Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

55,3 Persen Wanita Jepang Tak Puas dengan Suami, Apa Alasannya?

Baca di App
Lihat Foto
PEXELS/SATOSHI HIRAYAMA
Ilustrasi wanita Jepang. Survei menunjukkan, sebagian besar wanita di Jepang tidak puas dengan pekerjaan rumah tangga suaminya.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Lebih dari separuh wanita Jepang yang telah menikah mengaku tidak puas dengan pekerjaan rumah tangga suami dan menganggapnya sebagai kekurangan.

Pengakuan tersebut terungkap dari hasil jajak pendapat tahunan yang baru-baru ini dilakukan oleh lembaga penelitian swasta Jepang.

Menurut survei, lebih dari 15 persen melaporkan bahwa pasangan mereka tidak melakukan pekerjaan sehari-hari sama sekali.

Lebih dari setengahnya, atau 55,3 persen, istri di Jepang tidak senang dengan banyaknya pekerjaan yang dilakukan suami mereka di rumah.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Jepang Gratiskan Biaya Kuliah bagi Keluarga dengan 3 Anak Mulai 2025


Tak puas dengan pekerjaan rumah tangga suami

Shufu Job Shoken, sebuah lembaga penelitian swasta yang berbasis di Shinjuku, Tokyo, melakukan survei online terhadap wanita menikah yang ingin bekerja.

Dilansir dari Mainichi, Rabu (10/1/2024), sebanyak 510 wanita menjawab bahwa mereka sebagian besar bertanggung jawab terhadap pekerjaan rumah tangga atau hampir sama-sama bertanggung jawab.

Jajak pendapat meliputi pertanyaan, "Melihat ke belakang pada 2023, apakah suami Anda cukup berpartisipasi dalam pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak?"

Hasilnya, sebanyak 55,3 persen responden menyatakan tidak senang dengan tingkat bantuan suami dalam pekerjaan rumah tangga.

Jika dirinci, 39,8 persen responden tidak puas dengan sedikitnya bantuan yang diberikan suami, sedangkan 15,5 persen tidak puas karena suaminya tidak melakukan apa pun.

Tingkat ketidakpuasan tersebut merupakan angka tertinggi selama tiga tahun terakhir pelaksanaan survei.

Sebaliknya, sebanyak 44,7 persen responden mengaku puas dengan kontribusi sang suami terhadap pekerjaan rumah dan mengurus anak.

Jumlah tersebut terdiri dari 16,7 persen yang mengatakan suaminya "melakukan cukup banyak dan saya puas", serta 28 persen yang mengatakan sang suami "melakukan sedikit dan saya tidak mengeluh".

"Ini merupakan tingkat kepuasan terendah selama tiga tahun terakhir," tulis lembaga survei.

Baca juga: Kisah Pasutri di Jepang Tak Mau Hidup Bersama di Bawah Satu Atap demi Hindari Stres

Istri berharap suami mengerjakan hal-hal kecil

Survei juga memuat pertanyaan terkait pekerjaan rumah tangga apa yang diinginkan sang istri dapat dilakukan oleh suami.

Sekitar 27 persen pasangan yang tidak memiliki anak dan 40 persen dari mereka yang sudah memiliki anak memilih jawaban "pekerjaan rumah yang tidak disebutkan namanya".

Jawaban ini meliputi tugas-tugas yang sering tidak dianggap sebagai pekerjaan rumah tangga, tetapi penting dalam kehidupan sehari-hari.

Tindakan tersebut mencakup membuang dan mengganti gulungan tisu toilet baru, serta membuka gulungan kaus kaki kotor yang menggembung dan memasukkannya ke dalam keranjang cucian.

Pada kolom tanggapan bebas, sejumlah wanita juga menuliskan sederet keluhan mengenai pekerjaan rumah tangga suami yang terkesan berkaitan dengan hal-hal sepele tersebut.

Misalnya, keluhan berupa "dikerjakan dengan setengah hati dan akhirnya harus dikerjakan ulang", serta "dia kurang kesadaran untuk memperhatikan dan melakukan tugas-tugas lain".

"Tanpa gambaran lengkap tentang pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak, mustahil melihat pekerjaan rumah yang bahkan tidak ada namanya. Suami diharapkan lebih sadar akan perannya dalam rumah tangga," tulis lembaga penelitian tersebut.

Baca juga: 4 Rahasia Panjang Umur dan Hidup Bahagia ala Orang Jepang

Banyak wanita tak mau memikul beban istri dan ibu

Di sisi lain, Perdana Menteri Fumio Kishida sempat memperingatkan bahwa Jepang berada di ambang tidak mampu mempertahankan fungsi sosial sebagai akibat dari krisis demografi.

Populasi di wilayah ini menyusut pada tingkat mengkhawatirkan, yang menandakan krisis ekonomi dan sosial akan segera terjadi.

Dikutip dari Japan Times, Jumat (27/1/2023), penyebab krisis ini adalah wanita yang tidak bahagia dengan pilihan hidupnya, lebih memilih untuk tetap melajang atau tidak mau memikul beban yang timbul sebagai istri dan ibu.

Data pemerintah menunjukkan, wanita menikah yang memiliki anak kecil rata-rata menghabiskan lebih dari tujuh jam sehari untuk mengurus rumah tangga tanpa bayaran, atau sekitar empat kali lipat dibandingkan laki-laki.

Bahkan, saat suami mendukung dan mencoba mengurangi beban, wanita tetap menghadapi hambatan.

Wanita diharapkan untuk menikah dan memulai sebuah keluarga. Namun, wanita yang bekerja pun diharapkan melakukan sebagian besar tugas rumah tangga.

Oleh karenanya, wanita di negara ini cenderung menginginkan lebih banyak kendali atas hidup dan lebih banyak kesetaraan dengan laki-laki dalam hal pekerjaan dan rumah tangga.

Meski permintaan ini tergolong tidak terlalu besar, pemerintahan Jepang selama beberapa generasi telah gagal mewujudkannya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi