Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

HUT Ke-51, Ini Sejarah PDI-P dari Masa ke Masa

Baca di App
Lihat Foto
Dokumentasi PDI-P
Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri menandatangani penyerahan bantuan dana partai politik dari pemerintah kepada PDI-P, di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta, Senin (31/7/2023).
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) merayakan hari ulang tahun (HUT) ke-51 pada Rabu (10/1/2024).

Perayaan HUT ke-51 PDI-P akan dimulai di Sekolah Partai PDI-P sebelum akhirnya dilanjutkan dengan perayaan bersama dengan masyarakat di tingkat rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW).

Acara tersebut akan diselenggarakan secara terbatas dan hanya mengundang 51 orang.

Namun, untuk pertama kalinya, perayaan HUT ke-51 PDI-P disebut-sebut tidak akan dihadiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai kader partai. 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hal itu dikonfirmasi oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto.

"Jadi sangat clear bahwa Bapak Presiden sudah ada tugas, beliau ke Filipina. Tugas yang penting," ujarnya, dilansir dari Kompas.com, Selasa (8/1/2024).

HUT ke-51 PDI-P itu mengusung tema "Satyam Eva Jayate" yang artinya kebenaran pasti menang.

Sejarah PDI-P dari masa ke masa

Dilansir dari laman PDI Perjuangan, kelahiran PDI-P diawali dengan berdirinya Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Jika dirunut, sejarah PDI-P berawal dari Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Presiden pertama Indonesia, Ir Soekarno, pada 4 Juli 1927.

Dalam perjalanannya, PNI bergabung dengan Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), dan Partai Katolik.

Partai gabungan tersebut kemudian dinamakan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada 10 Januari 1973.

Dilansir dari Kompaspedia, berikut sejarah PDI-P dari masa ke masa:

10 Januari 1973

PDI lahir pada 10 Januari 1973 melalui deklarasi yang ditandatangani oleh lima pimpinan partai politik, yakni:

Lalu, pada 14 Januri 1973, susunan Kepengurusan Pusat Partai Demokrasi Indonesia telah terbentuk dengan 25 orang anggota Majelis Pimpinan Pusat dan 11 orang anggota Dewan Pimpinan Pusat (DPP).

Mohamad Isnaeni terpilih menjadi Ketua Umum DPP PDI dan Sabam Sirait menjadi Koordinator Sekretaris Jenderal PDI.

Baca juga: Di Balik Kabar Absennya Jokowi dalam HUT PDI-P karena Tugas Negara...

19 Februari 1975

Pada 19 Februari 1975, terjadi perubahan kepengurusan di dalam tubuh PDI.

Majelis Pimpinan Pusat menunjuk Sanusi Hardjadinata sebagai Ketua Umum DPP PDI yang baru menggantikan Mohamad Isnaeni yang menduduki jabatan dalam pimpinan MPR/DPR.

12–13 April 1976

Untuk pertama kalinya, Kongres I PDI dilaksanakan di Jakarta dan dibuka langsung oleh Soeharto yang menjabat sebagai presiden saat itu.

Kongres I PDI ini menetapkan Sanusi Hardjadinata sebagai Ketua Umum DPP PDI secara aklamasi.

Namun, dalam kongres ini juga terjadi beberapa konflik internal antartokoh elite partai.

14–16 Januari 1978

Konflik internal PDI yang bermula dari Kongres I yang terus memunculkan konflik-konflik lainnya.

Rentetan konflik tersebut diperparah dengan adanya intervensi dari pemerintah.

Baca juga: Bobby Diusulkan untuk Dipecat, Ini Alasan PDI-P Tak Lakukan Hal yang Sama pada Gibran

2–6 Desember 1993

Untuk mengatasi konflik yang terus terjadi, anak kedua dari Soekarno, Megawati Soekarnoputri, didukung untuk menjadi ketua umum (ketum) PDI.

Namun, hal itu sempat mendapat pertentangan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah.

Namun, pada Kongres Luar Biasa (KLB) yang diselenggarakan di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur pada 2-6 Desember 1993, Megawati terpilih sebagai Ketua Umum DPP PDI 1993–1998.

Dia dikukuhkan di Musyawarah Nasional (Munas) PDI yang digelar pada 22-23 Desember 1993 di Jakarta.

20–24 Juni 1996

Konflik internal kembali terjadi hingga diadakan kongres pada 22-23 Juni 1996 di Asrama Haji Medan.

Pada 20 Juni 1996, pendukung Megawati melakukan unjuk rasa yang berujung bentrok dengan aparat keamanan yang menjaga kongres.

Konflik semakin parah ketika pemerintah Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto mengukuhkan Soerjadi sebagai Ketum DPP PDI pada 15 Juli 1996.

Akibatnya, pendukung Megawati menggelar Mimbar Demokrasi di halaman kantor DPP PDI, Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta Pusat pada 27 Juli 1996.

Saat itu, muncul rombongan berkaus merah kubu Soerjadi, dan terjadi bentrok dengan kubu Megawati. Peristiwa tersebut dikenal dengan Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli atau disingkat menjadi Peristiwa Kudatuli.

Baca juga: Karier Politik Bobby Nasution, Menantu Jokowi yang Berpaling dari PDI-P

21 Mei 1998

Dengan berakhirnya Orde Baru yang ditandai dengan lengsernya Soeharto pada 21 Mei 1998, dukungan Megawati di PDI kembali menguat.

Megawati akhirnya ditetapkan sebagai Ketua Umum PDI periode 1998-2003 dalam Kongres ke-V PDI di Denpasar, Bali.

1 Februari 1999

Pada 1 Februari 1999, Megawati mengubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan dengan tujuan agar dapat mengikuti Pemilu.

Nama PDI Perjuangan kemudian dideklarasikan beserta lambang baru berupa kepala banteng pada 14 Februari 1999 di Istora Senayan, Jakarta. Deklarasi itu dihadiri 200 ribu simpatisan.

Baca juga: Karier Politik Bobby Nasution, Menantu Jokowi yang Berpaling dari PDI-P

20 Oktober 1999

Sidang Paripurna MPR menjagokan nama Megawati untuk terpilih sebagai Presiden mengingat banyaknya anggota PDI Perjuangan yang duduk di parlemen.

Namun, pada akhirnya Abdurrahman Wahid atau biasa disapa Gus Dur terpilih sebagai Presiden menggantikan BJ Habibie dan Megawati menduduki jabatan sebagai Wakil Presiden.

Hasil ini membuat beberapa simpatisan PDI Perjuangan kecewa dan marah, namun Megawati mampu menenangkannya.

23 Juli 2001

Setelah Gus Dur diberhentikan dari jabatannya oleh MPR, Megawati Soekarnoputri naik sebagai Presiden periode 2001–2004 didampingi oleh Wakil Presiden Hamzah Haz dari Partai Persatuan Pembangunan.

Baca juga: Bobby Diusulkan untuk Dipecat, Ini Alasan PDI-P Tak Lakukan Hal yang Sama pada Gibran

5 Juli 2004

Pada Pemilihan Presiden secara langsung oleh rakyat pada 2004, Megawati kembali maju didampingi dengan Hasyim Muzadi

Pasangan itu berada di urutan kedua di bawah pasangan calon Presiden/Wakil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla.

Namun, karena calon pasangan masih belum memenuhi persyaratan terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden, dua pasangan teratas akan dipilih kembali dalam Pemilu Presiden putaran kedua.

Hasilnya, Megawati-Hasyim Muzadi harus mengakui keunggulan dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla.

9 Juli 2014

Pada 2014, Megawati Soekarnoputri yang menjabat sebagai Ketua Umum DPP PDI Perjuangan mengajukan nama Joko Widodo (Jokowi) yang merupakan kader partai untuk maju sebagai calon Presiden periode 2014–2019.

Pasangan calon Presiden/Wakil Presiden Joko Widodo–Jusuf Kalla mampu mengalahkan pasangan Prabowo Subianto–Hatta Rajasa dan menjadi presiden untuk masa periode 2014-2019.

PDI-P kembali mengusung Jokowi pada Pilpres 2019 yang dipasangkan dengan Ma'ruf Amin.

Jokowi-Ma'ruf berhasil unggul dari lawannya Prabowo-Sandiaga sehingga kembali menjabat sebagai presiden periode 2019-2024.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi