Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Demo Rompi Kuning Perancis, Disinggung Gibran di Debat Pilpres 2024

Baca di App
Lihat Foto
AFP/GERARD JULIEN
Massa rompi kuning berunjuk rasa di Marseille, Perancis selatan, pada Sabtu (9/2/2019).
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Peristiwa demo rompi kuning di Perancis mendapatkan sorotan usai disebut calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka.

Gibran menyebut demo rompi kuning di Perancis dalam debat keempat pemilihan presiden (Pilpres) 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta pada Minggu (21/1/2024).

"Prof Mahfud, yang namanya greenflation atau inflasi hijau itu ya, kita kasih contoh yang simpel aja, demo rompi kuning di Perancis. Bahaya sekali sudah memakan korban ini harus kita antisipasi jangan sampai terjadi di Indonesia," kata Gibran.

Gibran menyebut demo rompi kuning di Perancis sebagai contoh fenomena greenflation saat menanyai cawapres nomor urut 3, Mahfud MD.

Lalu, apa itu demo rompi kuning dan bagaimana kronologinya?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Jadi Sorotan Saat Debat Cawapres, Apa Itu Greenflation?


Apa itu demo rompi kuning?

Yellow fest protests atau demo rompi kuning adalah unjuk rasa yang dilakukan di Perancis sejak 17 November 2018 untuk memprotes rencana kenaikan pajak solar yang dibuat Presiden Emmanuel Macron.

Diberitakan Al Jazeera (4/12/2018), demo rompi kuning dilakukan oleh gerakan bernama sama, yakni Yellow Fest Movement atau Gerakan Rompi Kuning.

Nama gerakan ini diambil dari warna rompi keselamatan bernama gilets jaunes yang digunakan para pengunjuk rasa sebagai simbol keluhan mereka.

Pemerintah mewajibkan rompi kuning itu dibawa oleh semua pengendara. Warna kuning dipilih karena memiliki visibilitas atau keterlihatan yang tinggi.

Para anggota gerakan demonstrasi rompi kuning awalnya berasal dari warga desa yang harus berkendara jarak jauh setiap hari. Mereka tidak mampu membayar harga bahan bakar yang naik.

Protes ini berkembang menjadi gerakan besar yang didukung oleh pekerja dengan pendapatan menengah ke bawah, seperti dilansir dari NPR (3/12/2018).

Mereka menyatakan hampir tidak punya uang untuk bertahan hidup dan hanya mendapatkan sedikit layanan publik. Padahal, mereka harus membayar tagihan pajak dengan nominal tertinggi se-Eropa.

Gerakan ini tidak memiliki kepemimpinan resmi dan awalnya diorganisir melalui grup media sosial.

Baca juga: Gibran Sebut Akan Ada 5 Juta Lapangan Kerja Green Jobs, Apa Itu?

Tujuan pajak solar dinaikkan

Pada November 2018, harga solar di Perancis meningkat hingga 20 persen dari 1,49 euro atau Rp 25.411 menjadi 1,68 euro atau Rp 28.651 per liter.

Presiden Perancis Emmanuel Macron lalu mengumumkan akan menerapkan pajak terhadap bahan bakar tersebut mulai 1 Januari 2019. Kebijakan ini diambil untuk memerangi perubahan iklim dan melindungi lingkungan.

Sayangnya, pajak solar mendapat pertentangan dari masyarakat di kota kecil dan pedesaan. Macron dianggap membuat kebijakan yang berpihak pada elite dan penduduk kota yang kaya.

Gerakan Rompi Kuning kemudian dibuat untuk menyerukan pembatalan pajak tersebut. Banyak orang yang bahkan meminta presiden mengundurkan diri.

Mereka juga memprotes kebijakan lain seperti undang-undang ketenagakerjaan yang melemah dan penghapusan pajak kekayaan Perancis untuk orang kaya.

Para pengunjuk rasa juga menyerukan kenaikan upah minimum bagi pekerja di sana.

Baca juga: Respons Pertanyaan Gibran, Mahfud MD: Tidak Layak Dijawab

Kronologi kerusuhan demo rompi kuning

Demontrasi rompi kuning yang awalnya berupa unjuk rasa damai berubah menjadi kerusuhan.

Pada demo 17 November 2018, sekitar 300.000 orang turun ke jalan di seluruh Perancis. Mereka memblokir jalan dalam unjuk rasa tersebut.

Seminggu kemudian, pada 24 November 2018, sekitar 106.000 pengunjuk rasa kembali turun ke jalan. Awalnya, demonstrasi berlangsung damai. Namun, kerusuhan kemudian terjadi di Paris, Perancis.

Pengunjuk rasa menjarah toko-toko dan membakar mobil di wilayah mewah jalan Champs Elysees, Paris. Monumen nasional Arc de Triomphe dipenuhi grafiti dan bagian dalamnya dirusak.

Diberitakan Reuters, polisi menggunakan gas air mata, meriam air, dan kuda untuk menyerang pengunjuk rasa yang melempar proyektil.

Empat orang meninggal dalam insiden ini. Tiga orang meninggal di kecelakaan lalu lintas akibat penghalang jalan yang dipasang anggota Gerakan Rompi Kuning. Sementara wanita 80 tahun meninggal terkena granat gas air mata di wajah saat menutup jendela apartemen.

Kerusuhan itu bahkan menjadi peristiwa kekerasan terburuk yang pernah terjadi di Paris sejak 1968. Lebih dari 400 orang ditangkap dalam bentrokan tersebut.

Marcon yang saat itu berada di Buenos Aires, Argentina untuk menghadiri KTT G-20 mengecam kekerasan tersebut. Dia kembali ke Paris pada 25 November 2018 untuk mengadakan pertemuan darurat dengan para menteri.

Perdana Menteri Edouard Philippe juga dijadwalkan bertemu dengan perwakilan Gerakan Rompi Kuning namun dibatalkan karena warga menerima ancaman pembunuhan.

Pemerintah akhirnya membatalkan usulan kebijakan pajak solar pada 27 November 2018.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi