Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Berkelanjutan Nisbimologi

Baca di App
Lihat Foto
DOK. PRIBADI
Jaya Suprana
Penulis: Jaya Suprana
|
Editor: Sandro Gatra

SEBAGAI seorang insan warga Indonesia berbahasa Indonesia adalah wajar bahwa secara subyektif saya lebih nyaman menggunakan istilah nisbimologi ketimbang relativisme apalagi sebenarnya para mahapemikir juga belum berhasil sepakat dalam hal takrif atas relativisme itu sendiri.

Ketertarikan para pemikir pada nisbimologi sebagai doktrin filosofis sudah menggeliat sejak zaman Yunani kuno, maka para pemikir Jawa senantiasa berpegang pada kearifan Ojo Dumeh.

Namun, akhir-akhir ini, nisbimologi juga terbukti populer tidak hanya sebagai posisi filosofis, namun juga sebagai gagasan yang mendasari pandangan normatif etika dan politik.

Pada hakikatnya dagelan atau tragedi yang terjadi di atas panggung politik kekuasaan Indonesia masa kini sangat menarik untuk diterawang dengan lensa nisbimologi.

Tampak jelas bahwa tujuan utama Reformasi menghadirkan demokrasi bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme gagal total.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kegagalan Orde Reformasi tersirat pada KPK dimanfaatkan senjata penguasa menyandara para lawan politik demi memperkokoh kekuasaan yang sebenarnya sudah mereka kuasai sementara terminologi nepotisme secara eufemistik diganti menjadi politik dinasti.

Di semesta sains, Albert Eintein berhasil menyeret relativisme masuk ke episentrum gempa perdebatan fisika maupun metafisika sambil berlawanan arah dengan Niels Bohr beserta para mahapemikir Kopenhagen.

Sejumlah pertimbangan filosofis serta perkembangan sosio-historis menjelaskan minat yang berkelanjutan terhadap relativisme dan segenap terminologi padanannya.

Data mengenai keragaman sistem kepercayaan, dogma serta kerangka konseptual, dan gaya hidup sering kali digunakan oleh para filsuf dan antropolog untuk memberikan kredibilitas pada argumen filosofis yang mendukung nisbimologi.

Fakta mengenai keberagaman empiris saja tidak terbatas pada nisbimologi, namun sebagai doktrin filosofis, sering kali dianggap sebagai posisi yang wajar untuk diadopsi sehubungan dengan keberagaman empiris, sebagian akibat nisbimologi membantu memahami keberagaman tersebut tanpa perlu mendefinisikannya.

Relativisme deskriptif, sebuah posisi empiris dan metodologis yang diadopsi oleh para antropolog sosial, mengandalkan data etnografi untuk menyoroti minimnya norma, nilai, dan kerangka penjelasan yang disepakati secara universal.

Dari poligami sampai kanibalisme, dari takhayul sampai sains, dari kejujuran sampai ke kecurangan, kita menemukan perbedaan besar antara pandangan masyarakat dan pandangan individu.

Relativisme deskriptif sering digunakan sebagai titik awal polemik filosofis mengenai relativisme pada umumnya dan nisbimologi budaya pada khususnya.

Perbedaan radikal yang diamati antar budaya, menurut pendapat mereka, menunjukkan perlunya penilaian relativistik terhadap sistem nilai dan komitmen konseptual.

Sebaliknya, beberapa penganut paham universal anti-nisbimologi berpendapat bahwa yang mendasari perbedaan individu dan budaya, terdapat beberapa kesamaan inti dalam semua sistem kepercayaan dan pandangan sosio-kultural.

Namun mereka yang cenderung relativistik merespons dengan pertama-tama menunjuk pada ketidakterbandingan berbagai kerangka etika dan konseptual serta variabilitas norma dan praktik kognitif dalam budaya yang berbeda, dan kemudian, atas dasar ini, mempertahankan bahwa apa yang disebut “kesamaan” memungkiri perbedaan.

Kaum anti-relativisme mungkin mengakui hal ini dan bersikukuh bahwa jika terdapat perbedaan pendapat, maka hanya satu pandangan yang benar sementara yang lainnya harus salah.

Sejauh kita enggan menyalahkan kesalahan yang meluas dan sistematis pada diri kita sendiri, relativisme tetap menjadi pilihan yang menggoda.

Relativisme deskriptif juga merupakan inti marka relativisme didukung oleh sosiolog pengetahuan ilmiah dan konstruksionis sosial lainnya yang berpendapat bahwa bahkan dalam apa yang disebut “ilmu pengetahuan garis keras”, kita tercengkeram monster perbedaan akibat ketidakterbandingan alias ojo dibandingke.

Sementara di tengah kemelut kenisbian tafsir terhadap nisbimologi secara subyektif saya berusaha menghayati makna nisbimologi melalui jalur estetika yang melekat pada apa yang disebut sebagai persepsi alias tafsir yang mustahil lepas dari apa yang disebut sebagai nisbi berdasar kesepakatan bahwa nisbi memang hadir secara tidak nisbi di alam semesta kesadaran dan keyakinan yang berada pada pemikiran manusia.

Unsur kenisbian mutlak hadir pada saat Simfoni ke IX mahakarya Beethoven atau Wayang Orang dengan lakon Dewa Ruci ditampilkan di Sydney Opera House dan di pedalaman Papua dapat diduga akan memicu kenisbian reaksi pendengar saling beda satu dengan lainnya.

Namun sepenuhnya saya sadar bahwa apapun yang saya tafsirkan tentang kenisbian pada hakikatnya mustahil saya mampu menghentikan gerak laju berkelanjutan polemik nisbimologi di alam semesta jagad raya dan jagad cilik nan tak terhingga.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi