Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keluarga di China Tinggal 229 Hari di Hotel Mewah, Disebut Lebih Hemat dan Nyaman

Baca di App
Lihat Foto
Unsplash/Marten Bjork
Ilustrasi hotel. Sebuah keluarga di China menuai sorotan karena memilih tinggal di kamar suite hotel mewah selama lebih dari tujuh setengah bulan.
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Sebuah keluarga di China menuai sorotan karena memilih tinggal di kamar suite hotel mewah selama lebih dari tujuh setengah bulan.

Keluarga beranggotakan delapan orang ini menghabiskan biaya 1.000 yuan atau sekitar Rp 2,18 juta per malam (kurs Rp 2.186 per yuan).

Bahkan, keluarga yang berasal dari Nanyang, Provinsi Henan, ini berniat tinggal permanen dan memutuskan untuk menjadikan hotel sebagai rumah mereka.

Diberitakan South China Morning Post, selama 229 hari, mereka saling berbagi kamar suite dengan ruang tamu dan dua kamar tidur twin.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebagai informasi, tipe kamar suite umumnya merupakan tingkatan tertinggi dari semua kamar di hotel berbintang.

Kamar tipe ini biasanya memiliki ukuran kamar tidur dan kamar mandi lebih luas, lebih lengkap, serta fasilitas tambahan seperti ruang tunggu atau ruang tamu.

Baca juga: Cerita Pasutri Lansia Asal Australia, Pilih Tinggal di Kapal Pesiar karena Lebih Murah dari Panti Jompo


Berniat tinggal permanen di hotel mewah

Ruang tamu hotel yang ditinggali oleh satu keluarga di China ini turut dilengkapi televisi, serta sofa, kursi, dan sebuah meja untuk menjamu tamu.

Ruangan ini juga tampak dipenuhi perlengkapan kehidupan sehari-hari, seperti pakaian, makanan, dan air minum.

"Hari ini adalah hari ke-229 kami menginap di hotel," kata salah satu anggota keluarga, Mu Xue dalam video yang ditayangkan Star Video.

"Harga kamar 1.000 yuan per hari. Keluarga kami yang beranggotakan delapan orang hidup dengan sangat baik," lanjutnya.

Menurut Mu, tarif tersebut merupakan harga spesial yang diberikan pihak hotel untuk sewa jangka panjang.

Harga sewa juga dianggap sepadan lantaran tidak ada biaya tambahan untuk parkir, pemanas, air, dan listrik.

"Kami merasa senang tinggal di sini, jadi kami berencana untuk tinggal di hotel seumur hidup," kata Mu.

Baca juga: Hidup di Kapal Yacht Selama 5 Tahun, Ika Permatasari-Olsen: Tak Ada Rencana Menetap Lagi di Darat

Lebih hemat dan nyaman

Dikutip dari laman The Star, Mu mengatakan keluarganya telah memiliki enam properti dan berada dalam kondisi keuangan yang baik.

Mu juga menunjukkan beberapa setoran yang telah diselesaikan, termasuk 100.000 yuan (Rp 218 juta), 35.500 yuan (Rp 77 juta), dan 50.000 yuan (Rp 109 juta).

Biaya hidup di Nanyang sendiri umumnya bervariasi, tergantung jenis tempat tinggal yang dipilih.

Namun, menurut informasi dari sebuah perusahaan real estate, Anjuke, rata-rata harga sewa apartemen dengan dua kamar di Shanghai, China telah mencapai 20.000 yuan atau sekitar Rp 43,7 juta untuk satu bulan.

"Saya tidak pernah berpikir cara hidup seperti ini akan membantu menghemat uang. Saya hanya merasa itu membuat segalanya menjadi nyaman," ungkap Mu.

Kisah mereka pun memicu perdebatan di media sosial China. Sejumlah warganet mengaku kagum dengan cara hidup keluarga di Nanyang dan ingin tinggal di hotel, jika mampu membayarnya.

Namun, tak jarang pula yang bertanya-tanya seberapa nyaman kamar suite hotel mewah untuk keluarga beranggotakan delapan rumah.

Baca juga: Fenomena Full-Time Children di China, Anak Muda Pilih Tidak Kerja tapi Digaji Orangtua

Cerita tentang orang-orang yang menjalani gaya hidup tidak konvensional, termasuk kisah keluarga di Nanyang, sering kali memecah belah opini publik di China.

Pada Mei tahun lalu, kisah pria berusia 29 tahun di barat daya China yang tinggal di tenda di tempat parkir mobil, menghidupkan kembali budaya "lying flat".

Pada September 2022, cerita pasangan muda di China selatan yang berhenti menyewa apartemen untuk tinggal di mobil kemping pun menjadi viral.

Gebrakan penerapan budaya lying flat semakin marak sehingga meningkat di kalangan generasi muda negara tersebut.

Lying flat atau tang ping sendiri merupakan budaya yang melibatkan penolakan pribadi terhadap tekanan masyarakat untuk bekerja berlebihan dan mencapai prestasi yang berlebihan.

Baca juga: Profil Chen Tianqiao, Warga China Salah Satu Tuan Tanah Terbesar di AS

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi