Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Disebut dalam Debat Keempat Pilpres 2024, Mungkinkah Indonesia Mengalami "Greenflation"?

Baca di App
Lihat Foto
Screenshot/YouTube KPU
Calon wakil presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka dalam debat capres-cawapres ke-4, Minggu (21/1/2024).
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Greenflation menjadi salah satu istilah yang muncul dalam debat keempat Pilpres 2024 pada Minggu (21/1/2024) di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta.

Penggunaan istilah greenflation muncul ketika calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka mengajukan pertanyaan kepada cawapres nomor urut 3, Mahfud MD.

“Bagaimana cara mengatasi greenflation atau inflasi hijau? Terima kasih,” tanya Gibran.

Dikutip Philonomist, istilah greenflation merujuk pada kenaikan harga bahan mentah dan energi sebagai dampak dari transisi menuju penggunaan bahan bakar yang ramah lingkungan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lantas, mungkinkah greenflation bisa terjadi di Indonesia?

Baca juga: Jadi Sorotan Saat Debat Cawapres, Apa Itu Greenflation?


Penjelasan ahli

Pakar Ekonomi dan Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, ada dua kemungkinan Indonesia bisa mengalami greenflation.

Pertama, greenflation dapat terjadi apabila pemerintah sudah menerapkan green economy (ekonomi hijau) di semua bidang.

Faktor lain yang menyebabkan greenflation adalah ketika rakyat Indonesia sebagian besar masih menggunakan bahan bakar fosil, sementara sebagian kecil sudah memakai bahan bakar ramah lingkungan.

Menurutnya, ketergantungan bahan bakar fosil inilah yang nantinya akan menyebabkan greenflation ketika harga sudah terlampau tinggi.

“Indonesia kan sebagian besar bahan bakar minyak (BBM) diimpor. Kalau harga dan permintaan minyak dunia naik dan pemerintah sudah tidak sanggup memberikan subsidi, maka akan ada transisi tidak teratur dari bahan bakar ramah lingkungan dan berujung pada greenflation,” kata Fahmy saat dihubungi Kompas.com, Senin (22/1/2024).

Baca juga: Respons Pertanyaan Gibran, Mahfud MD: Tidak Layak Dijawab

Lebih lanjut, Fahmy menuturkan, kunci dari menekan terjadinya greenflation di Indonesia adalah upaya pemerintah dalam memberikan subsidi BBM.

Sebab, subsidi yang diberikan pemerintah akan menekan harga minyak dunia sehingga tidak terlalu bergejolak dan berpengaruh pada harga BBM dalam negeri.

Namun, ketika subsidi BBM mulai ditarik, hal ini akan memicu greenflation karena kenaikan bahan bakar fosil.

“Apalagi, kalau subsidi yang ditarik secara penuh pada energi fosil tertentu seperti Pertalite, Solar, dan Elpiji 3 kg. Ini akan menyebabkan greenflation di Indonesia,” katanya.

Fahmy berpendapat, potensi munculnya greenflation kemungkinan dapat terjadi sekitar kurang lebih 10-15 tahun yang akan mendatang.

Pasalnya, Indonesia diprediksi akan mulai menerapkan green economy dalam kurun waktu itu, sehingga berpotensi memantik greenflation.

Meskipun demikian, kondisi ini dapat terjadi lebih cepat apabila harga minyak dunia sangat tinggi dan bebarengan dengan dicabutnya subsidi dari pemerintah.

Baca juga: Jadi Sorotan Saat Debat Cawapres, Apa Itu Greenflation?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi