KOMPAS.com - Aksi Kamisan tepat berusia 17 tahun pada hari ini, Kamis (18/1/2024).
Ini berarti para demonstran telah berdiri setiap hari Kamis di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat untuk menuntut keadilan bagi para korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Pada 4 Januari 2024, mereka telah menggelar Aksi Kamisan ke-800.
Mulai diadakan sejak 2007, aksi ini diikuti para korban, keluarga korban pelanggaran HAM, serta masyarakat umum.
Lalu, bagaimana perjalanan Aksi Kamisan di Indonesia yang kini berumur 17 tahun?
Baca juga: 4 Janji Presiden Jokowi soal Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat di Masa Lalu
Sejarah Aksi Kamisan
Aksi Kamisan merupakan demonstrasi damai yang diadakan untuk memperingati korban pelanggaran HAM di Indonesia dan menuntut upaya keadilan bagi para keluarga korban.
Identik dengan baju dan payung hitam, aksi ini pertama kali diadakan pada Kamis, 18 Januari 2007 dengan nama Aksi Diam.
Dilansir dari situs Pusat Internasional Promosi Hak Asasi Manusia (CIPDH) UNESCO, Aksi Kamisan diadakan setiap Kamis pukul 16.00 WIB.
Selama satu jam, keluarga korban pelanggaran HAM akan berdiri mengheningkan cipta di depan Istana Kepresidenan dengan mengenakan pakaian serba hitam dan membawa payung hitam.
Peserta Aksi Kamisan akan memperingati para korban pembunuhan besar-besaran pada 1965-1966, serta peculikan pada 1998 di Indonesia.
Aksi ini dipelopori oleh Katarina Sumarsih dan Suciwati, serta Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK).
Baca juga: Profil Haris Azhar, Aktivis HAM yang Bebas Tuntutan Pencemaran Nama Baik Luhut
Diberitakan Kompas.com (21/1/2023), Sumarsih merupakan ibu dari Bernardus Realino Norma Irmawan atau Wawan yang meninggal usai ditembak aparat saat Tragedi Semanggi I pada 13 November 1998.
Sementara Suciwati adalah istri Munir Said Thalib, pejuang HAM yang dibunuh dalam penerbangan menuju Belanda.
Aksi Kamisan terinspirasi dari aksi damai sekelompok ibu di pusat kota Buenos Aires, Argentina yang tergabung dalam Asociacion Madres de Plaza de Mayo.
Mereka menuntut tanggung jawab negara atas pembunuhan dan penghilangan paksa anak-anak mereka oleh Junta Militer Argentina pada 1977.
Setiap Kamis siang, ibu-ibu Plaza de Mayo bergandeng tangan dan mengitari plaza sambil membawa foto anak-anak mereka yang dihilangkan paksa.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Aktivis HAM Munir Lahir 8 Desember 1965
Makna payung dan baju hitam
Penggunaan payung hitam sebagai maskot dan simbol Aksi Kamisan merupakan usul dari Sumarsih dan Suciwati saat aksi damai ini digelar.
Sumarsih mengusulkan payung, sedangkan Suciwati mengusulkan payungnya berwarna hitam.
"Saya bilang, 'Bagaimana kalau payung?' Kemudian Mbak Suci bilang warnanya hitam. Bagi saya hitam itu adalah keteguhan. Keteguhan di dalam mencintai insan manusia," ujar Sumarsih tahun lalu.
Suciwati juga memberikan ide pakaian peserta aksi berwarna serba hitam sebagai lambang keteguhan dalam mencintai manusia.
“Kemudian kami menentukan kapan harinya, dan ternyata di hari Kamis kami bisa meluangkan waktu untuk aksi rutin itu,” lanjutnya, dilansir dari Kompas.com (20/1/2023).
Baca juga: Pejabat Tinggi HAM PBB Mundur, Kecewa pada PBB yang Tak Bisa Atasi Serangan Israel ke Gaza
Sumarsih pun mengaku sempat khawatir aksi ini akan dibubarkan.
Berdasarkan pengalaman masa lalu, aksi damai perempuan di Bundaran HI pada 1999 pernah dibubarkan polisi karena dituduh ditunggangi Gerwani. Namun, kekhawatiran itu tidak terbukti.
Seiring waktu, Aksi Kamisan berkembang menjadi gerakan konsisten setiap Kamis. Tak hanya Jakarta, setidaknya 60 kota se-Indonesia ikut menggelar aksi ini.
Mereka yang terlibat pun semakin banyak, seperti mahasiswa, anak muda, seniman, aktivis, dan kelompok-kelompok lainnya.
Selain menyerukan keadilan HAM, aksi ini menjadi ruang publik untuk menyuarakan permasalahan lain yang dialami rakyat.
Baca juga: 5 Kasus HAM yang Belum Tuntas, dari Peristiwa Trisakti hingga Paniai
Baru sekali bertemu presiden
Meski sudah berlangsung selama 17 tahun, peserta Aksi Kamisan baru sekali bertemu presiden Indonesia.
Pertemuan itu berlangsung saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengundang mereka ke Istana Kepresidenan pada 31 Mei 2018.
Diberitakan Kompas.com (31/5/2018), peserta Aksi Kamisan saat itu meminta Jokowi mengakui sejumlah pelanggaran HAM masa lalu yang terjadi di Indonesia.
Mereka juga menuntut Kejaksaan Agung untuk segera menindaklanjuti kasus tersebut.
Meski bertemu di Istana Kepresidenan, Jokowi tidak hadir di lokasi demonstrasi karena ada acara. Para peserta juga tetap menggelar Aksi Kamisan seperti biasa.
Sumarsih mengatakan, Aksi Kamisan baru akan berhenti jika hanya dihadiri tiga orang peserta. Namun, sejauh ini aksi tersebut paling sedikit hanya diikuti tujuh orang pada 2022.
(Sumber: Kompas.com/Ihsanuddin, Luqman Sulistiyawan, Jawahir Gustav Rizal | Editor: Krisiandi, Kristian Erdianto, Bayu Galih)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.