Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siswa Kelas 6 SD di Bandung Diperkosa dan Diculik, Pelaku Bisa Dijerat Pasal Berlapis

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/Faustina Auria
Ilustrasi Perdagangan Manusia
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Seorang siswi kelas 6 SD berinisial KJP (12) menjadi korban penculikan, pemerkosaan oleh dua pelaku yang dikenalnya melalui media sosial, yakni AD (18) dan DF (24).

Tak hanya itu, korban bahkan dijual oleh pelaku melalui aplikasi kencan online.

KJP dinyatakan hilang selama tiga minggu sejak Kamis (9/11/2023) dan ditemukan pada Rabu (20/12/2023) di sebuah apartemen di Jalan Ahmad Yani, Kota Bandung, Jawa Barat.

"Pelaku melakukan persetubuhan dengan korban, kemudian juga yang menjadi sorotan di sini pelaku ternyata menawarkan korban melalui aplikasi online, chatting atau dating dan ditawarkan pada orang lain," kata Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Budi Sartono, dikutip dari Kompas.com, Jumat (22/12/2023).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korban sudah dijual beberapa kali oleh pelaku ke pria hidung belang dengan tarif Rp 300.000 hingga Rp 500.000.

Baca juga: Kronologi Siswa Kelas 6 SD di Bandung Diperkosa dan Dijual di Aplikasi Online Rp 500.000


Bisa disangkakan pasal berlapis

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho mengatakan, kasus ini merupakan kejahatan yang termasuk dalam undang-undang perlindungan anak.

“Pelaku-pelaku ini akan dijerat dengan undang-undang tentang perlindungan anak pada pasal 76 c Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014,” jelas Hibnu saat dihubungi Kompas.com, Jumat (22/12/2023).

Menurutnya, pelaku yang menjual korban ke pria hidung belang juga bisa dijerat dengan pasal lainnya, yakni perdagangan anak.

Ia menjelaskan, tindakan pelaku dalam kasus termasuk ke dalam kasus concursus realis, yakni beberapa tindak pidana yang dilakukan secara bersamaan.

Jika pemerkosaan dan perdagangan anak yang dilakukan AD (18) dan DF (24) terbukti, kedua pelaku akan menerima hukuman lebih berat.

“Kalau satu tindakan terbukti, pelaku akan diancam penjara 15 tahun. Tetapi, jika terbukti dua-duanya, akan diperberat penjara 15 tahun ditambah sepertiganya,” ujarnya.

Baca juga: Tindak Pidana di Bawah Rp 2,5 Juta Disebut Tidak Diproses Hukum, Ini Kata Polisi

Untuk membuktikan kasus ini, ia pun mendorong penegak hukum untuk terus melakukan pemeriksaan agar tidak ada korban selanjutnya.

Selain itu, perlindungan anak untuk korban kejahatan juga harus berfokus pada aspek psikologi dan materi, jika ada.

“Biasanya, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akan menuntut ganti rugi ke arah sana. Jadi tidak hanya pidana saja, tetapi hak-hak anak juga,” ujarnya.

Adapun hak-hak anak korban kejahatan yang harus dilindungi, antara lain perlindungan anak untuk masa depan, perlindungan psikologi, dan perlindungan terhadap rasa ketakutan.

“Negara harus hadir untuk memenuhi hak-hak korban dalam kasus seperti ini,” tuturnya.

Baca juga: Kasus 2 Wanita di India Diarak dan Diperkosa, Pelaku Baru Ditahan 2 Bulan Usai Kejadian

Pencegahan kasus

Ia menuturkan, peran orangtua dan masyarakat sangat penting untuk mencegah kasus serupa.

Pasalnya, tindakan kriminal terhadap anak umumnya terjadi karena iming-iming dari pelaku.

“Orangtua punya tanggung jawab agar anak tidak merasa kesepian. Akhirnya, anak bisa beraktivitas dengan baik, positif, dan terhindar dari iming-iming,” kata dia.

Selain orangtua, masyarakat dan pemerintah juga turut berperan dalam melindungi anak-anak dari kasus kejahatan seperti yang menimpa KJP.

“Saya kira undang-undang perihal perlindungan anak perlu digalakkan lagi agar kasus seperti ini tidak terulang kembali,” jelasnya.

Hibnu berharap, kasus ini perlu mendapat penanganan secara kolaboratif dari penegak hukum, masyarakat, dan orangtua agar anak dapat pulih dari trauma.

Baca juga: Kronologi Terungkapnya Kasus Bocah 13 Tahun Diperkosa Bergilir Pria Mabuk di Lapangan Mamuju

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi