Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Disorot Jokowi, Apa Penyebab Lulusan S2 dan S3 di Indonesia Rendah?

Baca di App
Lihat Foto
Kompas.com/Andhi Dwi
Presiden RI, Joko Widodo di Unesa, Senin (15/1/2024).
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh
KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku terkejut saat mengetahui jumlah warga Indonesia yang berpendidikan S2 dan S3 masih rendah.

Hal tersebut diungkapkannya dalam acara Konvensi Kampus XXIX dan Temu Tahunan Forum Rektor Indonesia di Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Senin (15/1/2024).

"Saya kaget juga kemarin dapat angka (rasio terhadap populasi produktif) ini, saya kaget Indonesia itu di angka 0,45 persen," katanya, diberitakan Kompas.com (15/1/2024).

Jokowi menyebutkan, rasio lulusan S2 dan S3 dengan jumlah penduduk usia produktif hanya 0,45 persen, jauh terpaut dari negara tetangga.

Di Vietnam dan Malaysia, misalnya, rasionya mencapai angka 2,43 persen, sedangkan di negara maju bahkan berada pada angka 9,8 persen.

Lantas, apa penyebab rendahnya angka lulusan S2 dan S3 di Indonesia?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Bagaimana Kondisi Pendidikan Indonesia Saat Ini?


Penyebab lulusan S2 dan S3 minim

Pengamat pendidikan sekaligus pendiri Ikatan Guru Indonesia (IGI) Satria Dharma membenarkan jumlah masyarakat Indonesia yang lulus jenjang pendidikan S2 dan S3 memang rendah.

Menurutnya, anak muda yang baru lulus S1 lebih tertarik langsung bekerja daripada melanjutkan S2.

"Tampaknya para lulusan sarjana kita ingin segera bekerja dan berkarir di industri," ujar dia kepada Kompas.com, Rabu (17/1/2024). 

Satria menjelaskan, hanya anak muda yang tidak langsung dapat pekerjaan, biasanya berpikir untuk melanjutkan kuliah daripada menganggur.

Baca juga: Adu Pendapat Tiga Bakal Capres soal Pendidikan di Indonesia, Apa Kata Mereka?

Sebab, lapangan kerja di Indonesia tidak banyak membutuhkan lulusan S2 dan S3.

"Jenjang pendidikan tinggi S2 dan S3 tersebut hanya menarik bagi mereka yang ingin menjadi dosen saja. Tapi kita juga tahu bahwa gaji dosen itu tidak besar," lanjut dia.

Dia menuturkan, tenaga S3 di Indonesia biasanya dikerahkan untuk fokus mengembangkan riset dan pengembangan suatu produk industri. 

Sayangnya, tidak banyak perusahaan membuka bagian riset dan pengembangan untuk tenaga kerja lulusan S3.

"Karena biasanya industri tersebut, research and development-nya ada di kantor pusatnya yang biasanya tidak ada di Indonesia," tambah dia.

Meski begitu, Satria meyakini lapangan pekerjaan akan muncul ketika ada sumber daya manusia lulusan S3 dan S2 yang mumpuni.

Baca juga: Ramai soal Pendidikan Dinilai Penipuan, Pengamat: Jangan Samakan dengan Nasib Bill Gates

Dampak jumlah lulusan S2 dan S3 rendah

Di sisi lain, Satria mengungkapkan adanya dampak negatif jika kondisi di Indonesia dibiarkan tanpa lulusan S2 dan S3.

"Lulusan S2 (dan S3) semestinya memilih keilmuan dan pengetahuan yang lebih mendalam ketimbang hanya S1," ungkapnya.

Lulusan dari kedua jenjang perkuliahan itu juga memiliki kemampuan riset dan analisis yang lebih mumpuni dalam menangani studi kasus.

Dengan minimnya lulusan S2 dan S3, akan berdampak bagi kondisi negara saat butuh pertimbangan pakar.

"Dampaknya jika suatu ketika negara membutuhkan lulusan master dan doktor dalam jumlah besar maka akan terasa sekali kekuranganya," imbuh dia.

Untuk mengatasi itu, Satria berharap adanya perbaikan, khususnya dalam hal pemberian bantuan pendidikan.

"Sekarang saja banyak perguruan tinggi yang mau membuka program master dan doktor tapi sulit mencari dosen S3," pungkasnya.

Baca juga: Ramai Pendidikan Dokter Jadi Kualifikasi Guru TIK, PKWU, dan Biologi di PPPK 2023

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi