Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembelian Alutsista Bekas Disebut Kebutuhan Tidak Produktif, Benarkah Demikian?

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Capres nomor urut dua Prabowo Subianto (kiri) menyampaikan pendapat saat adu gagasan dalam debat ketiga Pilpres 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (7/1/2024). Debat kali ini bertemakan pertahanan, keamanan, hubungan internasional, globalisasi, geopolitik, dan politik luar negeri.
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Pengadaan alutsista bekas menjadi salah satu sorotan dalam debat calon presiden (capres) pada Minggu (7/1/2024).

Diketahui, capres nomor urut 1, Anies Baswedan berpandangan, Kemenhan menggunakan utang luar negeri untuk kebutuhan tidak produktif, seperti pembelian alutsista bekas.

"Utang dipakai untuk membeli alutsista bekas oleh Kementerian Pertahanan Itu bukan sesuatu yang tepat," kata Anies.

Menanggapi hal itu, capres nomor urut 2 Prabowo Subianto menilai bahwa narasi tersebut menyesatkan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

“Menurut saya, menyesatkan rakyat itu Pak. Tidak pantas Profesor (Anies) ngomong begitu karena dalam pertahanan hampir 50 persen alat-alat di mana pun adalah bekas, tapi usianya masih muda,” ujar Prabowo.

Lantas, benarkah pembelian alutsista bekas bisa dilihat sebagai kebutuhan tak produktif?

Baca juga: Disorot Saat Debat Capres, Ini Sederet Alutsista Bekas yang Dibeli Menhan Prabowo


Tidak untuk dibandingkan

Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengungkapkan, pembelian alat utama sistem senjata atau alutsista bekas bukan untuk dibandingkan dengan alutsista baru.

"Pembelian alutsista bekas itu tidak untuk diperbandingkan dengan alutsista baru. Dia merupakan langkah yang sifatnya solusi transisi saja," ujarnya, saat dihubungi Kompas.com, Senin (8/1/2024).

Khairul mengatakan, belanja pertahanan Indonesia terpantau mengalami tren peningkatan sejak 2019.

Meningkatnya tren ini terutama bertujuan mengatasi kesenjangan dan mengejar target capaian jelang tenggat waktu Minimum Essential Force (MEF) pada 2024.

Baca juga: Profil PT TIM, Perusahaan Orang Dalam yang Disebut Anies Terkait Pengadaan Alutsista di Kemenhan

Sebagai informasi, MEF atau Kekuatan Pokok Minimum merupakan proses modernisasi alat alutsista Indonesia.

Peningkatan tren sendiri terjadi setelah sempat mengalami stagnasi dan perlambatan pada Rencana Strategis (Renstra) II 2014-2019 dan disusul pandemi Covid-19 yang berdampak pada realokasi serta refocusing anggaran.

"Kenaikan anggaran itu bahkan bisa dikatakan masih kurang, belum ideal," kata Khairul.

Namun, menurut dia, setidaknya pemerintah akan sedikit leluasa untuk merealisasikan sejumlah rencana pembangunan postur pertahanan.

"Termasuk sejumlah komitmen pembelian alutsista yang sudah ditanda tangani sebelumnya," lanjutnya.

Baca juga: Menyoal Sikap Prabowo yang Enggan Buka Data Pertahanan Saat Debat...

Alutsista bekas sebagai langkah transisi

Sayangnya, Khairul menyebutkan, kenaikan anggaran 2023 juga ternyata belum cukup untuk mengakomodasi rencana-rencana belanja alutsista baru dalam rangka akselerasi capaian MEF.

Oleh karena itu, pada pertengahan 2023, disusunlah rencana akuisisi pesawat Mirage 2000-5 bekas dari Qatar sebagai kebijakan transisi untuk mengatasi kesenjangan.

"Nah, sejak 2020 dirasakan kesenjangan itu makin besar," tutur Khairul.

Sementara itu, rencana akuisisi Sukhoi yang sempat dicanangkan Kemenhan pun tidak dapat dilanjutkan karena alasan politik.

Kelanjutan proyek Boramae juga belum mendapat lampu hijau dari Kementerian Keuangan dan Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional).

Baca juga: Melihat Gagasan Anies, Prabowo, dan Ganjar soal Keamanan Siber di Indonesia...

Setelah mempertimbangkan sejumlah opsi, Kemenhan kemudian memutuskan untuk mendatangkan pesawat bekas dari Qatar.

Kebetulan, lanjutnya, Mirage 2000-5 menjadi satu-satunya pesawat yang siap dan lebih sederhana untuk dinegosiasikan sebagai langkah transisi.

"Sayangnya, langkah transisi itu pun kabar terakhirnya ternyata belum bisa dilanjutkan. Alasannya masih sama, keterbatasan anggaran," papar Khairul.

Lantaran harus memilih prioritas di tengah keterbatasan, Khairul mengatakan, pilihan terbaik dan realistis untuk Kemenhan saat ini adalah melanjutkan akuisisi pesawat baru.

"Dan sebagai langkah transisinya, melakukan retrofit (penambahan teknologi atau fitur baru) pesawat yang sudah ada," tambahnya.

Baca juga: Beda Sikap Anies, Ganjar, Prabowo soal Palestina di Debat Ketiga Pilpres 2024

Alutsista baru butuh waktu lebih lama

Khairul menerangkan, alutsista baru maupun bekas memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing.

Salah satunya, semua produksi alutsista baru bersifat made by order atau melalui sistem penjualan pesan.

Oleh karena itu, pembelian alutsista baru pasti membutuhkan waktu lebih lama daripada barang-barang bekas pakai.

"Jadi barang tidak ready. Kalau ada pesanan baru dikerjakan," kata Khairul.

Di sisi lain, meski tidak selama alat sistem pertahanan baru, pembelian alutsista bekas masih membutuhkan waktu sebelum akhirnya dikirim ke negara pemesan.

"Kan ada tahapan juga untuk memastikan kondisinya sesuai dengan apa yang disepakati dalam kontrak pembelian, tapi pasti lebih cepat dari alutsista baru," tuturnya.

Baca juga: Ditanya soal Kinerja Kemenhan di Bawah Prabowo, Ganjar Beri Nilai 5, Anies 11 dari 100

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi