KOMPAS.com - Vitamin D adalah kelompok vitamin larut dalam lemak yang mayoritas diperoleh dari sinar matahari.
Asupan vitamin ini diperlukan untuk membantu tubuh menyerap kalsium dan fosfor, dua mineral yang penting untuk tulang dan gigi.
Sayangnya, sebagian masyarakat Indonesia tak sadar mengalami defisiensi atau kekurangan vitamin D, meski hidup di negara dengan sinar matahari melimpah sepanjang tahun.
Hal itu diungkapkan oleh salah satu pengguna media sosial X (dulu Twitter) @wrkurniawan_, Selasa (11/1/2024) petang.
"Vitamin D ini adalah vitamin yang paling underated di Indonesia. Taukah kalian kalau hampir 90% penduduk di Indonesia mengalami defisiensi vitamin D (meskipun kita hidup di negara dengan sinar matahari sepanjang tahun)," tulis pengunggah.
Hingga Jumat (12/1/2024) petang, unggahan tersebut telah dilihat lebih dari 1,3 juta kali, disukai 15.000 pengguna, dan diunggah ulang oleh lebih dari 4.200 warganet.
Lantas, perlukah mengonsumsi suplemen untuk menambah asupan vitamin D masyarakat di negara tropis?
Baca juga: Badan Mudah Lelah, Benarkah karena Kurang Vitamin D? Ini kata Dokter
Tak perlu minum suplemen vitamin D
Dokter gizi komunitas dari Dr Tan & Remanlay Institute Banten, Tan Shot Yen membenarkan, sebagian masyarakat Indonesia mengalami kekurangan vitamin D.
"Yang jadi masalah unik, negara tropis kaya matahari tapi defisiensi vitamin D," kata Tan, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (12/1/2024).
Namun, Tan memaparkan, konsumsi suplemen vitamin D sebenarnya tidak diperlukan jika tidak ada masalah kesehatan.
"Selama masih bisa berjemur dan tidak ada masalah kesehatan, tidak perlu (minum suplemen vitamin D)," ujarnya.
Menurut Tan, kekurangan vitamin D pada masyarakat negara tropis disebabkan seringnya mengenakan baju tertutup saat keluar rumah, penggunaan tabir surya, dan terlalu banyak beraktivitas di dalam ruangan.
Kekurangan vitamin ini juga dapat dipicu oleh usia, akibat penipisan kulit dan penurunan konsentrasi 7-dehidrokolesterol (bahan baku vitamin D) dalam lapisan kulit epidermis.
Padahal, vitamin D dapat diperoleh secara gratis hanya dengan berjemur dan terkena cahaya matahari, baik langsung maupun tidak.
Sebab, vitamin D menjadi satu-satunya vitamin yang mampu dibuat sendiri oleh tubuh dari sinar UVB matahari.
"Berjemur tidak harus ekstrem, (seperti) buka baju dan lain-lain," ungkap Tan.
Bahkan, Tan mengungkapkan, masyarakat masih mendapat asupan vitamin D saat melakukan rutinitas pagi, seperti menjemur pakaian, jalan-jalan, atau mengurus kebun dan kolam.
"Nah, masalahnya kita juga kehilangan itu semua terutama masyarakat perkotaan," tuturnya.
Baca juga: 6 Tanda Tubuh Kekurangan Vitamin D yang Sering Kita Abaikan
Asupan vitamin D bisa dari makanan
Tan pun menjelaskan, angka kecukupan vitamin D per hari tidaklah banyak, hanya berkisar 600-800 international unit (IU) tergantung usia masing-masing individu.
Dengan memenuhi asupan vitamin yang larut dalam lemak ini, tubuh akan lebih optimal dalam menyerap kalsium, mengatur pertumbuhan tulang, serta meningkatkan sistem kekebalan.
Berikut angka kecukupan vitamin D yang perlu dipenuhi:
- Anak-anak dan remaja: 600 IU per hari atau 15 mikrogram per hari
- Dewasa hingga usia 70 tahun: 600 IU per hari atau 15 mikrogram per hari
- Dewasa di atas 71 tahun: 800 IU per hari atau 20 mikrogram per hari
- Ibu hamil: 600 IU per hari atau 15 mikrogram per hari
- Ibu menyusui: 600 IU per hari atau 15 mikrogram per hari.
Bukan hanya sinar matahari, sejumlah makanan yang biasa dikonsumsi juga merupakan sumber vitamin D.
Menurut Tan, berikut beberapa makanan yang menjadi sumber lain vitamin D:
Vitamin D3Vitamin D3 atau kolekalsiferol adalah jenis vitamin D yang berasal dari bahan pangan hewani. Makanan dengan kandungan nutrisi ini, antara lain:
- Ikan berlemak
- Hati
- Kuning telur
- Mentega.
Vitamin D2 alias ergokalsiferol merupakan jenis vitamin D yang dapat diperoleh dari bahan-bahan nabati, seperti:
- Jamur (dengan pencahayaan ultraviolet)
- Pangan terfortifikasi.
Baca juga: Bisa Berbahaya, Ini Cara agar Tak Konsumsi Vitamin D Berlebihan
Dampak konsumsi suplemen vitamin D
Terpisah, Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Zullies Ikawati mengatakan, orang yang didiagnosis defisiensi vitamin D dapat mengonsumsi suplemen sebagai tambahan.
"Jika memang mengalami defisiensi vitamin D dan itu tidak cukup diperoleh dari makanan sehari-hari, ya bisa ditambah dengan suplemen vitamin D," ujarnya kepada Kompas.com, Jumat.
Namun, menurut Zullies, dosis suplemen sangat tergantung dengan kebutuhan. Misalnya, kebutuhan harian normal sekitar 600-800 IU per hari.
Suplemen vitamin D dosis tinggi seperti 5000 IU per hari sebenarnya dapat dikonsumsi jika kondisi sakit atau defisiensi, tetapi bukan untuk jangka panjang.
"Kalau sudah terpenuhi ya tidak perlu harus dikonsumsi terus," kata dia.
Pasalnya, konsumsi suplemen terus-menerus hingga kadar vitamin D dalam tubuh berlebihan dapat berbalik memicu dampak tidak diinginkan.
"Kalau berlebihan vitamin D mungkin bisa menyebabkan hiperkalsemia atau kelebihan kalsium dalam darah, gangguan ginjal dan pencernaan," tuturnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.