Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Pesawat Saat Terbang Tak Bisa Selamat dari Gempa dan Tsunami?

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/MURATART
Ilustrasi pesawat. Pesawat di udara disebut tak selamat dari gempa dan tsunami.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Saat gempa dan tsunami mengguncang bumi, berada sejauh mungkin dari daratan dianggap menjadi tempat teraman.

Misalnya, terbang menggunakan pesawat atau helikopter untuk menjauhi terjangan tsunami yang mengguyur daratan.

Namun, sebuah informasi di media sosial TikTok menyebutkan manusia tidak akan selamat dari bencana alam gempa dan tsunami meski tengah berada di atas pesawat.

"You can't survive a tsunami by being on a plane (Anda tidak bisa selamat dari tsunami dengan berada di pesawat)," tulis pengunggah melalui akun @mooxmay, Sabtu (18/11/2023).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sayangnya, tidak ada penjelasan lebih lanjut terkait alasan pernyataan dalam unggahan tersebut.

Respons warganet

Menanggapi unggahan, sejumlah warganet pun menyampaikan ketidaksetujuan bahwa pesawat tidak dapat menghindar dari tsunami.

"Bisa kok, pernah kejadian waktu tsunami palu sebuah pesawat take off saat detik detik terjadi tsunami," komentar akun @orgel***.

"Ya kalo belom take off nggak bisa mana sempat, kalo udh take off ya paling kena gelombang shockwave nya goyang dikit nggak ngaruh," kata warganet dengan akun @fatihat*****.

Hingga Rabu (10/1/2024) petang, unggahan tersebut telah dilihat lebih dari 10,4 juta kali, disukai 1,3 juta pengguna, dan diunggah ulang oleh lebih dari 1.700 warganet.

Lantas, benarkah pesawat yang terbang tidak bisa selamat dari gempa dan tsunami?

Baca juga: 8 Negara Paling Sering Gempa 30 Tahun Terakhir, Indonesia Nomor 2


Pesawat di udara aman dari gempa dan tsunami

Ahli Geodesi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Heri Andreas membantah pesawat yang sedang berada di udara tidak aman dari gempa dan tsunami.

"Kalau pesawatnya sedang di udara ya tidak ada hubungannya," ujarnya, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (10/1/2024).

Heri mengatakan, jika pesawat masih berada di bandara saat gempa dan tsunami mengguncang, barulah alat transportasi ini berpotensi rusak.

Kondisi tersebut sama seperti tsunami di Aceh pada 2004 silam, saat mobil-mobil dan bangunan remuk akibat diputar oleh ombak.

"Ya mungkin analoginya seperti itu," kata Heri.

Namun, dia menegaskan, jika terjadi gempa dan tsunami, tidak ada tekanan udara atau faktor lain yang berpengaruh besar terhadap keberadaan sebuah pesawat di udara.

Gelombang seismik

Heri menjelaskan, seismic waves atau gelombang seismik akibat gempa bumi mungkin dapat mengganggu elektron di lapisan ionosfer.

"Tetapi itu minor effect saja. Gangguan ionosfer sedikit mengganggu sinyal gelombang komunikasi, tetapi juga sangat minor," terangnya.

Sebagai informasi, gelombang seismik adalah rambatan energi yang disebabkan karena adanya gangguan di dalam kerak bumi, seperti getaran atau patahan.

Selain menjalar di permukaan bumi, Heri mengatakan, ada juga gelombang seismik yang menjalar ke angkasa atau atmosfer.

"Yang bikin bumi itu bergetar ya itu namanya seismic waves," ungkap Heri.

Baca juga: 7 Tsunami Mematikan di Indonesia pada Rentang 1990-2000, Ada di Mana Saja?

Penumpang pesawat tidak merasakan getaran gempa

Dilansir dari Kompas.com, Senin (24/5/2021), gelombang seismik terbagi menjadi dua tipe, yaitu gelombang bodi (body wave) dan gelombang permukaan (surface wave).

Body wave menjalar pada bagian dalam bumi dan memiliki frekuensi yang lebih tinggi dari gelombang permukaan.

Gelombang ini meliputi gelombang P atau primer, serta gelombang S alias sekunder.

Paling cepat menjalar, gelombang P merupakan gelombang longitudinal yang gerakan partikelnya sejajar dengan arah rambatannya.

Gelombang P merambat melalui batuan yang solid dan cairan, sehingga dapat mencapai ke inti bumi.

Sementara itu, gelombang S adalah gelombang transversal yang gerakan partikelnya tegak lurus terhadap arah penjalarannya, sehingga memiliki gerakan seperti naik dan turun.

Gelombang S tidak dapat mencapai inti bumi karena tidak mampu menembus media cair pada lapisan inti luar.

Dikutip dari How Stuff Works, gelombang P biasanya memiliki frekuensi bunyi di bawah ambang batas yang dapat didengar telinga manusia, kurang dari 20 Hertz atau infrasonik.

Sesuai prinsip atenuasi atau penurunan tingkat suatu besaran dalam ilmu fisika, intensitas gelombang secara bertahap akan berkurang saat bergerak melalui medium udara.

Bahkan, jika gelombang seismik tersebut mencapai ketinggian pesawat yang mengudara, misalnya 9.144 meter, kebisingan dan gerak benda ini akan mengalahkan bunyinya.

Oleh karena itu, para penumpang dan awak tidak akan mendengar gempa bumi dari pesawat terbang maupun merasakan guncangannya.

Baca juga: Mungkinkah Mengebor Tanah hingga Tembus ke Negara di Belahan Bumi Lain?

Yang dirasakan pilot saat gempa dan tsunami menerjang

Di sisi lain, momen selamat dari gempa dan tsunami pernah dirasakan oleh Capt Ricosetta Mafella, pilot Batik Air penerbangan ID6231.

Pesawat Airbus A320 yang diawakinya berhasil tinggal landas saat gempa bumi melanda Palu pada 28 September 2018 petang, tepat sebelum menara ATC bandara roboh.

Diberitakan Kompas.com, Sabtu (29/9/2018), saat di Bandara Mutiara, Palu, Sulawesi Tengah, sesaat sebelum keberangkatan, Fella meminta quick handling, sesuatu yang tidak biasa dia minta kepada ground handling.

"Entah kenapa kayak diingetin harus buru-buru terbang," kata dia.

Penerbangan Batik Air ID6231 melayani rute Palu-Makassar, dan dijadwalkan terbang pada pukul 17.55 waktu setempat.

Saat pesawat mulai rolling di landasan pacu, Fella merasakan pesawat bergerak ke kanan dan kiri, tetapi getaran terasa mendatar dan bukan vertikal.

"Tetapi karena di cockpit fokus untuk airborne phase, jadi tetap dilaksanakan karena tidak mengganggu," tuturnya.

Semula, Fella mengira guncangan itu disebabkan permukaan landasan pacu yang bergelombang.

Setelah pesawat mengudara, awak Batik Air ID6231 pun menghubungi tower sesuai prosedur yang berlaku, tetapi tidak ada jawaban.

Panggilan ke tower ATC Palu dilakukan beberapa kali, tetapi tetap tidak mendapat jawaban. Rupanya, saat itu, tower ATC bandara sudah roboh akibat guncangan gempa.

Masih belum sadar, saat pesawat mencapai ketinggian antara 2.000-3.000 kaki, Fella melihat gelombang-gelombang aneh di pesisir pantai Palu.

"Tahu ada gempa setelah ada info di radio," ungkap Fella.

Akhirnya, semua kru penerbangan diberi tahu bahwa mereka adalah pesawat terakhir yang terbang dari Palu sekitar pukul 18.17 Wita, persis saat gempa terjadi pada pukul 18.02 Wita.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi