Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Himalaya Bisa Perlambat Perubahan Iklim, Bantu Dinginkan Bumi yang Kian Panas

Baca di App
Lihat Foto
pixabay.com
Pegunungan Himalaya. Ilmuwan baru-baru ini menemukan fenomena yang bisa memperlambat efek pemanasan global di Himalaya.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com -  Gletser yang melingkupi Pegunungan Himalaya di benua Asia dilaporkan mulai mencair dengan cepat seiring pemanasan global.

Namun, laporan yang terbit pada 4 Desember 2023 menunjukkan fenomena menakjubkan di pegunungan tertinggi di dunia ini dapat membantu memperlambat dampak krisis iklim global.

Menurut penelitian dalam jurnal Nature Geoscience, suhu panas yang mengenai massa es tertentu di dataran tinggi, akan memicu reaksi berupa embusan angin dingin yang kuat ke arah lereng.

Pemanasan global

Penulis utama studi sekaligus profesor glasiologi di Institute of Science and Technology Austria, Francesca Pellicciotti mengatakan, pemanasan global telah menciptakan kesenjangan suhu di beberapa tempat.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesenjangan suhu tersebut tercipta lebih besar antara udara di sekitar gletser Himalaya dan udara dingin yang bersentuhan langsung dengan permukaan massa es.

"Hal ini meningkatkan pertukaran panas di permukaan gletser dan pendinginan massa udara di permukaan yang lebih kuat," ujarnya, dikutip dari CNN, Selasa (12/12/2023).

Saat udara permukaan yang sejuk dan kering menjadi lebih dingin dan padat, udara tersebut secara perlahan akan tenggelam.

Massa udara kemudian mengalir menuruni lereng menuju lembah, menyebabkan efek pendinginan di area bawah gletser serta ekosistem di sekitarnya.

Di sisi lain, es dan salju dari Pegunungan Himalaya akan mengalir ke 12 sungai yang menjadi sumber air bersih bagi hampir 2 miliar orang di 16 negara.

Aliran tersebut akan sedikit membantu mendinginkan wilayah di negara-negara yang dilewatinya.

Oleh karena itu, penting untuk mengetahui apakah gletser Himalaya dapat mempertahankan efek pendinginan tersebut.

Pasalnya, wilayah ini diperkirakan akan menghadapi kemungkinan kenaikan suhu dalam beberapa dekade mendatang.

Baca juga: Gletser Tertua Berumur 2,9 Miliar Tahun Ditemukan Tersembunyi di Bawah Ladang Emas Afrika Selatan


Gletser Himalaya mencair, tanda ada kenaikan suhu

Dilansir dari Kompas.id, Selasa (20/6/2023), gletser di Himalaya mencair 65 persen lebih cepat pada 2010 dibandingkan dengan dekade sebelumnya.

Percepatan proses pencairan lapisan es besar itu menjadi tanda bahwa kenaikan suhu telah berdampak pada Pegunungan Himalaya.

Ilmuwan di Institut des Geosciences de l'Environnement Grenoble, Perancis, Fanny Brun menyampaikan, dampak utama kenaikan suhu pada gletser adalah meningkatnya es yang menghilang.

Kondisi ini, menurut Brun, memiliki mekanisme utama berupa perpanjangan dan peningkatan atau intensifikasi musim pencairan.

"Hal ini menyebabkan gletser menipis, memicu lanskap deglasiasi yang cenderung meningkatkan suhu udara lebih lanjut karena penyerapan energi lebih besar oleh permukaan," tambah Brun, seperti dilansir CNN, Selasa.

Penyerapan energi di permukaan sendiri ditentukan oleh sesuatu yang disebut dengan efek albedo.

Permukaan terang atau berwarna putih seperti salju dan es akan memantulkan lebih banyak sinar Matahari atau albedo tinggi.

Sebaliknya, permukaan gelap seperti daratan yang tampak akibat gletser meleleh, tanah, serta lautan, lebih sedikit memantulkan sinar Matahari atau disebut albedo rendah.

Secara umum, Brun mengatakan fenomena ini ditafsirkan sebagai proses positif. Namun, secara keseluruhan kurang dipelajari dan sulit untuk diukur.

Baca juga: Ini yang Bakal Terjadi jika Gletser Kiamat di Antartika Runtuh

Pendinginan tidak cukup mengatasi pemanasan global

Sementara itu, di kaki Gunung Everest, salah satu gunung di Himalaya, pengukuran rata-rata suhu keseluruhan tampak stabil dan tidak meningkat.

"Meski suhu minimum terus meningkat, suhu permukaan maksimum di musim panas terus menurun," kata peneliti di Dewan Riset Nasional Italia (CNR), Franco Salerno.

Meski demikian, kehadiran angin dingin tidak cukup untuk menangkal peningkatan suhu dan pencairan gletser akibat perubahan iklim sepenuhnya.

Thomas Shaw, yang merupakan bagian dari kelompok penelitian ISTA bersama Pellicciotti mengatakan, alasan gletser-gletser ini mencair dengan cepat sangatlah kompleks.

"Pendinginan ini bersifat lokal, tetapi mungkin masih belum cukup untuk mengatasi dampak yang lebih besar dari pemanasan iklim dan melestarikan gletser sepenuhnya," ujar Shaw.

Pellicciotti menjelaskan, studi barunya memberikan motivasi kuat untuk mengumpulkan lebih banyak data jangka panjang dengan elevasi tinggi.

Data tersebut sangat dibutuhkan untuk membuktikan temuan baru terkait pencairan gletser dan dampaknya yang lebih luas.

"Proses yang kami soroti dalam makalah ini berpotensi memiliki relevansi global dan dapat terjadi di gletser mana pun di seluruh dunia jika kondisinya terpenuhi," jelasnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi