Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bergabung sejak: 30 Mei 2021

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Kepemimpinan Ideal 2024 untuk Generasi Produktif

Baca di App
Lihat Foto
Dok. Shutterstock
Ilustrasi pemimpin muda.
Editor: Sandro Gatra

TAHUN 2023 ini meninggalkan banyak kisah untuk kita refleksikan. Tahun ini adalah tahun di mana kita tidak lagi merasakan pandemi.

Aktivitas ekonomi mulai kembali menuju normal. Kita juga merasakan lagi senangnya bertemu orang-orang untuk mengembangkan berbagai ide untuk kemajuan masa depan.

Beberapa kejadian lain pada tahun ini membuat dunia sangat bergejolak. Konflik Israel dan Palestina saat ini membuat banyak orang marah.

Selain itu, peperangan antara Ukraina dan Rusia yang belum menunjukkan penyelesaian akhir. Dua konflik ini menyadarkan kita bahwa dunia masih belum baik-baik saja.

Namun di sisi lain, pada tahun ini, banyak inovasi muncul ke permukaan, khususnya di bidang kecerdasan buatan. ChatGPT menjadi tajuk utama pembicaraan berbagai pihak, mulai dari pebisnis hingga pendidik.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kita mulai melihat bagaimana ChatGPT mendisrupsi banyak aktivitas personal dan profesional. Dari ChatGPT, gelombang inovasi dan rasa kompetitif bermunculan untuk membuat aplikasi tandingan.

Pada segi kehidupan profesional, pada 2023 merupakan masa penyesuaian untuk mengombinasikan cara kerja hybrid. Awal tahun, ada banyak perusahaan yang kembali menerapkan kembali work from office.

Data dari PwC menunjukkan 62 persen pekerja di Indonesia mulai bekerja di kantor. Seiring berjalannya waktu, banyak pekerja yang mulai terbiasa bekerja hybrid.

Perusahaan meresponnya dengan mengeluarkan kebijakan bekerja hybrid. Seperti di Belgia, 33,9 persen pekerjanya setidaknya akan bekerja satu hari dari rumah.

Secara garis besar, menurut survei dari IPSOS, 53 persen masyarakat global merasa tahun ini adalah tahun yang buruk buat mereka dan 70 persen menganggap 2023 adalah tahun yang buruk bagi negaranya.

Meskipun begitu, masyarakat dunia, termasuk Indonesia, menyambut positif kedatangan tahun 2024. Menurut riset dari IPSOS, 70 persen masyarakat memandang tahun depan akan lebih baik dari sebelumnya.

Hal ini tentu menunjukkan adanya optimisme masa depan yang lebih baik dari banyak sisi.

Saya yakin, pada 2024, kita akan menemukan banyak kejutan lainnya yang berdampak pada banyak aspek. Oleh karena itu, kita harus memutuskan sekarang juga figur pemimpin seperti apa yang kita butuhkan pada 2024 dan selanjutnya.

Kita sudah melalui banyak fenomena pada 2023 yang membuat kita bisa menilai gaya dan karakter pemimpin untuk beberapa tahun mendatang. Terlebih pada 2024, kita akan menghadapi berbagai masalah yang lebih kompleks dari tahun-tahun sebelumnya.

Prediksi masa depan

Banyak lembaga serta para ahli telah membuat prediksi apa yang akan terjadi pada 2024. Sebagian besar memiliki prediksi yang positif, walaupun beberapa ada yang memiliki skenario negatif.

Dari segi teknologi, kita akan melihat kecerdasan buatan terus berkembang penggunaannya, terutama di sektor bisnis.

Menurut data dari Forrester tahun 2023 tentang kecerdasan buatan, 62 persen perusahaan sedang bereksperimen (29 persen) atau melakukan ekspansi (33 persen) dengan AI generatif.

CISCO, salah satu perusahaan teknologi juga memprediksi bahwa pada 2024, AI akan mengalami perkembangan yang pesat.

Liz Cantoni, wakil presiden dari CISCO mengungkapkan bahwa AI akan mengantarkan kita kepada, “a once-in-a-generation shift...opening vast new opportunities and transforming industries, modes of operation, and career paths.”

Optimisme ini mengindikasikan bahwa 2024 merupakan tahun di mana semakin banyak penelitian dan pengembangan AI untuk kepentingan praktis.

Perkembangan AI akan memiliki dampak yang cukup besar pada lapangan pekerjaan. Tahun 2030, menurut McKinsey, perusahaan yang mengadopsi AI generatif bisa mengurangi sepertiga (30 persen) jam kerja karyawan.

World Economic Forum (WEF) pada studinya memprediksi pada 2027 akan terdapat 26 juta lebih sedikit pekerjaan di bidang pembukuan, sekretaris eksekutif, administrasi, dan bidang pekerjaan serupa.

Prediksi lainnya yang tidak kalah penting adalah tentang pola kerja. Karyawan saat ini menginginkan pola kerja fleksibel.

Menurut riset dari Robert Half tahun 2022 lalu, 62 persen pekerja mengatakan akan tetap bekerja dengan gaji lebih rendah jika mereka memiliki pilihan kerja yang fleksibel.

Riset dari Logitech tahun 2023 juga mengungkapkan bahwa 62 persen karyawan Indonesia lebih memilih bekerja secara hybrid.

Artinya, kerja fleksibel pada 2024 dan selanjutnya akan tetap bertahan. Terlebih, demografi pekerja saat ini mulai didominasi oleh generasi Z.

Menurut Merza Gamal, Praktisi Perbankan Syariah & Pengkaji Sosial Ekonomi Islami, generasi Z mencari pekerjaan yang memiliki nilai, memungkinkan lingkungan kerja yang fleksibel, adil, dan terbuka terhadap perubahan.

Prediksi terakhir adalah tentang perubahan iklim. Pada 2024, suhu rata-rata global bisa melewati ambang batas 1,5 derajat celcius. Kenaikan tersebut hanya sementara.

Meskipun sementara, tetapi kita semua jadi lebih sadar bahwa temperatur global dapat melewati ambang batas kapan saja.

Menurut survei dari Ilumate Asia, 93 persen rakyat Indonesia khawatir tentang dampak isu ini. Survei dari Allianz tahun 2023 yang mensurvei masyarakat di Brasil, Britania Raya, Jerman, Amerika Serikat, India, Italia, Perancis, dan Tiongkok juga menemukan bahwa 76,8 persen khawatir tentang perubahan iklim.

Peluang dan tantangan bagi pemimpin Indonesia

Bermacam-macam prediksi pada 2024 sebenarnya bisa menjadi peluang bagi pemimpin untuk membuat banyak gebrakan di organisasinya, khususnya di Indonesia.

Semakin ke sini, kita membutuhkan lebih banyak figur pemimpin yang mampu mengubah tantangan menjadi peluang.

Peluang di sini konteksnya adalah bagaimana pemimpin membuat kebijakan yang menyasar langsung permasalahan, ataupun menciptakan budaya yang mendorong kerja-kerja inovatif di organisasinya.

Bukan hanya tata kata, terjebak pada perumusan wacana dan terjebak hanya dalam fase perencanaan. Bangsa ini perlu lebih banyak eksekutor sebagai lokomotif perubahan di akar rumput.

Dari segi perubahan cara kerja, pemimpin dapat menciptakan budaya yang ideal agar anggota yang bekerja hybrid dan office bisa bekerja sama dengan baik.

Dilansir dari Gallup, anggota yang bekerja hybrid memiliki tingkat engagement yang lebih tinggi, kesejahteraan yang lebih baik, dan lebih sedikit turnover.

Bloom et al. (2023) menemukan bahwa bekerja hybrid mengurangi tingkat gesekan antarpekerja di perusahaan sebesar 33 persen.

Manfat dari bekerja hybrid disadari oleh pemimpin itu sendiri. Dalam The CMO Survey 2023, para pemimpin percaya diri dalam mendorong produktivitas tim melalui kerja jarak jauh dan kerja kantor langsung, dengan 50 persen melaporkan tidak ada perubahan pada tingkat produktivitas pekerja.

Sebanyak 57 persen pemimpin pemasaran bekerja dari rumah setidaknya beberapa kali. Tinggal bagaimana pemimpin membuat sistem yang ideal agar hybrid work bisa bekerja optimal.

Bekerja secara fleksibel memang disukai oleh anak muda. Menurut survei The Deloitte Global tahun 2022, sebanyak 63 persen generasi Z dan 62 persen milenial lebih suka pola kerja yang fleksibel, kombinasi antara bekerja di kantor dan di rumah.

Bahkan, menurut Deloitte 2023, sebanyak 77 persen generasi Z dan 75 persen milenial akan mempertimbangkan untuk mencari pekerjaan baru jika perusahaan menuntut mereka bekerja full-time di kantor.

Fakta ini membuktikan bekerja hybrid akan menjadi favorit bagi para pekerja, yang mau tidak mau harus dipenuhi oleh perusahaan.

Terkait pengembangan kecerdasan buatan, pemimpin Indonesia saat ini sedang menggenjot berbagai talenta berbasis digital kita agar lebih mumpuni dalam menguasai teknologi.

Banyak pihak juga ikut bergotong royong membantu upaya tersebut. Prakerja dan Microsoft misalnya, membuat program untuk melatih 100.000 talenta muda agar terampil soal AI.

Salah satu startup di Indonesia, Langing AI, meluncurkan kursus gratis untuk meningkatkan kapasitas di area kecerdasan buatan.

Di sisi lain, isu perubahan iklim harusnya menjadi peluang untuk memasifkan gerakan, program, dan kebijakan yang berprinsip berkelanjutan.

Terlebih, di sisi perusahaan, kemajuannya lambat. Menurut survei dari EY tahun 2023 yang melibatkan 520 Chief Sustainability Officer, menunjukkan kemajuan yang melambat di saat aksi iklim perlu dipercepat.

Fenomena ini harusnya menjadi turning point bagi pemimpin usaha dan bisnis untuk lebih mengedepankan sisi keberlanjutan.

Menurut EY tahun 2023, sebanyak 96 persen karyawan mengharapkan perusahaannya menjalankan agenda keberlanjutan (sustainability).

Menerapkan prinsip tersebut secara langsung menjadi tanggung jawab moral semua pihak untuk terlibat aktif dalam penyelesaian perubahan iklim yang masif.

Pemimpin masa kini bisa memanfaatkan momentum perubahan iklim untuk mengakselerasi pekerjaan yang sifatnya hijau (green jobs).

Dengan kegelisahan anak muda sekarang terhadap perubahan iklim, mereka ingin terlibat dalam banyak upaya penyelesaian iklim di dalam pekerjaannya.

Survei dari Yayasan Indonesia Cerah pada 2023 menemukan bahwa 99 persen anak muda percaya bahwa mereka memiliki peran penting melalui green jobs.

Anak muda pada akhirnya akan menjadi pilar penting bagi pengelolaan talenta dan penyelesaian masalah-masalah masa depan.

Beruntungnya, Indonesia sendiri punya potensi anak muda yang melimpah. Kepemimpinan di Indonesia mendapatkan dukungan yang luar biasa dari momentum bonus demografi.

Momentum ini harus dimanfaatkan pemimpin untuk mengembangkan anak muda agar bisa menerima estafet kepemimpinan.

Pemuda/pemudi saat ini cenderung memiliki sifat kepemimpinan yang lebih baik. Jika melihat dari survei terbaru, mayoritas anak muda ingin menjadi pengusaha.

Survei kolaborasi tahun 2023 mengemukakan ada 58,3 persen anak muda yang ingin berwirausaha.

Kita bisa melihat anak muda punya semangat kepemimpinan yang kuat untuk lebih produktif dalam berkarya. Semangat tersebut harus dipelihara dan dikembangkan oleh pemimpin saat ini.

Generasi produktif yang tidak destruktif adalah kelompok individu muda yang membedakan diri mereka dengan kreativitas, inovasi, dan fokus pada dampak positif.

Mereka menunjukkan kecenderungan untuk menggunakan teknologi dan sumber daya dengan bijaksana, mengintegrasikan nilai-nilai keberlanjutan, dan berkontribusi pada perubahan sosial yang positif.

Generasi ini cenderung mengejar tujuan produktif dan membangun solusi inovatif untuk tantangan global, memadukan semangat antusiasme dengan kesadaran akan dampak jangka panjang terhadap masyarakat dan lingkungan.

Sudah banyak anak muda yang menjadi inisiator berbagai gerakan yang ada di Indonesia, mulai dari pendidikan hingga pemberdayaan ekonomi.

Matahari Kecil adalah contoh kecil dari gerakan anak muda yang berdampak. Yasser Muhammad Syaiful menginisiasi gerakan ini untuk meningkatkan taraf pendidikan anak yang terancam putus sekolah dan meningkatkan pendapatan orangtua anaknya melalui berbagai program yang diusung.

Dari sini, kita bisa melihat kualitas anak muda Indonesia sebagai seorang inisiator dan solutor bagi permasalahan bangsa.

Kekayaan modal manusia Indonesia yang kita miliki harus dimanfaatkan pemimpin semaksimal mungkin. Anak muda harus diberi ruang dan diberdayakan agar kelak mereka juga bisa melakukan hal yang sama terhadap generasi penerus lainnya.

Memberikan ruang kepada anak muda memungkinkan terjadinya inovasi secara masif. Menurut Todd Khozein, Co-CEO dari perusahaan SecondMuse, mengatakan bahwa anak muda tidak lagi dibatasi oleh titik buta yang mengakar seiring bertambahnya usia.

Mereka membawa imajinasi dan inovasi tanpa batas di dalam sistem yang mungkin sudah kuno. Terlebih, anak muda bisa meningkatkan indeks inovasi dan kompetitif Indonesia.

Saat ini, indeks inovasi global Indonesia ada di peringkat 61. Indeks daya saing global Indonesia ada di peringkat 34, melampaui Spanyol (36), India (40), Jepang (35), dan Italia (41).

Apabila pemimpin kita bisa memberdayakan dan mengeluarkan potensi anak muda kita dengan maksimal, bukan tidak mungkin indeks inovasi dan daya saing Indonesia bisa berada di 10 besar.

Namun demikian, pemimpin menghadapi tantangan yang pelik, termasuk di Indonesia. Tantangan ini tidaklah bersifat teknis, melainkan fundamental.

Pemimpin saat ini telah kehilangan kepercayaannya, dari masyarakat maupun internal organisasi.

Menurut Edelman Trust Barometer 2023, hanya institusi bisnis yang masyarakat percaya, dengan angka 62. Sedangkan masyarakat berposisi netral terkait NGO, pemerintah, dan media.

Meskipun masyarakat memercayai institusi bisnis, di kalangan internal organisasi, kepercayaan di antara anggotanya menurun.

Menurut data dari DDI 2023, hanya 32 persen yang memercayai pemimpin seniornya.

Hal senada juga ditemukan oleh PwC. Dalam riset yang berjudul Trust Survey tahun 2023, hanya 34 persen karyawan yang merasa pemimpinnya memberikan perhatian yang memadai untuk mendapatkan kepercayaan.

Tantangan fundamental ini dapat menghambat kinerja dan inovasi pemimpin. Kepercayaan adalah hal yang diperlukan apabila organisasi ingin berinovasi ataupun menyelesaikan permasalahan yang ada.

Pemimpin berinteraksi dengan manusia, di mana bukan hanya anggota atau masyarakat yang harus berjuang mendapatkan kepercayaan pemimpin.

Kepercayaan sifatnya mutualisme, sehingga pemimpin juga harus berjuang untuk meraih kepercayaan anggota dan masyarakat.

Oleh karena itu, pada 2024, pertemuan rutin tahunan World Economic Forum mengangkat tema Rebuilding Trust. Tujuannya adalah memulihkan kerja sama global dan memperkuat prinsip-prinsip dasar transparansi, konsistensi dan akuntabilitas di antara para pemimpin.

Melihat prediksi, tantangan, dan peluang yang ada, pemimpin masa depan, khususnya di tahun 2024, harus memiliki gaya dan karakter tertentu yang relevan dengan perkembangan zaman.

Tentunya, dengan kepercayaan dari masyarakat yang menurun, pemimpin di kalangan bisnis (untuk mempertahankan kepercayaan), NGO, pemerintah, dan media harus membuktikan kepemimpinannya.

Singkatnya, tahun depan adalah tahun di mana pemimpin akan memulihkan kepercayaan masyarakat. Pulihnya kepercayaan masyarakat akan menjadi kunci untuk memperkaya inovasi dan menggerakkan orang-orang untuk memajukan bangsa.

Mengutip dari Deloitte, anggota yang percaya pemimpinnya akan menbuat anggota lebih produktif dan bahagia, membuat organisasi lebih kuat, mengurangi tingkat turnover, meningkatkan keterlibatan, dan berkorelasi dengan produktivitas dan kualitas pekerjaan.

Pertanyaannya adalah, untuk mendapatkan kembali kepercayaan masyarakat, pemimpin seperti apa yang kita butuhkan?

Kriteria pemimpin dan ketidakpastian

Jika bicara gaya, saya berpikir bahwa kombinasi gaya kepemimpinan yang inovatif, terbuka dengan perubahan dan melayani menjadi pendekatan yang relevan.

Mengapa gaya kepemimpinan seperti ini yang tepat? Kita melihat perkembangan dunia saat ini membutuhkan pendekatan inovatif, tidak hanya out-of-the-box, tetapi juga berpikir tanpa kotak.

Tipe pemimpin yang seperti ini mampu mengakselerasi inovasi di organisasi untuk kepentingan masyarakat.

Pemimpin saat ini harus relevan dengan model kepemimpinan BANI (‘brittle’, ‘anxious’, ‘nonlinear’ and ‘incomprehensible’).

Konsep BANI membantu para pemimpin lintas sektor saat ini dalam menghadapi dunia yang semakin rapuh, cemas, tidak linear, dan sulit dipahami.

Pertama, dalam konteks (brittle), pemimpin harus menyadari, bahkan sistem yang tampak stabil dapat berada di ambang keruntuhan.

Oleh karena itu, mereka perlu mengambil langkah-langkah pencegahan dan tidak terlalu bergantung pada operasi yang mungkin terlihat dapat diandalkan di permukaan.

Kemudian, pemahaman terhadap kecemasan (anxious) sangat penting. Pemimpin harus mampu mengelola informasi berlimpah agar tidak menciptakan kecemasan yang berlebihan di kalangan anggota timnya.

Kemampuan untuk membuat keputusan yang tepat dalam situasi tekanan dan ketegangan menjadi kunci, dan pemimpin perlu mengembangkan kecerdasan emosional untuk menangani situasi tersebut dengan baik.

Konsep ketidaklinearan (nonlinear) menunjukkan sebab dan akibat tidak selalu mengikuti struktur yang dapat diprediksi.

Pemimpin perlu menyadari perencanaan jangka panjang mungkin tidak selalu efektif, dan mereka harus siap untuk beradaptasi dengan perubahan yang tidak terduga.

Fleksibilitas dan kemampuan untuk berpindah-pindah dalam permainan menjadi keterampilan kunci dalam menghadapi tantangan kompleks.

Terakhir, pemimpin harus memahami dalam dunia yang sulit dipahami (incomprehensible), tidak semua kejadian, penyebab, dan keputusan dapat dijelaskan secara menyeluruh.

Meskipun informasi tersedia secara melimpah, mencari kebenaran universal dapat menjadi tugas sulit.

Oleh karena itu, pemimpin perlu memiliki keterampilan untuk mengelola ketidakpastian, melihat sisi positif dari situasi, dan mengidentifikasi peluang di tengah kompleksitas.

Dengan memahami konsep BANI, pemimpin dapat mengembangkan strategi dan keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dan ketidakpastian dalam dunia yang terus berubah dengan cepat.

Bill Gates, mengutip dari Gates Notes, mengatakan bahwa, “Accelerating innovation requires both political and private sector leadership.”

Dan ini memang benar adanya. Kita bisa melihat kasus di mana ketika ChatGPT muncul, banyak perusahaan teknologi yang mengakselerasi inovasi AI untuk membuat aplikasi tandingan.

Contohnya Google membuat Google Bard, aplikasi mirip Chat GPT yang memiliki fungsi yang sama.

Alasan lainnya adalah pemimpin saat ini perlu berorientasi melayani kepentingan banyak orang. Serangkaian inovasi dan fenomena dunia berdampak pada masyarakat.

Pemimpin harus berpikir bagaimana inovasi yang pemimpin hadirkan di masyarakat menjawab permasalahan di lapangan. Bagaimana produk atau program yang dibuat dapat melayani kepentingan banyak orang.

Kepemimpinan inovatif-melayani harus memiliki empat karakter utama. Karakter pertama adalah inovatif.

Menurut riset dari Boston Consulting Group tahun 2023, sebanyak 79 persen perusahaan menempatkan inovasi di antara tiga prioritas utama mereka.

Studi Miro di tahun 2023 menemukan bahwa 82 persen pemimpin mengganggap perusahaan akan punah dalam waktu lima tahun apabila tidak berinovasi.

Riset Miro juga mengungkapkan bahwa 78 persen pekerja informasi setuju jika inovasi membentuk budaya positif organisasi dan meningkatkan keterlibatan karyawan.

Karakter kedua adalah seorang eksekusioner handal. Setiap pemimpin pasti memiliki visi dan strategi yang jauh kedepan.

Akan tetapi, jika kedua hal tersebut tidak bisa dieksekusi dengan baik, maka strategi dan visi yang dibuat tidak akan terwujud.

Pada 2020, sebanyak 48 persen pemimpin gagal mengimplementasi strateginya. Angka ini memang menurun sejak 20 tahun lalu, di mana 90 persen pemimpin menemukan kegagalan.

Namun, ketika strategi sudah mencapai dua pertiga, 85 persen pemimpin gagal melakukan implementasi strateginya. Alasan-alasan inilah yang menegaskan pentingnya pemimpin yang mampu eksekusi.

Karakter ketiga adalah pemimpin harus melayani. Melayani di sini konteksnya adalah menjadi pemimpin itu harus memperlakukan orang lain dengan baik.

Dalam konteks yang lebih luas, pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang berorientasi pada apakah yang ia lakukan itu berdampak untuk banyak orang.

Nancy Padberg, presiden dan CEO Arizona Christian Education, memaparkan tiga elemen penting dari kepemimpinan melayani: memberdayakan orang lain untuk berkembang, mendorong rasa hormat dan percaya satu sama lain, serta melayani dan memberi nilai tambah pada orang lain.

Karakter terakhir adalah pemimpin adalah pencerita yang handal. Mengapa butuh pemimpin yang seperti itu?

Karena untuk menggerakkan orang lain membutuhkan cerita yang terhubung dengan banyak orang. Terlebih, tugas harian pemimpin adalah mengomunikasikan ide, gagasan, dan solusi. Cerita bisa menjadi cara yang ampuh untuk memotivasi orang lain untuk berkarya.

Gaya dan karakter kepemimpinan tersebut saya rasa relevan pada 2024. Kita butuh semakin banyak pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan inovatif-melayani serta memiliki semua karakter tersebut.

Terlebih, dunia semakin tidak dapat diprediksi, yang membuat inovasi menjadi pendekatan yang tepat.

Saya rasa, kepemimpinan inovatif-melayani bisa meningkatkan kembali rasa percaya masyarakat kepada para pemimpin.

Di tahun 2024 dan selanjutnya, pemimpin harus jeli melihat peluang inovasi dengan berpikiran bahwa inovasi ini untuk banyak orang.

Semakin banyak pemimpin yang memiliki karakter inovatif dan melayani, saya yakin dunia akan menjadi lebih baik dan satu per satu permasalahan terselesaikan secara lebih baik dan efektif.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi