Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Tico, Anjing Mati yang Hidup Lagi Lewat Kloning dan Picu Kontroversi

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock/Jne Valokuvaus
Ilustrasi anjing Coton de Tulear dari Afrika.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Seekor anjing bernama Tico "hidup kembali" setelah meninggal dunia pada November 2022 silam.

Pemiliknya memutuskan untuk mengkloning anjing yang telah mati itu menjadi 2 anak anjing. Setelah dikloning, sang pemilik membuat video berjudul "Anjing Saya Kembali".

Namun, video mengharukan itu memicu kontroversi online karena mengungkap bagaimana sang pemilik memutuskan untuk mengkloning peliharaannya.

Dilansir dari Korea Herald, Minggu (14/1/2024), kloning hewan di Korea Selatan adalah hal yang legal.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namun, negara tersebut tidak memiliki kerangka peraturan untuk memantau dan membatasi penyalahgunaan bioteknologi tersebut.

Tico mati karena kecelakaan

Pada November 2022, Tico si anjing betina mati karena kecelakaan. Sang pemilik kemudian meminta laboratorium kloning hewan untuk mengkloning peliharaannya itu.

Tico dikloning menjadi 2 anak anjing kembar yang secara genetik identik dengan Tico.

"Setelah beberapa waktu, saya kembali bertemu dengan Tico. Dia dilahirkan sebagai dua anak anjing yang sehat dan datang kepada saya pada usia tiga bulan," ujar sang pemilik, dilansir dari Asia News Network, Senin (15/1/2024).

Sang pemilik mengaku memutuskan untuk mengkloning Tico setelah mengalami sindrom kehilangan hewan peliharaan.

Dia mengaku mengalami perasaan sedih, bersalah, marah, dan depresi setelah kehilangan hewan peliharaanya. Dia juga mengalami kesulitan tidur dan kehilangan nafsu makan.

Pemerhati hak-hak hewan telah menyatakan keprihatinan atas apa yang dialami oleh anjing hasil kloning tersebut.

Di sisi lain, mereka juga ikut prihatin atas kondisi sang pemilik yang kehilangan anjing tersayangnya.

Baca juga: Daftar Negara yang Melarang Konsumsi Daging Anjing, Terbaru Korea Selatan

Proses kloning anjing Tico

Untuk mengkloning hewan peliharaan, seperti Tico, laboratorium kloning menggunakan metode transfer inti sel somatik.

Sel-sel hidup diambil dari sampel jaringan hewan yang meninggal dalam kurun waktu 24 jam setelah kematiannya, seperti sel-sel telur yang dibuahi hingga DNA.

Setelah menyuntikkan inti dari sampel jaringan anjing asli ke dalam telur tanpa DNA, oosit tumbuh dan berdiferensiasi di laboratorium menjadi sel berpotensi majemuk.

Oosit merupakan sel telur belum matang yang nantinya berkembang sampai matang di lapisan luar ovarium.

Kemudian, sel-sel itu disuntikkan ke "induk anjing pengganti” atau surrogate mother yang membawa telur tersebut hingga cukup bulan.

Pakar hak-hak hewan telah menyatakan keprihatinannya mengenai implikasi bioetika ini.

"Beberapa anjing lain harus dikorbankan untuk memenuhi kebutuhan satu pemilik hewan peliharaan," kata Shin Joo-woon, aktivis hak-hak binatang di Korea Animal Rights Advocates.

Di sisi lain, kurangnya transparansi di laboratorium kloning hewan peliharaan juga menjadi sorotan.

Dalam hal ini proses kloning dan jumlah laboratorium yang melakukan prosedur kloning juga menambah kontroversi.

"Undang-undang yang mengatur kloning hewan peliharaan dan menambahkan transparansi dalam proses kloning diperlukan untuk menjalankan prosedur dengan aman," kata Shin.

Baca juga: Kata Media Asing soal Polisi Hentikan Truk Angkut 226 Anjing di Tol Kalikangkung Semarang

Ketidakjelasan dalam hukum

Saat ini, UU Perlindungan Hewan tidak memuat klausul yang melarang atau melegalkan kloning hewan.

Meskipun ada undang-undang yang membatasi pengujian pada hewan, kloning untuk alasan pribadi atau komersial berada di luar cakupan peraturan sehingga menempatkan laboratorium yang melakukan kloning pada titik buta hukum.

Para aktivis hak-hak hewan berpendapat, peraturan yang berlaku saat ini juga mempersulit identifikasi laboratorium mana yang melakukan kloning.

“Meskipun undang-undang yang secara khusus menyebutkan kata 'kloning' harus ditambahkan dalam Undang-Undang Perlindungan Hewan, undang-undang terpisah yang melindungi hewan yang sedang diuji untuk alasan komersial juga diperlukan,” kata Han Joo-hyun, seorang pengacara yang melakukan advokasi untuk kloning.

Sementara itu, UU Hewan Laboratorium hanya mendefinisikan pengujian hewan sebagai "pengujian yang dilakukan pada hewan laboratorium untuk tujuan ilmiah, seperti pendidikan, pengujian, penelitian, dan produksi obat-obatan biologis".

Baca juga: Alasan Anjing Takut Suara Petir dan Cara Mengatasinya

Kloning anjing pertama di dunia

Sebelumnya, pada 2005 silam, Profesor Hwang Woo-suk dari Universitas Nasional Seoul bersama tim penelitinya berhasil mengkloning seekor anjing afghan bernama Snuppy.

Saat itu, Hwang dan timnya menerima Guinness World Record karena menciptakan anjing kloning pertama di dunia.

Namun, karir Hwang sebagai profesor berakhir setelah dituduh melakukan penggelapan dan pelanggaran hukum bioetika.

Akan tetapi, hasil kloningnya membantu membuka jalan bagi kegiatan komersial, mulai dari mengkloning anjing pemandu hingga mengkloning ternak seperti sapi perah.

Metode kloning kemudian diperkenalkan sebagai salah satu cara untuk mengatasi sindrom kehilangan hewan peliharaan, seiring dengan bermunculannya laboratorium yang menawarkan layanan kloning untuk anjing, kucing, dan kuda secara global.

Pada 2017, mendiang ketua Samsung Group Lee Kun-hee telah mengkloning anjing pomeraniannya, Benji, sebanyak dua kali, yakni sebagai anak anjing kembar pada 2010 dan sebagai anak anjing tunggal pada 2017.

Pada tahun 2018, penyanyi dan aktris Amerika Barbra Streisand memicu kontroversi ketika ia mengumumkan telah mengkloning anjingnya Samantha menjadi dua anak anjing baru.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi