliti di Universitas Oulu di Finlandia utara, telah mempelajari dampak penggembalaan rusa kutub dan perubahan kedalaman salju terhadap emisi CO2 di semak-semak di dua hutan di Finlandia utara selama empat tahun terakhir.
Dia mengatakan bahwa efek tersebut dapat berdampak dalam jangka waktu yang sangat lama.
Penelitian menunjukkan bahwa semak mempercepat pencairan salju di musim semi karena semak memerangkap panas dan menghasilkan kehangatan melalui ranting gelap yang menjulur di atas salju.
Nah, rusa kutub, dapat membantu memperlambat pencairan dan menjaga lapisan salju dengan cara memakan semak-semak yang sudah tumbuh rimbun.
Baca juga: 100 Pasien Anak Diterbangkan ke Kutub Utara untuk Rayakan Natal di Rumah Sinterklas
Dilihat dari citra satelit
Dilansir dari NASA, selama beberapa dekade, satelit telah digunakan untuk memantau vegetasi di Arktik.
Penelitian di lapangan menunjukkan bahwa rusa kutub dapat memengaruhi vegetasi, termasuk mengurangi kehijauan dan kelimpahan lumut, memperlambat perambatan semak belukar, dan meningkatkan nitrogen tanah.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa peningkatan tekanan herbivora dari rusa kutub dapat mengimbangi pemanasan iklim di Semenanjung Yamal.
Hal ini menunjukkan bahwa peternakan rusa kutub semi-domestikasi dapat menjadi strategi pengelolaan lingkungan yang efektif untuk mempertahankan lanskap tundra terbuka dalam menghadapi perubahan iklim.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.