Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Profil Haris Azhar, Aktivis HAM yang Bebas Tuntutan Pencemaran Nama Baik Luhut

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/Rahel
Aktivis HAM, Haris Azhar di Universitas Indonesia, Depok, Rabu (22/11/2023).
|
Editor: Mahardini Nur Afifah

KOMPAS.com - Haris Azhar akhirnya divonis bebas atas kasus dugaan pencemaran nama baik Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Senin (8/1/2024).

Dilansir dari pemberitaan Kompas.com, Senin (8/1/2024), aktivis hak asasi manusia (HAM) ini sebelumnya sempat dituntut empat tahun penjara dan denda Rp 1 juta subsider enam bulan kurungan.

Lantas, bagaimana profil Haris Azhar yang baru lepas dari jerat dari kasus dugaan pencemaran nama baik bersama rekannya Fatia Maulidiyanti ini? Simak artikel berikut. 

Baca juga: Alasan Hakim Vonis Bebas Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dalam Kasus Lord Luhut


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Profil Haris Azhar

Haris Azhar lahir di Jakarta pada 10 Juli 1975. Advokat ini mengenyam pendidikan S1 di Universitas Trisakti.

Selama berkuliah di Trisakti, ia dikenal berperan aktif dalam organisasi kemahasiswaan, khususnya pada tahun-tahun akhir pemerintahan Soeharto, 1997-1998.

Ia terlibat dalam aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa yang kala itu menuntut turunnya Presiden Soeharto.

Setelah lulus dari Universitas Trisakti pada 1999, Haris melanjutkan pendidikan Pascasarjana Filsafat di Universitas Indonesia, pada 2000 hingga 2003, tetapi tidak selesai.

Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan pascasarjana di bidang hak asasi manusia (HAM) ke University of Essex, Inggris. Ia lulus pada 2010.

Sejak lulus, Haris Azhar mulai aktif bekerja di Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

Baca juga: Luhut, Haris Azhar, dan Permintaan Saham Freeport

Berkarier di KontraS

Haris Azhar membangun kariernya di KontraS sebagai sukarelawan di divisi advokat. Setelah itu, kariernya terus naik hingga ia mengemban amanah menjadi koordinator KontraS pada 2015.

Selama berkarier di lembaga yang dirintis aktivitas Munir Said Thalib itu, Haris Azhar dikenal berani dan tegas dalam menegakkan keadilan HAM.

Salah satu keberaniannya terlihat, ketika ia membuat pernyataan publik mengenai dugaan keterlibatan TNI dan Polri dalam bisnis perdagangan narkoba yang dilakukan oleh terpidana mati Freddy Budiman.

Pengakuan tersebut dibuat setelah Haris mengaku berbincang dengan Freddy Budiman ketika tidak sengaja bertemu di Lapas Nusakambangan, dikutip dari Kompas.com, (4/8/2016).

Baca juga: Kronologi dan Motif Oknum TNI Keroyok Aktivis PP KAMMI di Jaktim

Mendirikan Lokataru

Setelah tidak bekerja di KontraS, Haris Azhar mendirikan Lokataru pada 2018. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ini juga fokus pada bidang advokasi HAM.

Tidak sendirian, Haris Azhar mendirikan Lokataru bersama dengan beberapa rekannya, yaitu Eryanto Nugroho, Sri Suparyati, Nurkholis Hidayat, Atnike Sigiro, Iwan Nurdin, dan Mufti Makarim.

Lewat Lokataru, Haris Azhar juga masih aktif lantang merespons isu-isu dan memberikan bantuan hukum kepada para korban pelanggaran HAM.

Terlibat kasus pencemaran nama baik

Sepanjang karier aktivismenya, persoalan hukum yang menjerat Haris Azhar versus Luhut bukan kali pertama. Ia beberapa kali tersandung kasus dugaan pencemaran nama baik. Berikut beberapa di antaranya:

  • Dituduh mencemarkan nama baik atas kasus Freddy Budiman

Haris Azhar sempat dituduh melakukan pencemaran nama baik setelah mengungkap pernyataan yang disampaikan terpidana mati kasus narkoba, Freddy Budiman, pada 2016.

Kasus ini bermula ketika Haris Azhar tidak sengaja bertemu dengan Freddy Budiman di Lapas Nusakambangan pada 2014.

Haris mengungkapkan, keduanya berbincang selama  dua jam. Dalam perbincangannya itu, Freddy banyak menceritakan bisnis narkoba yang ia jalani.

Yang menarik perhatian Haris, Freddy membeberkan sejumlah nama oknum Polri, TNI, dan Badan Narkotika Nasional (BNN) yang diduga ikut terlibat dalam bisnis terlarang itu.

Saat mengetahui informasi tersebut, Haris memutuskan untuk tidak mengungkapkannya lebih dulu. Haris baru mengutarakannya ke publik menjelang eksekusi mati Freddy.

Beberapa hari menjelang hari eksekusi Freddy, Haris menyampaikan cerita ini kepada Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi Sapto Pribowo.

Harapannya, cerita yang disampaikan Haris kepada Johan akan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), dikutip dari Kompas.com, (4/8/2016).

Namun, harapannya meleset. Haris justru dilaporkan oleh tiga institusi yakni TNI, Polri, dan BNN atas tuduhan pencemaran nama baik.

Haris disangkakan melanggar Pasal 27 ayat (3) UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Lebih lanjut Haris menyampaikan, nama oknum TNI, Polri, dan BNN yang diduga terlibat bisnis narkoba Freddy bisa dilacak melalui buku registrasi dan Closed Circuit Television (CCTV) yang terpasang di seluruh sudut Lapas Nusakambangan.

Haris mendudukkan cerita itu sebagai petunjuk, bukan bukti. Pada akhirnya, informasi yang diungkapkan Haris tidak bisa dibuktikan kebenarannya karena tidak adanya sumber dan bukti yang mendukung.

Baca juga: Profil dan Harta Kekayaan Maruli Simanjuntak, Menantu Luhut yang Resmi Jabat KSAD

  • Dituduh kasus pencemaran nama baik Luhut Pandjaitan

Haris Azhar kembali dilaporkan atas tuduhan pencemaran nama oleh Menko Luhut Binsar Pandjaitan, pada Maret 2022. Kala itu, ia dilaporkan bersama dengan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti.

Perkara ini berawal dari percakapan antara Haris dan Fatia yang diunggah dalam kanal Youtube milik Haris yang bertajuk Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam.

Dalam video berdurasi 26.52 menit itu, keduanya menyebut Luhut diduga ikut "bermain" dalam bisnis tambang di Intan Jaya Papua.

Luhut sempat membantah tudingan tersebut. Ia juga melayangkan tiga somasi kepada Haris dan Fatia untuk menyampaikan permohonan maaf, tetapi tidak ada tanggapan.

Alhasil, Luhut memutuskan melaporkan keduanya ke polisi atas dugaan pencemaran nama baik pada 22 September 2021.

Haris Azhar lantas dituntut dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp 1 juta subsider enam bulan kurungan.

Sementara itu, Fatia dituntut hukuman penjara selama 3,5 tahun dan denda Rp 500.000 subsider tiga bulan kurungan.

Setelah dua tahun perkara berjalan, akhirnya Haris dan Fatia dinyatakan tidak bersalah dan bebas, pada Senin (8/1/2024).

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi