Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meningkat Drastis, Kemenkes Sebut Ada 809.000 Kasus Aktif TBC di Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
ourworldindata.org
Estimasi angka kasus tuberkulosis (TBC) baru menurut WHO. Di Indonesia, WHO memperkirakan ada 385 kasus per 100.000 orang di Indonesia sepanjang 2022.
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Tuberkulosis atau lebih dikenal sebagai TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.

Secara global, infeksi bakteri ini menjadi salah satu penyebab kematian paling umum dalam kategori penyakit menular.

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dihimpun Our World In Data, perkiraan kasus TBC di Tanah Air mencapai 385 per 100.000 orang pada 2022.

Angka ini naik dari tahun sebelumnya, 2021 yang berada di kisaran 339 kasus per 100.000 orang.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perkiraan kasus tuberkulosis di Indonesia juga jauh melampaui rata-rata Afrika dan Asia, masing-masing sebanyak 182,4 dan 158,5 kasus per 100.000 orang.

Lantas, benarkah kasus TBC di Indonesia meningkat drastis?

Baca juga: Mulai 2024, Jepang Berencana Wajibkan Wisatawan Indonesia Tes TBC


Penjelasan Kemenkes

Sebelum menjelaskan penyebab kenaikan kasus, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan, data yang ditampilkan pada situs Our World In Data merupakan estimasi kasus TBC dari WHO.

"Penemuan kasus TBC dibandingkan estimasi hanya mencapai 40-45 persen, jadi masih banyak kasus yang belum ditemukan atau juga belum dilaporkan," jelasnya, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (16/1/2024).

Artinya, data yang menunjukkan ada 385 kasus TBC per 100.000 orang di Indonesia pada 2022 tidaklah sama persis dengan data yang dihimpun oleh Kemenkes.

Nadia mengatakan, sama seperti Covid-19, Kemenkes sepanjang 2023 telah memperbaiki data, serta mengubahnya secara real-time, langsung dari laboratorium dan fasilitas kesehatan.

Dengan demikian, data kasus TBC di Tanah Air menjadi lebih baik dan penemuan kasus pun jauh lebih banyak dari sebelumnya.

"Gap (celah) kasus yang tidak ditemukan berkurang menjadi 50 persen," ungkap Nadia.

Baca juga: Tabel Berat Badan Ideal Pria dan Wanita Versi Kemenkes, Cek untuk Tahu Bobot yang Pas!

Penyebab kasus meningkat

Semula, kasus yang tidak ditemukan mencapai 60 persen dari perkiraan WHO. Namun, saat ini turun menjadi hanya 32 persen kasus yang belum dilaporkan.

"Oleh karena itu, laporan atau notifikasi kasus juga menjadi lebih baik karena menemukan lebih banyak sesuai angka perkiraan yang diberikan WHO," tutur Nadia.

Lebih lanjut, penyebab penyakit TBC adalah infeksi kuman tuberculosis. Infeksi ini juga dapat ditularkan dari orang yang telah terinfeksi TBC.

Nadia memaparkan, total kasus TBC aktif yang ditemukan saat ini mencapai 809.000 kasus.

Sebanyak 681.000 orang di antaranya telah menjalani pengobatan dan perawatan untuk mengatasi serta memutus rantai penularan.

"Jadi ada kasus yang sudah positif, tetapi tidak bisa ditemukan untuk memulai pengobatan, sehingga bisa menjadi potensi penularan di masyarakat," terangnya.

Penularan dari infeksi yang tidak ditemukan inilah yang berpotensi meningkatkan kasus tuberkulosis di Indonesia.

Baca juga: Gejala dan Penyebab TBC, Penyakit yang Dialami Ratusan Anak di Bantul

Upaya penanggulangan dan pencegahan TBC

Orang yang terinfeksi bakteri ini biasanya akan mengalami sejumlah gangguan pernapasan, termasuk batuk kronis dan sesak napas.

Penderita TBC juga berpotensi mengalami gejala lain, seperti demam dan berkeringat pada malam hari.

Menurut Nadia, menemukan kasus dan mengobati pasien sampai sembuh merupakan upaya untuk menghentikan penularan TBC, sehingga kasus tidak melonjak.

Kemenkes pun gencar melakukan penelusuran terhadap kasus aktif agar penanggulangan dan pencegahan lebih cepat dilaksanakan.

"Misalnya, kalau ada anak yang terkena TBC maka orang tuanya atau orang sekitar dilakukan pemeriksaan," ujarnya.

Bukan hanya itu, pemberian terapi pencegahan TBC pada orang-orang yang melakukan kontak dengan pasien pun perlu untuk dilakukan sebagai upaya pencegahan.

Baca juga: Jepang Akan Berlakukan Tes TBC untuk Pengunjung dari 6 Negara Termasuk Indonesia, Kapan Diberlakukan?

Gejala TBC dan kapan harus ke dokter

Dikutip dari laman Kemenkes, siapa pun orang yang berada di dekat pasien TBC, dapat terkena dampaknya.

Namun, kelompok yang paling berisiko adalah anak-anak, penderita HIV/AIDS, lansia, penderita diabetes melitus, serta perokok aktif.

Penyakit ini akan menyerang sistem kekebalan tubuh, terutama yang mengalami penurunan daya tahan tubuh.

Selain itu, risiko penularan TBC juga cukup besar pada orang yang tinggal di kawasan tidak memenuhi syarat kesehatan, seperti lingkungan padat dan kumuh.

Pada kasus TBC laten atau tanpa gejala, penderita baru menyadari terjangkit tuberkulosis setelah menjalani pemeriksaan untuk penyakit lain.

Sementara bagi penderita TBC aktif, gejala yang muncul dapat berupa:

  • Batuk yang berlangsung lama, sekitar tiga minggu atau lebih
  • Batuk biasanya disertai dengan dahak atau batuk darah
  • Nyeri dada saat bernapas atau batuk
  • Berkeringat di malam hari
  • Hilang nafsu makan
  • Penurunan berat badan
  • Demam dan menggigil
  • Kelelahan

Baca juga: Bahaya dan Tanda Seseorang Menatap Layar Ponsel Terlalu Lama, Kemenkes: Gunakan Rumus 20-20-20

Selain menyerang paru-paru, TBC juga dapat menyerang organ lain. Berikut beberapa gejala yang muncul akibat penyakit TBC di luar paru:

  • Pembengkakan kelenjar getah bening jika terkena TBC kelenjar
  • Kencing berdarah pada TBC ginjal
  • Nyeri punggung pada TBC tulang belakang
  • Sakit kepala dan kejang bila terkena TBC di otak
  • Sakit perut hebat jika mengalami TBC usus

Berbeda dengan orang dewasa, gejala TBC pada anak cenderung lebih sulit dikenali. Pasalnya, gejala TBC anak cenderung tidak khas, sehingga sering dianggap sebagai penyakit lain.

Berikut gejala yang mungkin ditemukan pada penderita TBC anak:

  • Batuk persisten selama lebih dari dua minggu
  • Berat badan menurun dalam dua bulan atau gagal tumbuh
  • Pembengkakan kelenjar getah bening (limfadenopati)
  • Demam terus-menerus selama lebih dari dua minggu
  • Anak tampak lemas (malaise) dan kurang aktif
  • Gejala tidak membaik meski telah diberikan antibiotik dan nutrisi

Orang yang mengalami gejala TBC perlu segera memeriksakan diri ke dokter, terutama jika tinggal bersama atau kontak erat dengan penderita.

Diagnosis dan pengobatan dini pada penyakit ini dapat membantu mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi.

Baca juga: Ramai soal Sunat Perempuan yang Dilarang Kemenkes, Ini Risikonya

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi